Alvano membeku.
Sepersekian detik, pria itu masih bisa berpikir. Namun, kemudian Isvara memiringkan tubuhnya, mengangkat wajahnya sedikit lebih tinggi, dan mendekat. Kali ini … tidak berhenti di pipi.
Bibir Isvara menyentuh bibir sang pria.
Lembut. Ragu, tapi nyata.
Dan dalam sentuhan ringan itu, Alvano seperti mendengar sesuatu yang tidak diucapkan: sebuah permintaan, atau mungkin pernyataan diam bahwa sang wanita sedang membuka pintu, meskipun setengah mabuk.
Namun, sebelum Alvano bisa menarik diri, ciuman itu berubah.
Bibir Isvara mulai menekan lebih kuat, lebih dalam. Masih pelan, tapi kini ada rasa yang berbeda. Bukan sekadar lembut, tapi menggoda.
Alvano membalas.
Refleks.
Dia pria dewasa. Normal. Dan di pelukannya saat ini adalah wanita yang membuatnya menahan diri berhari-hari lamanya.
Tangan pria itu melingkar ke pinggang Isvara, menarik tubuh itu lebih dekat. Hangat. Sedikit gemetar, tapi tidak menjauh, justru mendekat. Bibir mereka menyatu, saling mencari. Saling menguji.
Me