Home / Romansa / (Bukan) Istri Kedua Sahabat Ayah / 8. Dunia dan Segala Isinya

Share

8. Dunia dan Segala Isinya

Author: pramudining
last update Last Updated: 2024-05-07 08:23:33

Happy Reading

*****

Entah berapa lama Ayumi menangis, tidak pernah disadari si gadis. Seseorang telah masuk dan memegang kening membuatnya menggerakkan bola mata. Samar terdengar orang tersebut berkata.

"Yum, kamu baik-baik saja?"

"Pak Yovie?" beo Ayumi. Kesadarannya belum sepenuhnya pulih apalagi saat ini di sedang tidak memakai jilbab.

"Yum, mau ke mana?" Yovie berkata sedikit keras ketika gadis itu malah lari melihatnya. Tak ada jawaban hingga beberapa menit kemudian, si gadis muncul dengan pakaian rapi dan tertutup dari ujung kepala hingga kaki.

"Bagaimana Bapak bisa masuk ke kamar ini. Bukankah ....?" Kalimat Ayumi menggantung saat kelima tangan sang atasan terangkat.

"Jangan salah sangka. Aku meminta kunci cadangan pada pihak hotel karena satu jam lebih aku mengetuk pintu kamarmu, tapi tidak ada sahutan sama sekali. Suasana kamar sepi, aku takut terjadi sesuatu denganmu. Maaf kalau lancang." Tatapan Yovie lekat menatap gadis di depannya.

Merasa tidak enak hati, Ayumi menunduk. "Maaf, sempat berprasangka buruk tadi."

"Tidak masalah, Yum. Duduklah," pint Yovie menepuk sofa kosong tinggal di sebelahnya. "kamu sudah makan?"

"Tadi pagi sudah, Pak."

"Coba lihat pergelangan tanganmu. Jam berapa sekarang?"

"Astagfirullah," ucap Ayumi, "apa selama itu saya tertidur?"

"Mau dipesankan layanan antar makanan ke kamar atau turun ke restoran di bawah," tawar si lelaki dengan senyum manisnya.

"Saya ingin keluar kamar, sih, Pak. Cuma ...." Menggantungkan kalimatnya, Ayumi menunduk lesu. Mana mungkin berkata hal yang sangat pribadi pada lelaki di depannya.

"Jangan panik. Aku punya sesuatu untukmu."

Menyerahkan paper bag yang berada di samping lelaki itu, dia julurkan pada sang bawahan. "Pakai ini sebagai ganti. Aku tahu keresahanmu. Kamu pasti tidak membawa baju ganti sama sekali." Yovie melirik Ayumi dari atas ke bawah. Memastikan bahwa baju yang dikenakan sang gadis sama seperti yang dipakai semalam.

Ayumi tak serta merta mengambil pemberian atasannya. Banyak hal yang menjadi pertimbangan, salah satunya rasa sungkan pada sang atasan. Si gadis sudah banyak menerima bantuannya.

"Jangan terlalu banyak berpikir, Yum. Ambil ini, aku tunggu di depan. Kita makan bareng di restoran. Kebetulan, aku juga belum makan malam. Walau agak terlambat tidak masalah, daripada badan kita menjadi sakit karena tidak ada asupan makanan yang masuk ke tubuh." Panjang lebar Yovie berkata membuat Ayumi kesulitan untuk menyela bahkan menolak pemberian itu.

Setelah berkata sang atasan langung keluar. Sama sekali tidak memberi waktu untuk berbicara. Mau tak mau, Ayumi terpaksa mengambil paper bag tersebut, lalu mengganti seluruh pakaian dengan yang baru. Tak ingin mengecewakan Yovie yang sudah begitu baik memperhatikannya.

Makan malam berlangsung hening. Ternyata, Yovie tidak sendiri. Ada salah satu rekan bisnis yang sedang bersamanya. Ayumi jadi tak enak sendiri karena merasa menganggu pekerjaan atasannya.

"Segeralah punya momongan, Yo. Ikatan pernikahan kalian akan semakin kuat nantinya," ucap rekan kerja Yovie. "Apalagi yang ditunggu? Umur kalian berdua sedang subur-suburnya." Lelaki berkumis tipis dengan kulit sawo matang itu melirik Ayumi sekilas. Kedua mata mereka tanpa sengaja bersirobok.

"Apa orang ini berpikir jika aku adalah istrinya Pak Yovie," gumam Ayumi dalam hati.

"Maaf, Pak. Sepertinya, Anda salah ...." Ucapan Ayumi lagi-lagi terhenti. Di bawah meja, pergelangan tangannya di pegang oleh Yovie. Ketika si gadis menatap, sang atasan langsung menggelengkan kepala.

"Salah bagaimana, Mbak?"

"Mungkin maksudnya ada yang salah dengan program kehamilan yang sedang kami jalani, Mas. Masak sudah setahun belum ada hasil," sahut Yovie.

"Eh," kata Ayumi terkejut, "bukan begitu maksudnya, Pak." Menatap pada rekan sang atasan.

"Sudahlah, Yang. Kita tidak perlu malu untuk berbagi hal semacam itu. Mas Oky, dulu juga lama ikut program kehamilan bersama istrinya. Bukan begitu, Mas?"

Untuk mendukung perkataannya tadi, sang atasan malah dengan sengaja menangkupkan tangannya terang-terangan di atas tangan kanan Ayumi.

Lelaki bernama Oky tersebut tertawa lirih. "Bukan hal mudah mendapatkan keturunan untuk orang-orang sibuk seperti kita ini, Yo. Apalagi kalau istri kita juga sama-sama sibuk dengan bisnisnya sendiri. Keadaanku empat tahun lalu sama persis sepertimu. Berjuang mendapatkan momongan dengan berbagai macam program. Aku harap kalian berdua tidak patah semangat."

"Tentu saja, Mas. Aku dan istri tidak akan pernah patah semangat sampai nanti Allah mempercayai kami untuk menerima manah itu. Iya kan, Sayang?"

Membeliakkan mata, Ayumi tidak bisa memprotes ucapan-ucapan atasannya. Menunduk lesu sampai Oky pamit.

"Maaf tentang semua ucapanku tadi, Yum. Kamu pasti terkejut, tapi mau bagaimana lagi. Aku tidak bisa mengajak istri menemui sahabat lamaku itu padahal dia jauh-jauh datang ingin berkenalan."

"Harusnya jujur saja, Pak. Sekali Bapak berbohong, maka akan ada kebohongan-kebohongan selanjutnya." Saat ini, keduanya berada di depan kamar yang Ayumi tempati.

"Tidak akan ada kebohongan lainnya, Yum. Mas Oky akan pindah keluar negeri. Jadi, pertemuan tadi adalah pertemuan terakhir sekaligus perpisahan bagi kami berdua."

Ayumi malas menanggapi perkataan Yovie. Dia memilih masuk setelah mengucapkan terima kasih.

*****

Tiga hari menenangkan diri di hotel yang disewa oleh atasannya, Ayumi diminta untuk pulang sore kemarin. Ayah dan bundanya menelepon, meminta si bungsu dengan penuh permohonan. Namun, permintaan itu, tidak serta merta dituruti oleh si gadis.

Ayumi memilih pulang pagi-pagi keesokan harinya. Langsung berangkat ke kantor. Dia tidak perlu pulang ke rumah terlebih dahulu. Setiap hari, Yovie mengirimkan beberapa pakaian ganti padanya sehingga pagi ini, gadis itu sudah siap bekerja.

Pukul delapan kurang sepuluh menit, gadis berjilbab dengan kulit sawo matang tersebut sampai di kantor. Menempelkan jari telunjuk pada mesin absen, beberapa rekan sejawatnya berbisik-bisik.

"Enak kalau jadi simpenan bos. Bisa masuk kerja kapan saja tanpa mendapat surat peringatan," kata salah satu dari mereka yang berada tepat di belakang Ayumi.

Gadis berjilbab itu menoleh dan menatap si pembicara. "Siapa yang kamu maksud?"

Kini, hanya tinggal tiga orang yang berada di depan finger print. Tidak mungkin jika perempuan di sebelah sang pembicara yang dimaksud. Mana mungkin seseorang berani bergosip di depan orangnya secara langsung.

"Wah, rupanya ada yang merasa, nih," sahut perempuan berambut cokelat di sebelah perempuan yang berkata pertama kali tadi.

Ayumi menggerakkan bola mata dengan kening berkerut.

"Kalian sedang membicarakan aku?" tunjuk Ayumi pada dirinya sendiri. "Memangnya kalian pernah melihatku menggoda salah satu bos di sini? Aneh-aneh saja jika bicara. Jangan menyebarkan fitnah."

"Siapa yang menyebarkan fitnah? Fotomu dan Pak Yovie sudah diketahui semua karyawan di sini. Kalian berdua sedang berkencan di sebuah restoran. Masih berani mengelak?" kata karyawan lainnya lagi.

"Kencan? Kapan aku melakukan dengan Pak Yovie? Lalu, foto apa yang kalian maksudkan?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • (Bukan) Istri Kedua Sahabat Ayah   61. Kebahagiaan

    Happy Reading *****"Lho, Om? Kok, bisa ada di sini?" tanya Zakaria heran. Pasalnya, lelaki itu mengatakan akan keluar kota selama seminggu, tetapi baru dua hari sudah terlihat lagi."Om terpaksa pulang lebih cepat. Niat semula akan menemui Hana, tapi ternyata tantemu itu sibuk dengan berondongnya.""Kenapa mencariku?" tanya Hana sinis."Baca chat-ku. Pabrik yang aku berikan padamu akan dijual oleh lelaki ini. Dia benar-benar bajingan tengik yang akan menghisap seluruh harta dan uangmu," ucap Ashwin.Wibisana tertawa. "Sayangnya, bukan aku yang menjual pabrik itu. Tapi, Hana sendirilah yang menginginkan.""Tapi, kamu tidak harus membodohinya, kan? Pembeli itu bukan orang lain melainkan dirimu sendiri yang menggunakan nama salah satu perempuan yang sedang menjadi targetmu selanjutnya. Kamu kira aku bodoh? Tidak semudah itu membohongi orang tua sepertiku, anak muda," kata Ashwin lantang. Hana menatap Wibisana tak percaya. "Tega kamu melakukan semua ini, Bi. Selama ini, aku benar-benar

  • (Bukan) Istri Kedua Sahabat Ayah   60. Berakhir Semua

    Happy Reading*****Seorang perempuan cantik, berumur di atas ketiga perempuan yang sejak tadi berdebat, terlihat menggandeng tangan Wibisana dengan mesra. Tak canggung sama sekali walau usianya terpaut jauh dari si lelaki bahkan mereka berdua terlihat seperti ibu dan anak. Inara mulai tak tahan melihat pemandangan di depannya. Dia pun melangkah mendekati Wibisana dengan wajah marah penuh kecemburuan. "Siapa dia, Bi?" tanya Inara mengagetkan lelaki parlente di depannya.Kelopak mata terbuka sempurna dengan mulut sedikit menganga, Wibisana melirik perempuan paruh baya di sebelahnya yang tak lain adalah Hana. "Siapa, Sayang?" tanya Hana.Wibisana memutar bola mata malas. "Dia calon istriku," jawabnya."Kalau dia calon istrimu, lalu aku siapa?" Inara dan Hana berkata berbarengan.Diam sejenak, menetralkan detak jantungnya yang berlompatan. Wibisana tersenyum kecut. "Tenang, Sayang. Aku bisa menjelaskan semuanya."Tangan merangkul pundak Hana, Wibisana menatap Inara marah. "Bisa tidak

  • (Bukan) Istri Kedua Sahabat Ayah   59. Rahasia yang Terbongkar

    Happy Reading*****"Tidak perlu menyebar fitnah," ucap Rika, "memangnya kamu kenal sama Wibisana?""Aku memang tidak kenal sama Wibisana, tapi aku kenal siapa wanita yang sedang dekat dengannya saat ini.""Apa ... apa maksudmu?" tanya Inara dengan wajah pucat dan bibir bergetar."Coba tanya pada wanita di sebelahmu. Apa maksud perkataanku tadi. Bukankah dia juga begitu dekat dengan Wibisana."Seperti bom waktu, perkataan Ayumi membuat ledakan begitu hebat di hati Inara. Tak berbeda jauh dengan mantan istri Yovie, Rika juga kaget ketika rivalnya demikian. Tak menyangka jika akan ada yang mengetahui hubungan gelapnya denga Wibisana."Mulutmu terlalu berbisa, berani menuduh sembarangan," bantah Rika. Setelahnya, dia menatap kedua sahabatnya bergantian. "Bukankah kita bertiga sudah dekat dengan Wibisana sejak dulu?"Ayumi tersenyum mendengar kebohongan Rika. "Harusnya, kamu tahu. Kedekatan apa yang aku maksudkan tadi," katanya, "sudahlah. Kenapa aku harus capek-capek ngurusi kalian bert

  • (Bukan) Istri Kedua Sahabat Ayah   58. Adu Mulut

    Happy Reading*****"Iya, aku," ucap seorang perempuan yang tak lain adalah Inara. "Lancang sekali kamu memutuskan untuk memecat karyawanku. Mentang-mentang sudah menikah dengan Zakaria." Wajah sombong Inara terlihat mendominasi seolah tak ingin ada seseorang yang mengalahkannya. Ayumi memegang pipinya yang terkena tamparan tadi. Bukan rasa sakit yang membuatnya ingin menangis, tetapi penghinaan Inara."Bukankah sudah menjadi peraturan perusahaan. Kenapa kamu malah melindungi karyawan yang bersalah dan tidak produktif sepertinya," jawab Ayumi. Dia menunjuk Prima dengan jari telunjuk sebelah kiri sangking jengkelnya pada lelaki tersebut."Berani kamu tidak menghormatiku?" ucap Inara. Merasa kalimat yang dikeluarkan lawan bicaranya kurang sopan apalagi panggilan yang tersemat tadi.Ayumi mengangkat bibirnya. Lalu, merotasi bola mata. "Untuk apa aku harus menghormati orang yang selalu menginjak-injak harga diri manusia lainnya. Dulu, aku masih bisa mentolelir karena Anda adalah atasan,

  • (Bukan) Istri Kedua Sahabat Ayah   57. Tamparan Keras

    Happy Reading*****Oza berdiri dan mendekati Andini. "Coba sini lihat, Ma. Pasti ada kutu atau hewan yang menggigit Mama pas tidur tadi. Ini banyak sekali, lho, Ma," ucap si kecil."Teruskan PR-nya sama Mama biar. Papa mau nyariin obat supaya luka Mama tidak terlalu merah seperti ini." Zakaria berdiri dan meninggalkan keduanya."Aku tinggal dulu, Yang," bisik Zakaria, "selesai ngerjain PR Oza, segeralah kembali ke kamar. Aku lapar.""Lapar, ya, makan, Mas. Kenapa malah ke kamar?" tanya Ayumi dengan kening berkerut."Makannya bukan nasi, Sayang. Tapi, itu." Zakaria menunjuk sesuatu yang menggelantung pada tubuh sang istri. Bahkan lelaki itu sampai mengerlingkan mata."Dasar mesum. Sana pergi." Ayumi mendorong tubuh suaminya."Papa kenapa, Ma?" tanya Oza. Menggaruk kepala yang tak gatal. Ayumi tersenyum canggung. "Lanjutin saja PR-nya."*****Membuka mata, Zakaria tersenyum puas ketika melihat Ayumi masih berada dalam pelukannya. Semalam, lelaki itu sama sekali tak membiarkan istrinya

  • (Bukan) Istri Kedua Sahabat Ayah   56. Pecah Telor

    Happy Reading*****Ayumi benar-benar mendorong tubuh sang suami keluar kamar mandi. Lalu, menutup pintu dengan keras. Zakaria tentu saja sangat marah, dia pun merebahkan diri secara kasar pada ranjang dengan beberapa umpatan kekasalan."Kalau cuma untuk dibohongi seperti ini, harusnya tidak perlu menerima ciumanku tadi," kata Zakaria.Tubuh yang cuma terlilit handuk tanpa memakai dalaman sama sekali, tentunya cukup menyulitkan memadamkan gairah yang terlanjur membara. Suara pintu terbuka, terdengar. Zakaria menoleh.Jantungnya kini mulai berlompatan ketika menatap insan terindah di depannya. Sosok Ayumi berubah menjelma bak artis-artis korea. Rambut lurus dan panjang tergerai indah. Baju berbahan sutra potongan minim menempel erat membungkus setiap lekukan tubuhnya. Susah payah Zakaria menelan ludahnya sendiri. Sang lelaki terlalu terpesona dengan tampilan istrinya. Berjalan sangat pelan, Ayumi seperti mempermainkan pandangan dan hasrat suaminya. Bagaimana mungkin lelaki itu tidak t

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status