Warning 21+! Cerita dewasa. Terjebak cinta seorang CEO yang sudah beristeri, bukan hanya satu tapi bahkan telah memiliki dua isteri! Apa yang harus kulakukan? Karena laki-laki itu bahkan sangat tampan dan mapan, selain itu dia juga mendebarkan! Haruskah mundur atau maju menjadi yang ketiga? We listen we don’t judge! Ini ceritaku, silahkan kalian bayangkan jika menjadi aku!
View MoreKetika aku tahu pikiran gilamu, sedang kamu tidak menyadari hatiku yang menggila. Sialan kamu, Sam!!!
Dan malam itu, disebuah kamar hotel bintang 5 tipe Deluxe aku terjebak diantara sepasang suami istri yang bersetubuh untuk pertama kalinya diusia enam bulan pernikahan mereka. GILA! Aku tak menyangka Sam telah menyusun rencana gila dalam kepalanya dengan melibatkan aku di dalamnya.
Pukul 07.15 malam. Aku sedang asyik scroll I*******m setelah sebelumnya menelepon suami dan anakku di rumah untuk melepaskan rindu dan sekadar berbagi kabar, dengan santainya telentang di sofa samping jendela kaca yang menampakkan suasana malam kota Surabaya di ketinggian lantai 32. Sementara Nia, rekan kerjaku yang berada di kamar hotel yang sama, tampak berbaring nyaman di kasur. Sampai tiba-tiba terdengar dering handphone milik Nia, dia tampak terkejut melihat nama si penelepon lantas terduduk dengan cepat.
“Ya, Mas?” sapa Nia, dia tidak berhasil menyembunyikan keterkejutan dalam nada bicaranya.
Aku menoleh sebentar lalu kembali fokus pada handphoneku, saat aku yakin yang meneleponnya adalah Sam, suaminya yang juga merupakan atasanku di kantor.
“Aku di hotel.” jawab Nia, yang sepertinya Sam menanyakan posisi keberadaannya.
Nada bicara Nia terdengar pelan, antara canggung, malu, gugup, dan resah. Dia selalu seperti itu, ekspresi wajah, gestur tubuh, bahkan nada bicaranya tidak dapat menyembunyikan apapun.
“Tidak, aku tidak sendiri, tentu ada Mala juga … ia, setahuku Mala sudah menyelesaikan pekerjaannya … Ia mas, seperti yang mas sarankan, hotel bintang 5 Deluxe Room, kita di lantai 32 di kamar 301. Apa tidak apa-apa mas? Untuk dinas luar karyawan dengan tarif hotel bintang 5 tipe deluxe, bukankah itu terlalu berlebihan? Apa tidak akan menyebabkan masalah atau keributan di kantor?" tanya Nia khawatir.
"Ia, memang mas adalah CEO di kantor. Justru karena mas adalah CEO di kantor, bukankah harus lebih berhati-hati agar tidak memancing kecurigaan karyawan lainnya?” tanya Nia lagi, jelas hatinya sangat tidak tenang.
Aku masih asyik dengan handphone, berpura-pura tidak mendengarkan Nia yang berbicara dengan suaminya tentang kekhawatiran statusnya sebagai istri simpanan CEO di kantornya diketahui karyawan lain. Yang sepertinya memang tidak ada yang tahu selain aku. Aku bahkan tidak mengerti mengapa untuk pekerjaanku Sam harus menyertakan Nia yang bahkan tidak ada kaitannya dengan permasalahan dalam pekerjaan kali ini.
“Mala, kamu pergi dengan Nia!” itu yang Sam katakan saat aku mengajukan persetujuan surat dinas luar kantor padanya, untuk kepergianku ke Surabaya menangani kantor cabang yang memang tengah ada masalah dalam peluncuran produk baru.
“Saya tidak masalah dengan itu pak, apabila memang Nia bersedia. Karena pekerjaan ini bahkan tidak ada sangkutannya dengan Nia dan saya yakin dapat menyelesaikannya. Khawatirnya mungkin merepotkan Nia karena harus ikut ke Surabaya.” ujarku cemas.
“Tidak apa-apa, dan perpanjang waktunya menjadi 4 hari. 3 hari kamu bisa bekerja, dan hari terakhir bisa kalian gunakan untuk jalan-jalan. Pesan kamar hotel yang bagus dan nyaman.” Sam menyodorkan berkas persetujuannya kembali padaku untuk direvisi. “Bikin reservasi di hotel JK untuk 1 kamar tipe deluxe.”
“Bapak mau ada tugas ke Surabaya juga?” tanyaku heran saat dia minta dipesankan kamar di hotel bintang 5.
Sam menatapku sesaat, namun tatapannya tampak aneh dan sulit dimengerti. Entah itu pandangan yang menggambarkan keterkejutan, atau cemas, atau khawatir. Yang pasti bukan marah. Tapi hanya sesaat. “Tidak.” jawabnya kemudian. “Itu untukmu dan Nia, agar kalian bisa nyaman setelah bekerja.”
Aku tercenung sesaat, memang sejak Sam kembali ke Indonesia dan memutuskan untuk fokus menangani perusahaan, sering kali aku mendapati tatapan Sam yang tidak bisa kubaca dan aku tak pahami.
“Ummm, terimakasih banyak atas perhatiannya. Tapi hotel bintang 5 dengan tipe kamar deluxe, apa tidak apa-apa untuk sekadar karyawan dinas luar?” tanyaku ragu. Bukannya aku menolak, kapan lagi aku bisa menginap di hotel bintang 5 kan? Hanya saja karena ini tugas kantor dan menggunakan dana perusahaan, aku agak khawatir dengan pandangan karyawan lain.
“Sudahlah, aku yang menyetujui, tidak apa-apa. Dan lagi Mal, sebenarnya aku agak merasa bersalah pada Nia. Kamu tahu dia istriku, tapi aku terlalu sibuk untuk memperhatikannya. Jadi aku minta tolong padamu sebagai sahabatnya, tolong ajak dia bersenang-senang di Surabaya. Tidak usah memikirkan biaya, aku yang akan menanggung semuanya. Aku tidak bisa menemaninya, meski begitu aku harap dia masih bisa bersenang-senang dengan sahabatnya.” tuturnya.
Tak ada ekspresi di wajahnya saat mengatakannya, dia datar seperti biasa, meski nada bicaranya terdengar agak sedih. Dan aku tidak bisa berkata-kata lagi. Apa yang harus kukomentari? Meski mungkin barusan Sam yang adalah CEO dikantorku sedang berbicara mengenai hal pribadinya, namun aku masih merasa canggung. kita tidak dekat atau bersahabat, hanya sekadar aku tahu bahwa dia menikah dengan Nia yang adalah sahabatku. dan aku juga khawatir salah berucap.
Akhirnya aku berbalik meninggalkan ruangan Sam untuk segera merevisi pengajuan surat dinas yang disesuaikan dengan permintaannya. lalu kembali menyodorkannya kepada Sam setelah kuperbaiki dengan rapih. Dia menandatanginya meski budget untuk perjalanan dinas kali ini 4 kali lebih besar dari biasanya, Sam bahkan memberikan kartu kreditnya padaku untuk aku gunakan mengajak Nia jalan-jalan dan berbelanja di Surabaya.
Lagi aku merasa canggung, “Apa kartunya tidak sebaiknya Bapak berikan kepada Nia saja?” tanyaku tak enak hati.
Sam terdiam sesaat, dengan menopang dagunya dia menatapku. seperti tatapan yang lembut dan anehnya dadaku berdesir. aku tidak punya pikiran buruk atau niat jahat, sungguh aku sadar benar Sam adalah suami dari sahabatku, Nia. Tapi Sam memang menawan, dia tampan dan posturnya gagah, dimataku Sam memang seorang CEO laki-laki dengan penampilan yang hampir tampa cela!
Terdengan Sam mendesah berat. “Aku sudah memberikan kartu lain kepada Nia, tapi kamu tahu Nia seperti apa, dia selalu segan menggunakannya. Jadi kali ini aku mohon bantuannya. Kamu pegang kartu ini, beli apapun yang kalian mau, dan makanlah makanan apapun yang kalian mau, tolong kamu pegang kartunya, gunakan dengan sebaiknya.” mohon Sam.
Sesaat aku terdiam, “Terimakasih.” ucapku seraya menundukkan kepala, dan kemudian keluar dari ruangan Sam dengan hati riang. Perjalanan dinas kali ini akan menyenangkan, bahkan bukan seperti bekerja, lebih terasa seperti liburan. Hotel mewah dengan kartu kredit unlimited. Keberuntunganku menjadi sahabat dari istri seorang CEO!
Itu yang aku pikirkan awalnya. Aku tidak menyangka aku harus membayar mahal untuk kemewahan itu …
“Apa?! Mas ada di depan pintu kamar?!” pekik Nia kaget, yang sontak membuatku ikut terhenyak juga mendengarnya.
POV : SamDengan rasa frustrasi aku menatap pintu kamar mandi yang mengeluarkan suara kran air yang dinyalakan. Di dalamnya ada Mala, entah dia tengah mandi atau sekadar mencuci wajah, entahlah. Ingin aku bergerak membuka pintu itu dan masuk ke dalamnya. Membayangkan Mala tanpa pakaian dengan suhu tubuhnya yang tengah demam, aku merasa hawa panas menjalari seluruh syaraf dalam tubuhku, menimbulkan rasa pening di kepalaku saat membayangkan tubuh hangat Mala kuciumi.Aku mengusap-usap kasar wajahku, berusaha mendinginkan pikiranku dan memfokuskan kepalaku dari hal-hal yang agak liar. Kualihkan perhatianku pada makanan yang kupesan, kutata di meja agar Mala bisa makan dengan nyaman. Buah-buah iris yang tampak segar, aneka berry warna-warni, serta ada saus youghurt. Ada susu steril yang sengaja kupesan khusus untuk Mala, berharap dengan itu dapat membantu mempercepat penyembuhannya. Bubur abalone dan sup ayam gingseng. Sementara untukku sendiri, aku memesan steak wagyu, asparagus panggang
POV : SAM“Kenapa melotot begitu padaku?” tanyaku, seraya menghampiri Mala dan duduk di tepi ranjang, yang tiba-tiba Mala bangkit, dia terlihat panik dan loncat dari ranjang bahkan menjauh dariku.Dia menyenderkan tubuhnya pada dinding dengan wajah pucat yang terlihat jelas diliputi kekhawatiran yang tampak nyata. Aku mengerti apa yang dipikirkan Mala, namun aku tak peduli. Saat ini aku ingin menjadi Sam yang menyukai Mala sejak SMA, bukan menjadi Sam yang adalah seorang CEO yang tengah menghadapi karyawannya.“Kenapa?” tanyaku lagi, dengan dahi berkerut heran.“Nia mana?” tanya Mala.Seperti tertampar oleh pertanyaan Mala, kesadaranku muncul menimbulkan rasa sakit yang berdenyut aktif di dada, aku terdiam menahan diri untuk sejenak mengatur napas berusaha melonggarkan dadaku dari rasa sesak yang mendera. Kemudian aku hanya mengendikkan bahu, aku memang tidak tahu Nia dimana.“Pak Sam sebaiknya keluar. Apa yang akan Nia katakan jika melihat kita hanya berdua di dalam kamar?” tanya Mal
Hari mulai gelap, aku keluar dari ruang kerja pribadiku di salah satu hotel besar di Bali, di ruangan paling atas dari hotel ini yang sengaja kusiapkan khusus untukku. Beberapa karyawan hotel yang kebetulan berpapasan denganku saat aku bergerak turun, mengangguk hormat seraya tersenyum ramah, seolah aku hanyalah sekadar tamu hotel VVIP mereka.Memang tak ada yang tahu, bahwa hotel ini adalah milikku dan merupakan salah satu usaha yang kurintis secara diam-diam. Aku hanya menempatkan satu orang kepercayaanku di setiap hotel yang kudirikan, untuk mengelolanya sebagai manajemen professional serta menjadi wajahku untuk mengatur pekerja. Meski begitu secara sistem, kinerja, pengambilan keputusan, aku sendiri yang meninjau dan memutuskan melalui orang kepercayaanku itu yang selalu memberikan laporan di setiap harinya. Sampai hari ini, semua berjalan lancar dan terkendali. Bahkan beberapa cabang hotelku bekembang pesat melebihi ekspektasi, tersebar di beberapa kota besar di Indonesia, dan ad
Handphoneku bergetar tepat saat aku keluar dari bandara. Nama Nia tertera di layar handphone, segera aku mengangkat panggilannya.“Hallo Nai?” sapaku setengah berseru.“Dimana?” tanya Nia.“Baru sampai, ini baru keluar bandara.”“Syukurlah, aku khawatir kamu masih di Jakarta.”“Maaf, aku tadi terlambat sampai bandara. Dan maaf, karenanya aku jadi tertinggal pesawat. Maaf juga kamu jadi harus terbang sendiri.” ujarku merasa bersalah."Banyak banget minta maafnya. Tidak apa-apa, aman kok. Lagian itu kan bukan kemauan kamu juga tiba-tiba ada masalah pagi-pagi, tepat saat kamu harus segera berangkat ke bandara." kata Nia, sejenak dia terdiam. "Maaf juga aku tidak nunggu kamu tadi. Oh iya, kamu tiketnya bagaimana? Jadi harus beli sendiri, maaf ya."Aku termangu, tak tahu harus bilang apa. Tak mungkin kuceritakan bahwa aku terbang bersama Sam, dan dia juga yang mengatur tiket serta penerbanganku, sementara aku hanya mengikutinya saja."Mal?”“Ah, iya sorry. Ini sambil jalan neleponnya. Tida
Dan di sinilah aku sekarang, terduduk di salah satu kursi pesawat kelas bisnis bersama Sam yang duduk santai di sebelahku dengan wajah sumringah. Aku masih belum bisa mencerna apa yang benar-benar terjadi padaku sejak pagi sampai aku berakhir bersama Sam saat ini! Dan untuk membicarakannya dengan Sam rasanya bahkan tak nyaman, aku juga tak tahu bagaimana harus memulainya. Sampai kemudian segala kebingungan dalam kepalaku akhirnya hanya bisa kutelan sendiri saja.“Kenapa?” Tanya Sam khawatir. “Kamu terlihat gelisah.”“Tidak apa.” Jawabku sekenanya, karena memang aku tak tahu apa yang bisa kukatakan padanya sekarang.“Rileks, Mal. Tidak perlu memikirkan hal rumit apapun saat ini, setidaknya saat bersamaku! Cukup nikmati saja waktumu dan berbahagialah” mohon Sam, seraya memencet tombol untuk menggerakkan kursi yang tengah kududuki demi mengatur posisinya agar kemudian bisa digunakan untuk merebahkan tubuh dengan nyaman.Aku sedikit terkejut saat merasakan pergerakan dari kursi yang kudud
Aku sedikit terlonjak karena terkejut, pun dengan Sam. Lelehan kejunya lantas mengotori pipi dan sekitar mulut Sam, bahkan cipratannya juga mengotori kameja putih yang Sam kenakan. Melihatnya, refleks aku menarik tisu dan mengelap mulut serta pipi Sam, juga mengusap-usap noda kuning itu di kemeja Sam. Membuat laki-laki itu terkejut dan bahkan menghentikan mobilnya. Aku terus saja sibuk membersihkan lelehan keju di pipi dan mulut Sam, tak menyadari bahwa laki-laki itu kini tercenung diam dan menatapku lekat, sementara mulutnya penuh sosis yang belum juga dikunyahnya. Sampai tiba-tiba dia memegang lenganku dan menghentikanku. Genggamannya yang erat dan terasa hangat seketika menarik kesadaranku."Maaf." seruku panik, seraya menepiskan lengan Sam dan menegakkan tubuh serta memperbaiki posisi dudukku lalu fokus melihat ke depan. Sementara Sam kemudian mengunyah sosisnya dengan ekspresi seperti menahan tawa."Kok mobilnya berhenti Pak?" tanyaku baru sadar."Kita sudah sampai di bandara." k
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments