Pagi hari telah datang. Kekacauan yang terjadi di malam hari telah selesai. Kerusakan akibat petir terjadi di mana – mana. Bau bangkai manusia menyerbak ke seluruh sudut kota. Manusia hitam legam bagai arang menjadi pemandangan di sana. Televisi dari berbagai channel serempak menyiarkan keadaan kota yang kacau itu. Suasana kota mati sangat terasa di depansana.
Terdengar suara sirene yang menandakan bala bantuan telah datang. Mobil polisi dan pemadam kebakaran berseliweran Kru media televisi ikut serta di belakangnya. Satu per satu warga yang selamat dari kekacauan itu muncul. Mereka bersembunyi di balik reruntuhan gedung ketika kejadian itu. Tampak dari wajah mereka, sebuah trauma yang tidak akan mereka lupakan seumur hidupnya. Mereka menangis ketika keluar dari persembunyiannya. Tangis haru biru mewarnai layar kaca. Tidak terkecuali kameramen yang meliput dari lokasi.
Seorang reporter mewawancarai salah satu korban dari kejadian itu. Isak tangis terdengar dari suaranya ketika ia berkata bahwa seluruh keluarganya tewas akibat kejadian itu. Aliran listrik yang sangat dahsyat, liar dan cepat, membuat mereka tidak sempat menghindar. Petir tersebut menghancurkan gedung – gedung yang runtuhannya menimpa orang – orang di bawahnya.
------------------------------
Di lain tempat yang cukup jauh dari kota tadi. Langit terlihat sangat cerah. Burung – burung bertebangan di langit secara berkelompok. Suasana yang sangat damai. Lanjut berpindah ke sebuah kompleks perumahan yang cukup ramai. Salah satu burung keluar dari barisan dan bertengger di sebuah pohon salah satu rumah. Itu adalah rumah Dagaz. Dagaz duduk santai di rumahnya sambil menyaksikan siaran berita dari televisinya. Ia terhenyak sejenak mendengar berita dari reporter. Ia memalingkan wajahnya dari televisi dan mengarahkannya ke jendela. Burung tadi masih bertengger di dahan dan Dagaz memperhatikan burung itu. Wajahnya seketika lesu. Ia menghela napas panjang.
“Aku telah gagal.” Dagaz mengungkapkan kekecewaannya. Tangannya mengepal menggambarkan kekesalannya.
“Sudah. Ini bukan salahmu. Lagipula dia memiliki kemampuan yang jauh di atasmu. Akan sulit menang melawannya.” Dark menenangkan Herrscher.
“Berarti tidak ada cara untuk menghentikannya?” tanya Dagaz.
“Untuk sementara ini... tidak ada. Keinginannya untuk mendatangkan dia yang disembunyikan sudah mutlak. Bila dia yang dimaksud tidak muncul, maka Herrscher akan memancingnya lagi untuk keluar.”
“Sial. Polisi di jaman ini tidak mungkin bisa mengatasi kejadian seperti ini. Tunggu. Bila dia berasal dari masa depan, bukankah orang di jamannya juga bisa pergi ke masa lalu?”
“Entahlah. Sepertinya mesin waktu di jamannya hanya dia yang punya. Atau...” Dark menghentikan penjelasannya tiba – tiba.
“Atau apa?” tanya Dagaz keheranan.
“Atau sebenarnya saat ini mesin waktu sudah ditemukan, namun disembunyikan agar tidak mengubah sejarah. Kau tahu kan akibat mengubah sedikit saja kejadian di masa lalu?”
“Aku paham. Tapi bagaimana bila karena Herrscher mengubah sejarah, lalu sejarah berubah. Manusia di masa depan tentu tidak akan menyadari perubahan ini.”
“Jangankan hanya tidak menyadari. Bahkan eksistensi manusia di masa depan bisa jadi tidak pernah ada. Mereka yang terkena efek perubahan ini bisa jadi tidak pernah lahir.”
“Lalu apa yang bisa kita lakukan? Bagaimana bila dia pergi ke masa lalu? Dan eksistensiku menghilang?” tanya Dagaz.
Dark tidak bisa menjawab.
“Untuk sementara, kau harus menghindarinya. Jangan sampai dia mengetahui identitasmu. Akan sangat berbahaya bila dia berhasil mengetahui siapa kamu. Apalagi aku merasa ada entitas yang sangat kuat bersamanya.”
“Entitas sepertimu?”
“Tidak, aku berbeda.”
“Baiklah...” Dagaz kembali menghela napas. Ia mengambil sebiji kacang dari toples di mejanya, lalu melemparkan secara halus ke arah burung tadi. Burung itu menangkap kacang tersebut lalu terbang pergi dari pohon itu.
“Lihatlah burung itu. Betapa bebasnya dia, bisa ke sana kemari seenaknya.”
“Seandainya manusia bisa meniru kemampuan hewan?”
“Kemampuan seperti apa maksudmu?”
“Hewan bisa merasakan insting bila bahaya sedang mendekatinya, sedangkan tidak semua manusia melatih hal itu.” Dark menjelaskan pendapatnya.
Dagaz diam sejenak. Ia menyandarkan punggungnya pada sofa empuk.
“Aku penasaran apa efek yang terjadi pada perubahan resonansi kemarin malam.”
“Kau akan melihatnya sebentar lagi.”
“Secepat itukah?”
“Tentu, badai petir kemarin adalah pemicunya.”
“Petir?”
“Ya, petir yang bergerak liar bahkan menghanguskan satu kota.”
Dagaz kembali diam sejenak. Dia memikirkan sesuatu dalam benaknya. Dagaz beranjak dari sofanya menuju bar mini di salah satu sudut rumahnya. Ia mengambil botol wine
dari lemari dan membuka tutup botolnya. Aroma wine segera menyerbak keluar dari ujung botol. Herrscher berpindah ke laci penyimpanan gelas. Ia mengambil gelas lalu menuangkan wine ke dalamnya. Hanya dalam satu tegukan, wine di gelas itu habis.“Pasti ada cara lain...” ucap Dagaz dalam hati.
------------------------------
Di sebuah dimensi yang lebih tinggi dibandingkan dimensi dimana manusia hidup. Hanya ada cahaya putih nan terang di sana. Suasana yang sangat hampa namun tidak tampak kelam. Asap halus berwarna hitam membentuk suatu sosok. Sosok itu sedang menaiki tangga yang menuju tak terbatas. Tidak ada suara ketukan langkah kaki. Sosok itu melayang di atas tangga. Sosok itu adalah Death yang akan menghadap kepada entitas yang lebih tinggi daripadanya.
Tibalah Death di depan entitas yang ia tuju. Sosoknya masih berupa asap hitam tipis.
“Dia baru saja menghabisi banyak manusia di kota itu. Aku rasa sisi buruk dari apa yang dia lakukan tidak terlalu berarti dibandingkan sisi positifnya. Kau bisa lihat sendiri bukan? Manusia di negara itu tergerak hatinya untuk menolong mereka yang berada di kota itu. Kau tidak akan menganggapnya bersalah, kan?” ucap Death kepada entitas itu.
-- Selama dengan cara itu, dia mampu memunculkan sifat kemanusiaan orang – orang di negara itu. Aku tidak akan mempermasalahkannya, biarpun cara itu terlalu berlebihan. –
“Baiklah kalau begitu. Aku akan kembali ke sana,” ucap Death sebelum berpamitan.
-- Tunggu! –
“Ada apa?”
-- Tetap awasi dia. Jangan sampai dia menggunakan kehendak bebasnya terlalu jauh. –
“Baiklah. Aku akan mengawasinya.”
Wujud Death yang berupa asap hitam tipis makin memudar, menghilang di depan entitas yang tadi dia ajak bicara.
------------------------------
Di atap salah satu gedung tertinggi di suatu kota negara tersebut, Herrscher berdiri tegak walaupun di terpa angin kencang. Akibat kejadian semalam, angin berhembus kencang dan tak tentu arah. Pakaian Herrscher yang berubah jas panjang, berkibar di terpa angin.
“Lebih baik kau mengubah pakaianmu. Sangat tidak cocok di kondisi seperti ini.”
“Bukankah ini terlihat keren?” kilah Herrscher yang merasa dirinya sangat keren dengan setelan jas tersebut.
“Angin sedang berhembus kencang. Jasmu yang panjang akan mempersulit gerakanmu.”
“Iya, iya. Ah kau ini cerewet sekali.” Herrscher kesal dengan penilaian Death.
Herrscher mengutak atik jam tangannya. Seketika pakaian Herrscher berupa jaket hoodie berwarna hitam lengkap dengan celana jeans berwarna senada. “Bagaimana kalau begini? Sudah puas?”
“Sesukamu saja lah,” jawab Death.
“Death...” panggil Herrscher dengan suara pelan.
“Apa?”
“Apakah yang aku lakukan ini salah?” tanya Herrscher.
“Itu relatif. Tergantung dari sisi mana hal itu dilihat.” jawab Death. “Tentu kau akan salah di mata mereka yang tidak menyukaimu apalagi bila mereka tahu kalau kau adalah penyebab kejadian semalam. Tapi tentu ada efek samping karena kau mengubah resonansi alam.”
“Memang itu yang kurencanakan.”
Dagaz memantau manusia di wilayah itu dari ketinggian gedung. Posisi matahari semakin tinggi. Pagi telah terlewati, siang pun datang. Langit tampak sangat cerah bahkan cenderung terik. Angin panas bergerak menelusuri seluruh jalanan yang padat dengan kendaraan dan manusia. Manusia di wilayah tersebut merasakan gerah yang amat sangat. Perlahan emosi dan stress mulai melanda seluruh manusia. Hingga akhirnya permasalahan kecil yang timbul, dapat menyebabkan pertengkaran yang menuju tindak kekerasan. Saling bersenggolan ketika di jalan sudah cukup untuk menaikkan emosi mereka hingga berujung perkelahian. Herrscher melihat hasil eksperimennya dari atap gedung. Apa yang ia lihat saat itu adalah contoh sampel yang akan terjadi beruntun.
“Seperti yang kukatakan tadi. Inilah efek kau mengacaukan resonansi.”
“Memang sudah seharusnya kekacauan diadakan untuk memancing dia keluar.”
Herrscher tampak tidak puas dengan apa yang baru saja ia lihat. Ia ingin memastikan bahwa pengaruh itu benar – benar menyebar. Herrscher memasukkan tangan ke kantong celananya. Ia mengeluarkan kamera drone yang cukup kecil untuk ia terbangkan ke kota lainnya. Dalam sekejap, drone tersebut melesat bak kilat. Karena ukurannya yang kecil, orang – orang tidak menyadari keberadaan drone tersebut. Herrscher mengintai kondisi melalui layar monitornya.
Apa yang dilihat di monitor benar – benar sesuai dengan harapannya. Kondisi yang penuh emosi tersebut berlaku untuk wilayah selain di kota itu. Herrscher senang karenanya. Dia berjalan menuju tepi atap gedung. Sorot matanya mengawasi tingkah laku manusia di bawahnya.
“Untuk sementara kita biarkan kondisinya seperti ini. Tinggal menunggu waktu yang tepat untuk melanjutkan ke tahap selanjutnya,” ucap Herrscher dengan penuh keyakinan.
“Jangan terlalu yakin. Mengubah timeline tidak semudah itu, Herrscher. Ingatlah bahwa sebab akibat tetap berlaku. Apa yang kau lakukan sekarang tentu mempengaruhi masa depan. Ingat, eksistensimu di masa depan bisa terganggu karena apa yang kau lakukan sekarang.”
Apa yang dikatakan Death benar adanya. Tiba – tiba jam tangan Herrscher memberikan suatu peringatan. Herrscher segera mengambil laptop dari tas yang ia bawa sebelumnya. Ia membuka laptopnya dan segera membuka aplikasi. Dari monitor tampak spektrum aneh yang muncul tiba – tiba. Sebuah frekuensi datang mengganggu frekuensi yang dikirim oleh Herrscher. Kedatangan frekuensi itu saling menetralkan, yang membuat manusia perlahan emosinya mereda. Pikiran dingin menghiasi kepala mereka. Herrscher pun bingung karenanya.
“Ada apa ini?” tanya Herrscher keheranan. Dia mencoba mengidentifikasi frekuensi tersebut. Alat miliknya tidak mampu mencari informasi sumber frekuensi karena gerakannya menyebar ke segala arah.
“Seperti yang ku katakan. Tidak semudah itu kau mengubah masa depan.”
“Ada yang mengganggu frekuensi kirimanku! Siapa dia?!” wajah Herrscher tampak serius.
Di masa sebelumnya atau jauh sebelum kejadian tsunami tersebut. Di tengah hutan yang selalu menjadi lokasi inti dari cerita ini. Djaya dalam bentuk astralnya mengelilingi hutan untuk mencari Shamar.“Shamar... Shamar...” panggil Djaya. Suaranya mengisi seluruh hutan, menggema ke setiap sudut. Angin berhembus mengantarkan suara Djaya yang memanggil Shamar.Shamar mendengar suara itu dan segera membalasnya, “Ada perlu apa Paduka datang kemari?” sapa Shamar. Ia masih menghormati Djaya yang pernah membuatnya kecewa.Djaya mengubah wujudnya dalam bentuk manusia untuk berkomunikasi dengan Shamar, “Aku perlu bantuanmu,” pinta Djaya sambil mengatupkan tangannya.“Apa yang bisa saya bantu?” jawab Shamar juga mengatupkan tangannya dan sedikit menunduk.“Aku berencana menjadikan seseorang untuk penyeimbang Herrscher. Aku yakin Herrscher di masa yang akan datang, akan mendatangkan bencana ke negeri in
Meta segera masuk ke bangunan itu untuk melihat apa yang terjadi di atap gedung. Akibat gempa tersebut, lift gedung itu tidak aktif. Ia terpaksa harus menaiki tangga darurat karenanya. Meta mencari posisi tangga darurat. Suasana dalam gedung itu sangat kacau. Orang – orang berlarian keluar karena takut akan gempa. Meta harus berdesak – desakan masuk ke dalam gedung.Meta melihat banyak orang berbondong – bondong keluar dari tangga darurat. Air sudah mulai masuk ke lantai pertama gedung tersebut. Orang – orang semakin bingung, apakah mereka harus keluar dari gedung, atau justru harus bertahan di dalam gedung. Melihat orang – orang tersebut tidak ada pergerakan, Meta semakin kesal.“Minggir!” teriak Meta sambil berusaha memecah keramaian gedung itu. Ia berhasil masuk ke tangga darurat dan melawan arus keluar manusia di dalamnya. “Minggir!”------------------------------Herrscher telah tiba di gedung yan
Pagi hari telah tiba. Gedung yang sebelumnya gelap mulai mendapatkan sedikit cahaya dari luar. Hewan – hewan malam mulai bergerak mencari tempat untuk beristirahat. Herrscher bersama Death bersiap berangkat menuju tepi laut. Suara berisik tersebut membuat Vladimir terbangun dari tidurnya dan melihat Herrscher bersiap untuk pergi. Vladimir segera menghampiri Herrscher.“Mau kemana kalian?” tanya Vladimir.“Kau disini saja, jaga Meta agar tidak kemana – mana,” perintah Herrscher.“Tenang saja, dia sedang tidur,” jawab Vladimir.Herrscher bersiap – siap berangkat. Dengan cepat Herrscher dan Death melesat dengan cepat ke arah tepi laut. Mereka terbang secepat kilat tanpa disadari oleh manusia yang berada di darat. Mereka tidak menggunakan portal karena mereka ingin sekalian melihat kondisi kota tersebut.Tidak terasa perjalanan mereka terlalu cepat hingga tibalah mereka di atap gedung yang terdekat dengan laut. Herrscher merasakan angin yang sangat kencang bertiup di sana. Herrscher menga
Herrscher telah selesai merawat luka Meta yang kini telah sembuh. Meta beranjak dari tempat tidurnya. Herrscher membantunya bangun. Meta masih merasakan sakit pada badannya. Terlihat dari wajahnya yang meringis menahan sakit.“Lebih baik kau istirahat dulu. Tampaknya luka bagian dalammu belum sepenuhnya pulih,” saran Herrscher. Ia kembali membaringkan Meta ke kasur.Meta tersipu malu karena perhatian dari Herrscher. Herrscher yang awalnya tampak cuek, bisa seperhatian itu dengannya. Ia memalingkan wajahnya dari Herrscher agar tidak terlihat betapa merah mukanya saat ini. Herrscher menyadari reaksi tersebut dan segera bergegas melepaskan Meta. Mereka berdua berpaling muka.Meta kembali berbaring di kasur dan memejamkan mata.“Seperti ini ya ternyata rasanya menjadi manusia...” ucapnya pelan.“Maksudmu?” tanya Herrscher.“Ah, bukan apa – apa. Tampaknya aku mengigau karena luka ini.” M
Malam pun tiba, Herrscher, Meta dan anak itu menempati salah satu gedung yang dirombak oleh Herrscher dengan teknologinya. Suasana di gedung yang telah lama tidak terurus itu pun menjadi sangat nyaman, meski hanya pada lokasi tertentu yang Herrscher rombak. Mereka berkumpul di suatu meja dan makan bersama di sana. Meski berkumpul, mereka semua hanya diam menikmati makanan masing – masing.Meta mencoba mencairkan suasana dengan mengajak ngobrol anak itu.“Ohya, dari tadi aku tidak melihat kau bersuara. Siapa namamu?” tanya Meta kepada anak itu.Anak itu tidak menjawab dan tetap menikmati makanannya.“Dia tidak memiliki nama. Aku belum memberikan nama padanya,” jawab Herrscher.Meta keheranan, “Bagaimana mungkin! Dia anakmu kan?” tanya Meta terkejut.“Bukan, dia bukan anakku. Kau tidak perlu ingin tahu tentang anak ini, karena aku tidak akan menjawab pertanyaan tentang itu,” jawab Herrscher
Herrscher telah kembali ke lokasi dimana anak itu masih pingsan. Ia segera membawa anak itu untuk ia sembuhkan lukanya. Sesampainya di area yang Herrscher ubah menjadi markas sementara, Herrscher melakukan perawatan pada anak itu. Dengan teknologi yang Herrscher miliki, luka itu sembuh dengan seketika. Anak itu tidak merasakan kesakitan lagi. Ia segera menyuruh anak itu berdiri dan mengajaknya untuk bergegas keluar dari kota itu. Anak itu menuruti Herrscher dan ikut pergi bersamanya.------------------------------Tak terasa setahun berlalu setelah kematian sang jurnalis. Herrscher masih menyimpan amarah kepada para militer yang ternyata memiliki rencana busuk kepada jurnalis itu. Selama setahun Herrscher dan anak itu berpindah – pindah lokasi. Berbagai ilmu kehidupan dan penderitaan telah Herrscher berikan kepada anak itu. Mental anak itu semakin kuat berkat pendidikan yang diberikan oleh Herrscher. Di usia yang masih sangat muda, anak itu disadarkan bahwa dunia