Share

7. Penguat Hati

Author: Aksara Ocean
last update Last Updated: 2025-03-14 11:28:14

Bab 7

"Jangan pernah ganggu Aruna, Bas, atau kamu akan berhadapan sama Mami!"

Bastian memukul setir kemudi. Masih teringat jelas peringatan keras yang diberikan oleh ibunya sendiri siang tadi. Lelaki yang tengah menempuh perjalanan menuju rumah itu tak bisa menahan umpatan di bibirnya.

"Sialan! Apa Aruna sengaja mau mengadu domba aku sama Mami? Kenapa dia cerita-cerita sama Mami segala?!"

Setir kemudi kembali dipukul. Bastian tak peduli dengan rasa sakitnya, sebab ia perlu melampiaskan amarah ini, agar bisa terurai sedikit demi sedikit. Sejak awal Bastian pikir, kalau Aruna tidak akan pernah memiliki pengaruh sebesar ini setelah mereka menikah.

Akan tetapi, apa faktanya? Aruna bisa sangat dekat dengan Fathan. Selain itu, Aruna juga mampu membuat Lusiana selalu berpihak padanya, sampai-sampai Lusiana berani menghadang teman-teman sosialitanya untuk membela si menantu, yang memang benar berasal dari keluarga miskin!

Sampai di rumah, Bastian mencoba mengatur napas. Sekarang sudah pukul sepuluh malam. Bastian yakin, kalau Fathan sudah terlelap di kamarnya. Sejak ia menikah dengan Aruna, Bastian menyadari jika dirinya jarang sekali menghabiskan waktu dengan Fathan.

Selain karena punya banyak urusan di perusahaan, ia juga tak mau berlama-lama dengan Aruna!

Masuk ke dalam rumah, Bastian harus membuang napas jengkel, sebab perempuan yang ingin dihindarinya malah ada di depan mata. Aruna sengaja menunggu suaminya pulang. Ia harus mengucapkan maaf. Aruna sadar, kalau Bastian pasti sangat marah besar.

"Mas," panggil Aruna saat Bastian sengaja melewatinya. "Aku minta maaf soal yang tadi," tambahnya sungguh-sungguh.

Bastian tak menggubris. Lelaki itu lebih memilih duduk di sofa dan berkutat dengan ponselnya selama hampir lima menit. Sementara Aruna? Tentu saja berdiri di sebelah sofa yang diduduki oleh suaminya.

Aruna memutuskan kalau ia dan Bastian harus berdamai malam ini juga. Akan Aruna lakukan apa pun, agar Bastian tak marah lagi. Bukan tanpa sebab ia melakukan itu. Aruna hanya tidak mau Fathan bertanya seperti beberapa jam lalu, ketika anak lelaki itu belum tidur.

"Papa masih marah sama Mama?"

Pada saat itu, ia hanya menjawab dengan gelengan kepala. Entah mengapa, Aruna merasa tak akan pernah sanggup berbohong terlalu banyak di depan Fathan.

"Aku minta maaf." Aruna mengulang, kemudian kembali berkata, "aku akan tau diri, Mas. Kejadian seperti tadi gak akan pernah terulang lagi. Sebisa mungkin, aku juga akan jagain Fathan."

Barulah Bastian mengangkat kepala, menatap sang istri dengan sorot yang masih saja datar. "Bagus! Harusnya kamu sadar diri lebih awal!" timpalnya lantas naik ke lantai dua.

Aruna memejamkan mata. Kedua kakinya bergerak pasti menyusul Bastian. Namun, ia melihat sendiri jika lelaki itu tak masuk ke kamar mereka. Bastian memilih masuk ke ruang kerja, dan tak pernah lagi keluar dari sana.

***

Perempuan itu senantiasa tersenyum, beriringan dengan matahari pagi yang muncul ke permukaan. Sebisa mungkin Aruna bersikap seperti manusia yang tak punya banyak persoalan. Tentu ia harus tampil ceria dan energik ketika bersama dengan Fathan.

Mobil yang mereka tumpangi masuk ke area sekolah, kemudian berhenti tepat di area lobby yang luas dan megah. Sudah dua kali Aruna mengantar Fathan sekolah, tetapi ia masih tak bisa beradaptasi dengan lingkungan di mana anak sambungnya mengenyam pendidikan.

"Mama?" panggil Fathan.

Aruna menoleh. "Kenapa, Sayang? Ada yang ketinggalan?"

"Nggak ada. Kita keluar, yuk? Mama harus liat tempat-tempat bagus di sekolahku!"

Ajakan itu sungguhlah berat. Aruna menatap ke luar jendela mobil. Di luar sana, mobil mewah berjejer teratur. Anak-anak keluar ditemani oleh para orang tua. Kebanyakan para ibu tampil cantik, elegan, serta bersahaja. Sudah pasti mereka semua adalah golongan orang kaya.

"Fathan pasti malu kalau aku keluar mobil pake baju kayak gini," gumamnya dalam hati, menilik penampilannya sendiri.  Aruna hanya memakai celana jeans panjang, dipadukan dengan kaos sederhana. Rambutnya pun hanya diikat kuncir kuda. Aruna tak membawa tas mewah, atau memakai sandal mahal. Bahkan ia tak memakai perhiasan, kecuali cincin emas yang diberikan Bastian sebagai salah satu mas kawin mereka.

"Besok aja ya, Sayang?" Aruna mencoba bernegosiasi.

"Kenapa harus besok, Ma? Ayo sekarang aja."

"Jangan sekarang," tolak Aruna disertai gelengan kepala. "Pagi ini Mama salah pake baju. Nanti kamu malah diejek sama temen-temen kalau mereka tau, kalau Mama ini adalah Mama kamu."

"Mama …." panggil Fathan seraya memegang tangan Aruna. "Mama jangan malu sama baju Mama. Gak ada yang salah, kok! Mama itu cantik pake baju apa aja!"

Kontan Aruna tertawa. Ia menganggap Fathan sedang menghiburnya. Padahal apa yang dikatakan oleh bocah lelaki itu bukanlah bulan semata.

"Mama itu mirip sama ibu peri!" tambah Fathan membuat Aruna tak bisa menahan air matanya.

Segera ia menengadah, agar tak ada air mata yang jatuh.

"Aku serius lho, Ma!"

Aruna pun tersenyum hangat. "Dari mana kamu belajar bilang kayak gitu?" tanyanya penasaran.

"Dari Papa!" jawab Fathan cepat. "Papa selalu bilang, kalau kita sebagai manusia, gak boleh hanya menilai orang lain dari penampilan."

"Kamu bijak sekali, Nak," puji Aruna mengusap penuh kasih kedua pipi Fathan. "Kasih Mama kesempatan, ya? Mulai besok, Mama akan keluar terus nganterin kamu sampai ke depan pintu lobby. Oke?"

Fathan pun mengangguk. Ia sudah ingin keluar, tetapi lagi-lagi mengurungkan niatnya, karena ada hal yang harus ia katakan pada Aruna.

"Mama jangan sedih terus, ya. Aku jamin kalau Papa itu baik. Kemarin Papa marah karena aku yang nakal. Nanti aku minta maaf sama Papa. Tapi kalau Papa masih marah sama Mama, Mama bisa lapor sama aku!"

Sekarang tak hanya Aruna yang tertawa, tetapi sopir pribadi yang sejak tadi duduk di kursi depan pun melakukan hal serupa. Sopir tersebut sengaja diam, karena ia diminta Bastian untuk memata-matai bagaimana Aruna mengasuh Fathan.

Sementara Aruna memilih menganggukkan kepala. Di matanya, Fathan terlihat sangat memesona daripada Bastian. Ya, mungkin karena anak lelaki berusia tujuh tahun itu pandai membuat orang dewasa di sekitarnya terkesima, dengan perangai yang baik.

"Mama doakan semoga kamu selalu bahagia, Nak," batin Aruna dalam hati, saat Fathan sudah keluar dari mobil dan melambaikan tangan padanya.

Melihat Fathan, rasanya Aruna bisa bertahan sampai akhir.

******

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ibu Pengganti Untuk Anak Presdir   110. Ancaman Untuk Sandra

    Bab 110 Ancaman Untuk Sandra"Papa tidak bisa menyentuh Bastian! Dia dijaga banyak orang!"Juanda kembali marah setelah mendengar perkataan Burhan di seberang sana. "Lakukan cara apapun, Pa! Jangan biarkan Bastian menang, karena kita harus mendapatkan Fathan! Ingat, Pa, sampai detik ini menantu Papa tidak bisa melahirkan anak laki-laki! Cuma aku yang bisa memberikan Papa penerus keluarga!"Setelah berucap sembarangan pada ayahnya sendiri, Juanda langsung mematikan sambungan telepon. Ia begitu emosi, lantaran tak ada seorang pun yang bisa diandalkan.Semuanya menyerah saat berurusan dengan Bastian."Apa yang mereka takutkan dari seorang Bastian Widjaya? Laki-laki tak sekuat kelihatannya! Bastian sangat lemah, apalagi jika orang-orang terdekatnya berhasil diusik!"Juanda memukul-mukul setir kemudi. Sekarang ia bingung harus merencanakan apa, lantaran kepalanya terasa penuh.Lantas beberapa saat kemudian, Juanda teringat pada Sandra. Perempuan itu mengatakan akan mendapatkan informasi te

  • Ibu Pengganti Untuk Anak Presdir   109. Permintaan Aruna

    Bab 109 Permintaan ArunaBastian tak memaksakan kehendak. Setelah Aruna mengatakan tidak, maka ia pun keluar dari kamar. Hanya saja, sekarang Bastian merasa bingung harus mengatakan apa pada Lusiana."Bas, Mami bingung harus menenangkan Fathan dengan cara apalagi. Tiap hari dia selalu menanyakan Aruna. Dia sangat rindu sama ibunya, Bas. Tolong beri tahu Aruna soal Fathan. Mami gak tega melihat Fathan terus murung tiap harinya karena gak bisa ketemu sama Aruna."Untuk menyampaikan hal tersebut, siang tadi Lusiana menemuinya di kantor. Bastian pun mengatakan kalau ia akan bicara pada Aruna. Karena bagaimanapun, kebahagiaan Fathan adalah nomor satu.Sebenarnya, sejak Fathan tinggal di rumah Lusiana, Bastian sudah mengkhawatirkan hal seperti ini, mengingat istri dan anaknya sangat dekat. Fathan pastilah merasa bingung, karena mendadak ia tak bisa menemui Aruna.Jangankan bertemu secara langsung, bicara melalui telepon saja tidak pernah bisa."Apa aku harus memohon pada Aruna, atau mengata

  • Ibu Pengganti Untuk Anak Presdir   108. Diary Berlian

    Bab 108 Diary Berlian"Dari baunya, warna kertasnya yang sebagian sudah menguning, buku ini bukan buku baru," gumam Aruna, setelah membuka asal beberapa lembar dari buku harian milik Berlian.Aruna memang sangat berhati-hati, karena ia berpikir kemungkinan besar Bastian akan menipunya, mengingat kamar ini berada di rumah lelaki itu."Aku putuskan, kalau ini memang buku harian milik mendiang Berlian." Aruna bergumam lagi. Sembari mengangguk setelah mendapatkan keyakinan, akhirnya ia membuka halaman pertama.[Kata orang, awal memasuki dunia perkuliahan adalah masa-masa terindah untuk jatuh cinta. Dan sejak pertama kali masuk kuliah, aku sudah jatuh cinta dengan seorang kakak tingkat. Kemarin malam saat acara wisuda cinta pertamaku ini, aku memberanikan diri memberikan dia buket bunga. Senang sekali, karena dia menerima dan menanyakan namaku!]Tanpa sadar, Aruna ikut tersenyum membaca isi hati Berlian yang tertuang dalam sebuah catatan. Membuka halaman kedua, Aruna pun ikut merasakan bet

  • Ibu Pengganti Untuk Anak Presdir   107. Pembalasan Bastian

    Bab 107 Pembalasan BastianHari ini Juanda merasa sangat bahagia. Semuanya sesuai dengan rencana yang telah disusun. Kedua orang tuanya akhirnya mengizinkan ia menikahi Aruna, agar kelak bisa mengambil alih Fathan. Selain itu, Burhan juga bermurah hati memberikan fasilitas lain, seperti bodyguard yang mulai besok akan berjaga di villa, juga tentunya nominal uang yang tak sedikit.Sekarang, Juanda tengah melakukan perjalanan menuju villa. Ia akan mengajak Aruna makan malam di luar, tentunya di lokasi yang jauh sekali dari kediaman Bastian.Akan tetapi, saat mobilnya sudah dekat dengan area villa, Juanda keheranan karena ada banyak orang berbondong-bondong ke arah tempat tinggalnya."Kenapa mereka naik ke bukit? Ada apa ini?" tanya Juanda mulai merasa was-was.Saat itu juga, ia menambah laju kendaraan. Saat semakin dekat, barulah Juanda melihat kepulan asap yang berasal dari dalam villa. Kontan saja lelaki itu keluar dari mobil dengan langkah begitu cepat."Kenapa rumahku bisa terbakar?

  • Ibu Pengganti Untuk Anak Presdir   106. Rencana Licik

    Bab 106 Rencana LicikJuanda telah tiba di kediaman keluarga Raharja. Dengan langkah ringan, ia masuk begitu saja, tak memedulikan tatapan para asisten rumah tangga yang terkejut akan keberadaannya.Sudah lama sekali Juanda tak pulang, karena selama ini ia selalu bersembunyi di beberapa tempat untuk menghindari dendam kesumat keluarga Widjaya. Lantas sekarang, Juanda punya alasan mengapa tiba-tiba saja ia pulang ke rumah.Pertama, Juanda ingin mengambil dokumen-dokumen penting miliknya. Kedua, ia harus meminta uang pada Burhan. Lalu yang ketiga, Juanda akan membeberkan rahasia besar yang selama ini disembunyikan rapat-rapat oleh keluarga Widjaya."Seenaknya kamu pulang ke rumah tanpa pernah memberi kabar keluarga kamu sendiri!" Burhan menghampiri Juanda yang tengah sibuk di kamarnya.Asalnya Burhan tengah berada di kantor, tapi orang-orang di rumah kompak memberi kabar serupa, bahwa Juanda ada di rumah. Maka dari itu ia memutuskan untuk pulang. Sementara sang istri akan menyusul setel

  • Ibu Pengganti Untuk Anak Presdir   105. Lusiana Dan Aruna Bersitegang

    Bab 105 Lusiana Dan Aruna Bersitegang"Kamu pikir aku akan percaya, Mas?" tanya Aruna dengan tawa. "Setelah menyaksikan sendiri betapa kasar perlakuan kamu, aku memutuskan untuk tetap percaya pada Juanda!" putusnya berdiri tegak."Tidurlah di kamar ini, dan cari tahu semuanya sendiri. Jawaban yang sebenarnya ada di sini," ucap Bastian ikut berdiri."Aku mau keluar dari rumah ini, Mas! Aku gak mau jadi istri dari seorang pembunuh seperti kamu!""Apa maksud kamu?!" Lusiana yang baru saja tiba dan mendengar semua perkataan Aruna, langsung masuk ke dalam kamar dengan wajah penuh amarah."Siapa pembunuh yang kamu maksud?!" tanyanya tetap membentak."Anak Mami adalah pembunuh!" jawab Aruna menunjuk Bastian. "Jangan sembunyikan apa pun lagi, karena aku sudah tau semuanya! Sekarang, lebih baik kalian semua lepaskan aku dari sini!"Lusiana sungguh tak menyangka, Aruna berani mengatakan kalimat di luar nalar seperti itu. Amarahnya melesat naik, ia siap membantah dan kembali memarahi sang menant

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status