Share

6. Amarah Bastian

Author: Aksara Ocean
last update Last Updated: 2025-03-14 11:24:38

Bab 6

Bastian kembali ke meja makan usai menuntaskan urusannya. Baru duduk dan ingin menyendok nasi, tatap matanya malah tertuju pada ponsel. Jelas Bastian tahu, kalau letak ponselnya telah berubah dari yang terakhir kali diingatnya.

Tanpa kata, lebih dulu Bastian mengambil benda pipih itu. Wajahnya semakin datar saat melihat nama siapa yang tertera di riwayat panggilan tak terjawab. Ia mengangkat kepala, lantas pandangannya jatuh pada Aruna yang tengah menatapnya.

"Kamu yang pegang hp saya?" tanya Bastian membuat Aruna terkesiap.

"Nggak, Mas!"

"Jangan bohong!" Mendadak Bastian tidak bisa mengontrol suara. Ia sampai lupa ada Fathan yang memperhatikan dengan lekat. "Jangan pernah lancang, Aruna! Hp ini barang pribadi saya! Kamu harus tau batas privasi!"

"Mas—"

"Saya gak mau dengar apa-apa!" potong Bastian begitu arogan. "Ini peringatan pertama dan terakhir dari saya!"

Aruna sudah menyiapkan berbagai macam kalimat untuk membela diri. Namun, lagi-lagi Fathan bergerak lebih cepat. Anak lelaki itu meniru Bastian, yakni menatap lebih dulu lawan yang hendak diajak bicara.

"Bukan Mama yang pegang-pegang hp Papa, tapi aku!" Fathan mengaku, sampai Bastian batal mengangkat sendok.

"Jangan—"

"Papa bisa cek cctv!"

Satu hal yang dilakukan oleh Aruna saat ini adalah menelan ludah. Rasanya sulit sekali untuk percaya, jika anak berusia tujuh tahun bisa berkata seperti itu. Aruna ingin mencoba maklum. Sebab bagaimanapun juga, pastilah Fathan meniru sikap dan cara bicara ayahnya sendiri.

Sementara Bastian pun berdecak pelan, tetapi berusaha tak terlihat marah seperti tadi. Fathan adalah harta paling berharga yang akan selalu ia jaga. Jangan sampai ia membentak Fathan.

"Aku gak suka sama Tante Jahat, Pa! Dia gak boleh datang lagi ke sini! Aku gak mau ketemu sama Tante Jahat!" Fathan tidak lagi merengek, melainkan berkata cukup tegas untuk anak seusianya.

"Sayang," panggil Aruna hendak membujuk Fathan.

Belum sempat mengucapkan sesuatu, Fathan turun dari kursi makan dan berlari ke lantai dua. Pengasuh Fathan gegas menyusul. Suasana di meja makan pun semakin canggung.

Kali ini Bastian berdecak keras. Ia meneguk air putih sampai tandas tak tersisa. Pagi ini emosinya terasa diaduk, karena lagi-lagi Fathan selalu berpihak pada Aruna. Ingin sekali Bastian mengembalikan keadaan seperti dulu, yakni membuat Fathan selalu menurut padanya.

"Apa kamu gak bisa melarang Fathan supaya gak pegang hp saya?" tanya Bastian, berhasil menahan langkah Aruna yang hendak meninggalkan ruang makan.

"Maaf, Mas," gumam Aruna merasa bersalah. "Kalau aku boleh tau, siapa Sandra itu, Mas? Kenapa Fathan gak mau dia datang ke sini?"

Sendok di tangan Bastian telah dibanting sekuat tenaga, menciptakan bunyi yang sangat tak nyaman di telinga. Lekat sekali lelaki itu menatap istrinya sendiri. Aruna sadar, kalau ia telah membuat Bastian semakin murka.

"Jangan banyak tanya, Aruna!" ucap Bastian dengan nada kasar. "Kita memang menikah. Tapi kamu harus ingat, posisi kamu di rumah ini tidak lebih dari seorang pengasuh untuk Fathan! Usahakan kamu tidak berlebihan, karena saya bisa saja mengeluarkan kamu dari rumah ini, dan membuat hidup kamu kembali miskin seperti sebelumnya!"

Pada akhirnya, kalimat menyakitkan itu keluar dari mulut Bastian. Aruna seperti orang bodoh yang hanya bisa menatap, tanpa pernah mengeluarkan sepatah kata pun untuk membela diri.

***

Tepat jam sebelas siang, Lusiana datang ke rumah putranya. Ia punya maksud, yakni ingin menghibur Aruna yang pasti merasa sedih karena kejadian kemarin di klinik.

"Sebetulnya, aku sangat mampu bikin hidup si Herma itu hancur berantakan! Tapi aku gak boleh gegabah. Aku harus lihat dulu gimana kondisi menantuku. Kalau sampai Aruna gak mau keluar rumah karena malu, aku gak sudi menahan diri!"

Perempuan paruh baya itu mengangguk. Janji yang ia sebutkan, akan selalu dilaksanakan tepat waktu. Masuklah Lusiana ke dalam lift menuju lantai dua. Sebelumnya ia sudah diberi tahu oleh para pekerja, jika Aruna ada di kamar utama dan tak keluar lagi usai sarapan bersama anak dan suaminya.

"Aruna? Ini Mami, Nak," panggilnya seraya mengetuk pintu kamar.

Di dalam sana, Aruna langsung terduduk. Sejak tadi ia berbaring di atas tempat tidur, menatap jendela kamar yang terbuka. Aruna sedang menetralkan sakit hatinya atas perkataan Bastian tadi pagi.

"Kamu tidur ya, Run?" tanya Lusiana lebih pelan daripada sebelumnya.

Bergegas Aruna membuka pintu. Satu hal yang ia lakukan adalah menyuguhkan senyum hangat. Kendati begitu, Lusiana yang sangat cerdas bisa menerka ada sesuatu dari ekspresi menantunya.

"Kamu masih sedih soal yang kemarin, ya?" Lusiana berbalik, memilih duduk di sofa balkon.

"Nggak, Ma. Aku baik-baik aja, kok."

Ya, perkataan serupa hinaan dari teman-teman sosialita Lusiana, jelas tak ada apa-apanya, jika dibandingkan dengan kalimat tajam yang dikatakan Bastian. Sudah pasti rasa sakitnya timbul berkali-kali lipat karena itu.

"Terus kenapa muka kamu murung begitu?" Lusiana tak lelah bertanya.

Aruna pun menunduk. Sepertinya, ia memang harus lebih terbuka pada Lusiana. Bukannya apa, Aruna butuh masukan agar bisa bersikap lebih baik di depan Bastian.

Tertuturlah kejadian tadi pagi, sehingga Lusiana langsung bereaksi di luar dugaan. Perempuan paruh baya itu berdiri setelah merogoh ponsel di dalam tas, kemudian menempelkan alat komunikasi itu di telinga kirinya.

"Bastian!" serunya dengan satu tangan berkacak pinggang. "Jangan pernah sekalipun kamu bikin Aruna gak nyaman tinggal di rumah kalian! Kalau sampai itu terjadi, Mami gak akan pernah tinggal diam!"

Aruna kontan berdiri, berniat menenangkan Lusiana agar tak memaki Bastian. Namun, Lusiana kadung marah. Ia jelas tak terima, jika menantu semata wayangnya ini mendapatkan perlakuan buruk dari Bastian, padahal Aruna sudah sangat berjasa mengembalikan keceriaan Fathan!

********

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ibu Pengganti Untuk Anak Presdir   160. TAMAT

    Bab 160 TAMATSetahun telah berlalu dengan begitu cepat. Aruna dan Bastian sama-sama tak menyangka, mereka bisa merawat dua anak sekaligus."Mama ...." Suara Fathan melengking keras dari lantai satu. Aruna yang tengah menyiapkan segala keperluan untuk liburan di luar kota, bergegas turun meninggalkan kamar.Sementara Bastian yang baru ingin mengecek mobil pun turut menghampiri asal suara. Mereka berdua lantas ternganga di tempat yang sama, ketika Azura duduk di atas karpet. Dari atas kepala sampai ujung kaki, tubuh bayi berusia satu tahun itu dipenuhi bubuk berwarna putih. Penyebabnya satu, Azura tengah memegang kaleng susu yang terbuka."Ya Allah, Nak ...." Aruna menggelengkan kepala, berusaha tak melengking saat melihat pemandangan cukup mengerikan itu.Buru-buru Aruna mengambil alih Azura. Bocah bayi itu malah menangis, masih ingin bermain dengan bubuk susu yang memenuhi karpet."Matanya kena gak?" tanya Bastian, pun turut berusaha tenang."Nggak, Mas, aman," jawab Aruna. "Aku mandi

  • Ibu Pengganti Untuk Anak Presdir   159. Karma?

    Bab 159 Karma?Azura Putri Widjaya, adalah nama yang diberikan oleh Bastian untuk putri kecilnya.Setelah hari kelahiran Azura, rumah Bastian tampak semakin ramai dan hangat. Kebahagiaan juga terlihat dari berbagai sudut. Semua orang menyambut si putri kecil dengan penuh sukacita, termasuk Fathan.Tiap hari, Fathan memperhatikan dengan seksama perkembangan adik kecilnya. Ia juga kerap bertanya banyak pada Aruna dan Bastian, soal mengapa sang adik harus diajak main di taman tiap pagi, dan banyak lagi.Sebagai orang tua, Aruna dan Bastian tentunya berusaha memberikan jawaban yang mudah dipahami. Untunglah Fathan merupakan anak yang cerdas, sehingga ia mudah sekali mengingat penjelasan dari kedua orang tuanya, dan menyimpan baik-baik semua itu dalam ingatan."Om Liam mau datang malam ini." Bastian memberi tahu setelah menerima telepon dari Liam."Bukannya Om Liam masih sibuk mengurus pencalonannya jadi gubernur, Mas?""Iya, tapi Om Liam janji mau pulang sebentar demi ketemu sama cucunya

  • Ibu Pengganti Untuk Anak Presdir   158. Kembali Pulang

    Bab 158 Kembali PulangAruna telah kembali ke rumah mewah Bastian. Kedatangannya disambut penuh haru oleh Lusiana dan Heru. Datangnya Aruna, menandakan hati perempuan yang satu itu telah lapang."Ini yang Ayah inginkan sejak lama, Run. Terima kasih sudah mau pulang." Heru berkata demikian seraya memeluk putri semata wayangnya. Kemudian ia mengusap perut buncit Aruna.Ketika tinggal terpisah, Heru kerap mengunjungi Aruna. Namun, ia tak pernah menginap. Bagi Heru, lebih baik menemani Bastian yang kesepian. Entahlah, selama ini hatinya memang condong pada sang menantu. Bukan karena Bastian adalah lelaki kaya dan mampu memberikan segalanya, tetapi karena Heru melihat sendiri, selama ini Bastian nelangsa ditinggal Aruna dan Fathan."Maaf ya, Yah," ucap Aruna penuh sesal."Sudah, jangan dibahas lagi. Semuanya sudah selesai," balas Heru melempar senyum hangat.Lusiana pun gantian memeluk sang menantu. Ia ucapkan perkataan yang sama dengan Heru. Usahanya menyampaikan kerinduan Aruna pada Bast

  • Ibu Pengganti Untuk Anak Presdir   157. Kehangatan!

    Bab 157 Kehangatan!Sejak tahu akan mendapatkan anak perempuan, Bastian dan Aruna bisa bersikap lebih hangat terhadap satu sama lain. Kendati tak jarang juga, Aruna bersikeras menolak semua fasilitas dari Bastian. Perempuan itu selalu beralasan ia bisa melakukannya sendiri.Akan tetapi, saat kandungannya menginjak angka ke sembilan bulan, Aruna semakin kepayahan. Tenaganya mudah sekali habis. Kadang untuk berjalan dari kamar ke taman belakang, Aruna harus berhenti sebanyak dua kali untuk menghela napas panjang."Bu, apa perlu saya ambilkan kursi?" Sang ART bertanya ketika Aruna tampak lelah, usai menyiram tanaman di taman belakang."Nggak usah, Bi, saya gak apa-apa," jawab Aruna dengan senyum.Hanya butuh tiga menit bagi Aruna berdiri sementara sambil merasakan perutnya yang membuncit bertambah berat, sebelum pada akhirnya ia kembali ke rumah depan.Rencananya, hari ini Aruna akan mengganti semua bunga di rumahnya. Aruna selalu melakukan itu setiap minggu, agar kesan segar tetap teras

  • Ibu Pengganti Untuk Anak Presdir   156. Jenis Kelamin

    Bab 156 Jenis KelaminBastian tentu terkejut dengan permintaan Aruna. Sebelumnya, ia menang sering mengantar sang istri pergi ke dokter kandungan, tapi baru pertama kali ini Aruna memintanya secara khusus.Hati Bastian berbunga, sehingga ia mengangguk senang. Lantas berikutnya, lelaki itu pergi ke kantor.Barulah keesokan harinya, Bastian kembali ke rumah Aruna. Istrinya sudah siap, sehingga mereka langsung berangkat."Aku harap bulan ini kita bisa lihat jenis kelamin bayinya," ucap Aruna."Aamiin. Walaupun belum bisa, kita masih punya dua bulan ke depan. Gak usah terburu-buru juga, asalkan kamu dan anak kita sehat."Anak kita.Hati Aruna berdesir kencang. Rasanya menyenangkan sekali mendengar Bastian selalu menyebutkan dua kata itu.Sampai di rumah sakit, keduanya masuk ke ruang dokter kandungan. Aruna berbaring di atas ranjang pasien yang tersedia di sana. Pemeriksaan pun dilakukan.Dokter mengoleskan gel di perut Aruna, seraya menanyakan keluhan apa saja yang dirasakan olehnya sela

  • Ibu Pengganti Untuk Anak Presdir   155. Semakin Carut Marut

    Bab 155 Semakin Carut MarutLima bulan telah berlalu. Tak ada yang berubah dari rumah tangga sepasang suami istri itu, kendati kandungan Aruna makin membesar.Bastian tetap datang di hari Minggu dan Senin, bicara banyak dengan Fathan soal kegiatan sekolah, rencana liburan dan lain-lain. Bastian masih cukup sabar melihat istrinya selalu menghindar.Akan tetapi, tentu ia bertanya-tanya kapan semua ini akan berakhir? Bastian memikirkan nasib anak di kandungan Aruna. Jika hubungan mereka tak lekas membaik, maka bagaimana keduanya akan berbagi tugas sebagai orang tua baru?"Papa, kita jadi main hari ini?" tanya Fathan mengguncang lengan Bastian.Sejak tadi Fathan melihat papanya itu termenung sendirian di teras depan, sama sekali tak menggubris padahal sudah berulang kali Fathan mengajukan pertanyaan serupa."Papa? Kok malah bengong?"Barulah Bastian mengerjap. Pandangannya turun sesaat, pada Fathan yang berkacak pinggang di depannya."Kita jadi pergi, kan?""Jadi, Sayang!" jawab Bastian p

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status