#Istri_Gaib
Bab 8 : Restu Dari Istri Pertama
Sesampainya di depan rumah sang ibu, Haikal bergegas turun dari mobil abang iparnya lalu pamit pulang ke rumah. Ia begitu bimbang dengan Maura, tak mau istrinya yang cantik itu bersedih. Ia seakan bisa merasakan kegundahan yang dirasakan wanita berambut merah itu.
"Langsung pulang kamu, Kal? Gak masuk dulu?" tanya Henni menangkap raut cemas di wajah adik bungsunya itu.
"Haikal langsung pulang, Mbak, semuanya
... assalammualaikum," ujar Haikal seraya membalikkan tubuh saat langkahnya telah tiba di depan pagar rumah ibunya.Bu Ida dan Henni hanya saling pandang melihat tingkah Haikal, lalu masuk ke dalam.
*******
"Sayang, Abang sudah pulang," ujar Haikal saat membuka pintu rumahnya.
Pria berjas hitam itu celingukan dan mengedarkan pandangan ke seisi rumah, sambil melangkahkan kaki menuju kamar.
Akan tetapi, langkahnya langsung terhenti saat melihat sosok wanita yang sedang duduk meringkuk memeluk lutut di ruang tengah.
"Sayang, kamu lagi apa?" sapa Haikal sambil duduk di samping sang istri dan memeluknya.
"Adek lagi nungguin Abang," jawab Maura dengan wajah sedih.
"Maaf ya, Abang lama perginya. Adek jangan sedih gitu!" Haikal menatap wajah tak bersemangat wanita berkulit putih dengan tinggi semampai itu.
Maura merebahkan diri di pangkuan sang suami, meraih tangan pria berkulit sawo matang itu dan menempelkan di pipi.
"Bang, berjanjilah ... setelah menikahi wanita itu, Abang takkan berubah dengan Adek," ujar Maura dengan hati yang bimbang, ia takut nanti Haikal tak mencintainya lagi.
"Sayang, kalau kamu tak ingin Abang menikahi Nindi, tampakkanlah dirimu di depan ibu. Abang juga menerima perjodohan ini hanya karenamu." Haikal membangunkan tubuh Maura dan menatap matanya.
"Nggak bisa, Bang!" jawab Maura pelan.
"Jadi, Abang harus bagaimana?" tanya Haikal bingung, ia juga sedih.
"Adek rela kok Abang menikahi wanita bernama Nindi itu. Hanya saja ... semakin mendekati hari H begini, Adek jadi galau. Takut Abang gak sayang Adek lagi." Maura menatap Haikal.
"Kasih sayang dan cinta Abang hanya untuk Adek seorang. Abang janji." Haikal mengulurkan jari telunjuknya di hadapan sang istri.
"Kalau Abang sampai menyentuh dan mencintai dia, maka hubungan kita akan berakhir!" Maura tersenyum pahit sambil mengaitkan jari kelingkingnya.
Haikal mengusap pipi sang istri lalu meraihnya ke dalam pelukan.
"Iya, Sayang, Abang janji," bisik Haikal sembari menggendong tubuh Maura menuju kamar.
Maura tersenyum sambil mengusap pipi sang suami dan menatapnya penuh cinta.
********
Di saat sedang terlelap sambil memeluk tubuh sang istri, ponsel Haikal di atas nakas bergetar. Dengan malas, ia langsung bangun dan meraih benda pipih itu.
Haikal langsung melebarkan matanya saat melihat nama "Pak Guntur" menghiasi layar ponselnya. Ia langsung menggeser tombol hijaunya dan menempelkan ke telinga. Diliriknya jam di dinding kamar baru menunjuk ke angka 01.45.
"Haikal, segera bersiap! Sepuluh menit lagi mobil tim satu mendarat ke depan rumahmu. Lokasi Jalan Merak no.1." Suara Pak Guntur dari seberang sana.
"Siap, Pak!" jawab Haikal.
Sambungan telepon terputus, Haikal segera bangkit dari tempat tidur dan menyambar handuk. Lalu mandi dengan cepat.
Beberapa saat kemudian, Haikal sudah bersiap dengan dinas berwarna birunya.
Maura masih tertidur lelap. Haikal mendekat dan mengusap pipi mulus istrinya.
"Sayang, Abang pergi dulu," bisik Haikal sambil mengecup bibir istrinya.
Maura membuka mata dan mengucek mata, ia tersenyum manis sambil merangkul leher Haikal dan berniat membalas kelakuan sang suami yang menciumnya di saat tidur.
"Sayang, Abang dulu. Adek tidurlah, dan nanti jangan lupa ponselnya dibawa biar Abang bisa menghubungi Adek," ujar Haikal.
"Iya, Abang hati-hati! Selamat bertugas!" Maura bangkit dari tempat tidur dan menggandeng tangan sang suami keluar dari kamar lalu mengantarnya ke pintu depan.
Haikal membuka pintu dan mendapati mobil damkar timnya sudah menunggu di depan pagar rumah.
Haikal mengecup kening sang istri lalu melambaikan tangan. Pintu ditutup, ia langsung berlari menuju mobil.
"Kal, tadi ngapain kamu monyong-monyong gitu di depan pintu tadi?" Zeki menyikut Haikal yang duduk di sampingnya.
Haikal hanya melengos dan malas untuk menjelaskan kepada temannya yang memang terlalu kepo itu.
*********
"Kal, kamu kapan mengambil cuti, masa tinggal tiga hari mau nikah, masih bertugas saja!" ujar Ibunya saat menghampiri Haikal di depan rumah yang sudah bersiap di atas motornya.
"Haikal ambil cuti pas hari H saja, Bu. Akhir-akhir ini di kantor lagi sibuk, banyak kebakaran di lahan gambut. Ya sudah, Haikal berangkat dulu. Assalammualaikum." Haikal menurunkan kaca helmnya lalu pamit pergi.
Bu Ida menghela napas panjang, lalu melangkah menuju rumahnya. Ia tak mau berdebat dengan sang putra bungsu, syukur-syukur Haikal mau untuk menikah saja, ia sudah senang.
Baru saja Bu Ida sampai di depan rumahnya, seorang wanita turun dari taxi dan menyunggingkan senyum kepadanya.
Wanita berdaster itu mengerutkan dahi melihat sosok yang kini sedang melangkah ke arahnya dengan membawa bingkisan.
"Assalammualaikum, Bu," ujarnya sambil meraih tangan mantan calon mertuanya itu.
"Waalaikumsalam. Kamu Ellan 'kan? Ada gerangan apa kamu ke sini?" Bu Ida menatap sengit wanita dengan yang kini ada di hadapannya.
"Saya hanya mau silahturahmi saja, Bu. Boleh saya duduk di sini?" Ella tersenyum ramah.
"Duduk saja!" jawab Bu Ida ketus sembari meninggalkan tamunya itu.
Ella hanya tersenyum kecut melihat tingkah ibu dari mantan pacarnya itu. Padahal ia berharap mendapatkan sambutan baik karena kedatangannya bermaksud ingin menebus kesalahannya di masa lalu.
Bersambung ....
#Istri_GaibBab 83 (Tamat)“Pa, aku nggak bisa berubah menjadi manusia seutuhnya lagi .... “ ujar Meiry sambil menangis sambil mendekat ke arah papanya yang masih setia menunguinya.“Jadi ... Papa harus gimana, Nak?” Haikal menggenggam tangan putrinya.“Selama tinggal, Pa, jangan lupakan aku ... putrimu .... “ ujar Meiry sambil menyeka cairan merah yang terus berjatuhan dari matanya.“Nggak, Mei, Papa tetap akan membawamu pulang ... ayo!” Haikal mengeluarkan Meiry dari air dan menggendongnya.“Jangan, Pa, wujudku tak sempurna sekarang ... nanti Mama Nindi, Nenek Ida dan Kak Hana akan takut kepadaku ... biarkan aku tetap hidup di sungai, Pa,” bantah Meiry.Haikal tak memperdulikan perkataan putrinya itu, ia langsung memasukkan Meiry ke dalam mobilnya dan segera memacunya menuju arah pulang.Tiba-tiba, rasa sesak juga susah bernapas mulai dirasakan Meiry lagi, ia memegan
#Istri_GaibBab 82 : Sakit“Meiry .... “ Haikal yang ketika masuk ke dalam rumah langsung mendekati kamar Meiry kaget saat melihat putrinya itu basah kuyup.“Papa ... pulang ... Meiry .... “ Meiry memegangi dadanya yang terasa sesak, ia sekana tak bisa keluar dari dalam itu.“Kamu kenapa, Mei?” Haikal mendekat.Meiry segera berlari masuk ke dalam kamar mandi, lalu masuk ke dalam bak dan menenggelamkan dirinya. Kondisinya benar-benar kacau saat ini, padahal ia tak pernah seperti ini sebelumnya. Sekarang baru pukul 20.00 padahal, beda halnya jika sudah pukul 00.00.“Nak, kamu kenapa?” tanya Haikal sambil mengejar Meiry ke kamar mandi.Setelah menyelam beberapa detik, Meiry mengeluarkan kepalanya. Sedangkan Haikal, ia menatap putrinya itu dengan raut cemas.“Meiry ... kamu kenapa, Nak?” tanya Haikal sambil mengelus rambut merah putrinya.“Aku nggak tahu, Pa,
#Istri_GaibBab 81 : BimbangHaikal kembali ke rumahnya setelah mengantar Bu Ida pulang. Ia jadi terus kepikiran akan pembericaraan mereka tadi. Dengan menghela napas berat, ia duduk di sofa ruang tengah lalu memegangi kepalanya dengan segala macam permasalahan. Hana belum sadar dari komanya, tapi kini ia malah resah akan nasib Meiry jika ibunya memanggil Ustaz Bumi.“Ya Tuhan ... bagaimana ini?” gumam Haikal.Haikal menggelengkan kepalanya. Ia tahu, Meiry siluman tapi ia ingin tetap bersamanya dan tak ingin kebersamaan mereka terusik. Sudah cukup ia merelakan berpisah dengan Maura dulu, tapi kini ia tak mau kehilangan darah dagingnya bersama sang istri gaib. Ia sangat berharap Meiry bisa menjadi manusia dan hidup layak, bersamanya.“Papa udah pulang?” Meiry yang baru keluar dari kamarnya, sambil menghampiri sang papa yang terlihat begitu kusut, duduk dengan memegangi kepalanya.“Eh, iya, Nak. Kamu lagi ngapain
#Istri_GaibBab 80 : Dugaan Bu IdaSiluman Buaya Putih menunggui Hana semalaman dan memastikan gadis itu masih hidup. Pagi ini ia sudah bersiap mengantar putri dari Haikal dan Nindi itu ke dasar pantai agar bisa menghirup udara segar dan tak sepertinya yang hanya menghabiskan waktu di dalam air. Andai ia bisa memilih, maka ia ingin terlahir sebagai manusia.Ketika matahari sudah menampakkan sinarnya, siluman buaya putih dengan wujud silumannya mulai membawa tubuh Hana ke permukaan air, ia memasukkan Hana ke dalam mulut panjangnya. Sesampainya di permukaan air, ia celingukan untuk meletakkan tubuh gadis berambut merah itu karena jilbabnya sudah terlepas saat Hana tenggelam waktu itu.“Toloong ... ada buaya!” teriak seseorang dari pinggir pantai saat melihat siluman buaya putih menampakkan kepalanya ke permukaan.“Mana? Ini pantai, Bro, air asin, mana mungkin ada buaya!” sanggah pria lainnya.“Itu ... lihat
Istri GaibBab 79 : TenggelamHaikal dan Nindi sudah kembali ke pinggir pantai, sedangkan Hana dan Meiry masih belum bisa ditemukan. Supir speadboat sudah meminta bantuan kepada teman-temannya untuk membantu mencari, juga sudah menghubungi tim pengawasan pantai guna membuat pengaduan adanya pengunjung pantai yang tenggelam agar bisa dibantu mencari dua penumpang banana boat yang hilang itu.“Bang, semoga kedua putri kita baik-baik saja .... “ Nindi mengusap air matanya yang terus berjautuhan sejak tadi.“Kita berdoa saja, Sayang.” Haikal merangkul bahu Nindi, ia juga sedang bersedih sekarang.Sedangkan di tengah-tengah pantai, beberapa tim masih melakukan pencarian. Tim penyelam juga sudah diturunkan ke dasar pantai untuk mencari dua putri Haikal yang tenggelam.***Meiry yang sudah melempar Hana ke dasar laut, segera berenang ke permukaan. Ia berharap saudara tirinya itu segera mati agar ia bisa hidup tenang d
#Istri_GaibBab 78 : Pantai Pulau DatokMeiry sangat kesal atas ucapan Hana kepadanya tadi, ingin rasanya ia melenyapkan saudara tirinya itu saat ini juga. Andai saja ia bisa, sudah lama ia melakukannya. Kini ia hanya bisa mengamati Hana dan cowok yang membawa kamera itu dari kejauhan saja.Ada rasa iri di hatinya jika ada cowok yang menyukai Hana dan ia takkan membiarkan hal itu terjadi sebab dia tetap harus unggul dibandingkam anak dari pelakor yang telah merebut sanga ayah dari Ibunya.Sedangkan Hana, setelah berpose dengan segala macam gaya, kini ia sedang duduk di sebuah kafe yang berada di dalam lingkup Villa. Ia sedang melihat hasil jepretan cowok yang baru dikenalnya itu.“Bagus banget, Bang, hasil fotonya,” ujar Hana.“Objeknya juga bagus, itu yang paling mendukung,” jawab cowok itu sambil melirik gadis berhijab di sebelahnya.“Hmm ... iya juga sih, hahaa .... “ Hana menutupi mulutnya sambi