#Istri_Gaib
Bab 9 : Istri Nyata
“Hen, di depan ada si Ella mantan pacar Haikal dulu. Kamu usir gih dia! Sekalian bawa satu lembar surat undangan pernikahan adikmu itu biar wanita tidak tahu diri tak mengira Haikal belum menikah sampai saat ini karena tida bisa move on darinya,” ujar Bu Ida kepada Henni, kakak kedua Haikal.
Henni sedikit penasaran dengan perkataan ibunya, lalu menuruti perintahnya. Ia langsung melangkah menuju teras dan mendapati Ella sudah melangkah di halaman hendak pulang.
“Ella, ini kotak kue kamu ketinggalan,” teriak Henni sambil menunjuk satu kota kue yang ada di atas meja teras.
Ella menoleh dan menghentikan langkahnya, lalu membalik tubuh ke arah Henni dan naik lagi ke teras.
“Itu kue buat Mbak Henni dan Ibu,” jawab Ella sambil menatap Henni, senyum tak lupa ia kembangkan.
“Oh, makasih deh. Oh iya, mumpung kamu ke sini ... Mbak sekalian mau ngasih kamu surat undangan pernikahan Haikal. Datang, ya! Acaranya hari minggu nanti, tiga hari lagi,” ucap Henni sembari pasang wajah manis.
Ella tertegun, ia kaget mendengar berita itu. Hatinya sedikit nyeri, padahal baru saja ia berbunga-bunga dan berharap bisa merajut kembali hubungan dengan pria yang hingga sampai detik ini masih ada di hatinya. Apalagi ia memang kesepian dan menganggap semua yang dialaminya sekarang karena telah kualat dengan sang mantan pacar yang ia tinggalkan hanya karena mengejar pria kaya.
“Ella, kok malah bengong sih?” tanya Henni sambil mendekat ke arah Ella dan mengulurkan kartu undangan itu lebih dekat lagi.
“Eh, iya, Mbak. Insyallah Ella datang kok. Semoga acaranya nanti lancar. Pamit ya, Mbak,” jawab Ella menerima surat undangan itu sembari membalikkan tubuh lalu melangkah pergi.
Henni tersenyum puas, melihat wanita yang telah mencampakan adiknya lima tahun yang lalu itu terlihat kecewa. Ia sudah mengetahui berita tentang Ella yang sudah menjanda dan peristiwa kebakaran itu sebab kompleks perumahan itu tak jauh dari rumah mertuanya.
******
Ella masuk ke dalam taxi, sambil mengusap wajahnya yang lembab karena buliran bening yang keluar tanpa komando dari netra. Diraihnya ponsel dan mengetik pesan untuk Haikal. Kini ia merasakan perih yang dirasakan Haikal dahulu, pria yang dengan tulus mencintainya itu.
[Haikal, aku sudah terima surat undangan pernikahanmu. Selamat, ya, semoga lancar sampai hari H dan menjadi keluarga yang sakinah, mawadah dan warahmah. Ella.]
Ella mengirimkan pesan itu kepada sang mantan pacar yang nomornya ia dapatkan dari Zeki, tetangga tantenya tempat ia mengungsi sekarang.*******
Haikal baru saja kembali dari bertugas. Dengan napas yang masih memburu, ia duduk di depan mej kerja. Diraihnya ponsel dari tas kecil lalu mengeluarkan ponsel. Ada beberapa pesan yang masuk, satunya dari Maura sedang duanya lagi dari nomor baru.
[Bang, kangen.]
Itu pesan dari Maura, sang istri tercinta. Haikal langsung mengembangkan senyum dan segera membalasnya.
[Sama, Abang juga kangen.] Haikal langsung mengirimkan pesan itu.
Haikal melanjutkan membuka dua pesan lainnya. Ia menautkan alis saat menbaca pesan dari Ella, sang mantan yang paling ia benci itu.
[Terima kasih.] Cukup dua kata itu saja, Haikal membalas pesan dari Ella.
Haikal melanjutkan membuka pesan yang terakhir.
[Bang, ini nomor Nindi. Save, ya.]
Pria berseragam orange itu menyunggingkan senyum saat membaca pesan dari sang calon istri yang tiga hari lagi akan ia nikahi itu. Hatinya sedikit bergetar saat melihat foto profil gadis berseragam serba putih dengan jilbab berwarna senada itu.
[Iya.] Haikal mengirimkan balasan untuk wanita yang berprofesi sebagai perawat itu.
Ia mengembalikan ponsel ke dalam tas, dan baru teringat akan surat undangannya yang belum sempat ia berikan kepada Pak Guntur juga teman-teman lainnya.
“Eh, nikah lagi kamu, Kal? Katanya udah punya istri?” celetuk Zeki, pria kurus tinggi yang selalu penasaran dengan status temannya itu.
“Nikahnya udah lama. Acaranya aja yang baru sekarang, pada datang ya kalian semua,” ujar Haikal kepada teman-temannya.
Setelah menikahi Nindi nanti, tak ada lagi yang akan mengusik siapa istrinya, walau nanti ia akan memiliki dua istri dan hanya akan menjadikan Nindi sebagai istri formalitas saja. Haikal tersenyum miring lalu kembali ke tempat duduknya.
*******
Malam ini, seperti biasanya Haikal dan Maura memadu kasih di paraduannya. Keduanya begitu menggelora dan saling ingin memuaskan. Satu jam kemudian, pertempuran panas usai sudah. Maura mendekap di dada sang suami.
“Sayang, besok aku akan menikah dan besok malam takkan bisa tidur bersamamu lagi. Kamu jangan sedih, ya!” Haikal mengecup dahi sang istri.
“Iya, Bang, tidak apa-apa. Asal Abang selalu ingat janji saja, jangan menyentuh wanita itu walau sudah menjadi istrimu!” Maura mengusap dada suaminya.
“Iya, Sayang. Abang akan selalu ingat pesan kamu. Paling cuma pas malam pertama aja di sana, besoknya Nindi udah Abang ajak ke sini kok.” Haikal berusaha membuat Maura tak bersedih, sebab ia merasakan sakitnya kalau diduakan.
“Iya, Bang. Adek percaya sama Abang.” Maura semakin membenamkan kepalanya ke dada Haikal.
******
Hari pernikahan Haikal dan Nindi tiba juga. Acara dilangsungkan di rumah mempelai wanita. Acara akad nikah nikah dilangsungkan dari pukul 08.00 hingga pukul 10.00. Sedangkan acar resepsi dilangsungkan dari pukul 16.00 – 20.00.
“Saya terima nikah dan kawinnya Nindi Fitrya dengan mas kawin tersebut dibayar, tunai!” ujar Haikal dengan suara lantang dan satu tarikan napas.
“Sah?”
“Sah!”
“Alhamdulillah.” Orangtua dari kedua mempelai saling melempar senyum kebahagiaan.
Nindi mencium punggung tangan pria yang kini telah sah menjadi suaminya itu. Hati wanita dengan kebaya berwarna putih itu begitu berbunga-bunga, kini status istri telah ia sandang. Hari-hari penuh kebahagiaan menantinya, walau mereka menikah karena perjodohan. Ia berharap, Haikal akan menjadi suami yang baik dan bisa mencintainya kelak walau saat ini ia masih melihat petugas damkar itu sebagai sosok yang dingin juga pendiam.
Acara resepsi berlangsung meriah. Nindi mengenakan gaun pengantin berwarna emas, sedang Haikal mengenakan jas yang berwarna senada. Keduanya terlihat begitu serasi, semua mendoakan untuk kelanggengan pernikahan itu.
Hanya Haikal saja yang terlihat selalu memaksakan senyum kepada para tamu undangan yang menyalaminya. Hati dan pikiran pria beralis tebal itu selalu tertuju pada Maura, ia sedih membayangan wanitanya itu akan menangis karena tak bisa bersamanya malam ini.
Acara resepsi selesai, Haikal dan Nindi bernapas lega. Mereka begitu keletihan karena berbagai rentetan ritual pernikahan yang menguras tenaga.
Setelah mengganti pakaian pengantin dengan baju lingerie berwarna pink berbunga-bunga, Nindi duduk di depan meja rias sambil menyisir rambut panjang yang selalu ia tutupi dengan jilbab itu.
Beberapa saat kemudia, Haikal masuk ke kamar lalu melangkah canggung menuju tempat tidur. Ia juga sudah berganti pakaian dengan setelan kaos oblong berwarna putih juga celana pendek.
Nindi menahan debaran di dada saat melihat Haikal menatapnya dari arah tempat tidur, ia menunggu suaminya itu menghampiri. Akan tetapi, pria yang telah sah menjadi suaminya itu malah membaringkan diri di tempat tidur begitu saja tanpa menyapanya sama sekali.
Nindi mencoba menenangkan diri dan memahami kalau mereka baru saja saling mengenal, apalagi menikah karena perjodohan tanpa pacaran terlebih dahulu. Akan perlu waktu untuk saling mendalami sifat masing-masing dan membiasakan diri dengan hubungan instant ini sebelum melakukan hubungan ala suami istri nanti.
Wanita bertubuh ramping itu melangkah mendekat ke tempat tidur. Ia mencoba memahami situasi saat ini, mungkin Haikal capek, begitu pikirnya.
Malam pertama bukan berarti harus dihabiskan dengan bercinta, karena masih ada malam-malam berikutnya. Apalagi mereka baru selesai melangsungkan acara yang cukup melelahkan. Nindi menatap punggung pria yang tidur dengan posisi membelakanginya itu. Ia tak mau berburuk sangka dan akan selalu berpikiran positif.
Bersambung ....
#Istri_GaibBab 10 : Beda KamarNindi membuka mata dan mencari sosok Haikal yang tadi malam tidur di sampingnya, tapi pria pendiam itu sudah tak terlihat lagi di tempat tidur. Dari arah kamar mandi, terdengar suara gemerecik air, ia langsung tahu kalau sang suami sedang mandi.Beberapa saat kemudian, Haikal sudah keluar dari kamar mandi dengan handuk yang tergantung di lehernya. Nindi langsung tersenyum ke arahnya.“Selamat pagi, Bang,” sapa Nindi dengan tersenyum hangat, ia bangkit dari tempat tidur.“Iya, pagi juga,” jawab Haikal acuh, pesan Maura selalu terngiang di kepalanya, ia tak boleh bersikap manis kepada wanita yang telah ia nikahi semalam itu.“Nindi mandi dulu, Bang, habis itu kita sarapan sama-sama,” ujar Nindi sambil meraih handuk dari lemari dan melangkah menuju tempat tidur.Haikal mengangguk, lalu duduk di tempat tidur sembari mengusap layar ponsel. Hatinya begitu bimbang akan Maura
#Istri_GaibBab 11 : Pengantin BaruNindi tak mau berdebat, jadi ia menurut saja walau terasa ada yang mengganjal di hati. Dengan masih berusaha tersenyum, ia menghampiri Haikal yang kini membukakan pintu kamar untuknya.“Kamu istirahatlah, Abang masih mau nonton televisi,” ujar Haikal sambil berlalu dari kamar Nindi.Nindi mengangguk, lalu menutup pintu kamar. Diletakkannya tas yang hanya berisi baju tidur, handuk dan mukena. Setelah itu meraih handuk dan mandi, tak lama lagi sudah masuk waktu magrib. Ia akan melaksanakan sholat.Azan magrib sudah terdengar berkumandang, Nindi sudah bersiap memakain mukena. Ia melangkah keluar dari kamar dan bermaksud untuk mengajak sang suami sholat berjamaah.“Bang, Abang di dalam?” Nindi mengetuk pintu kamar yang tadi diakui Haikal sebagai kamarnya itu.“Bang!” panggil Nindi lagi.Haikal melangkah menuju pintu lalu membukanya. Tampaklah seorang wanita ber
#Istri_GaibBab 12 : Ngambek“Bang, jadi kamu akan tidur bersamanya malam ini?” tanya Maura dengan nada sinis dan melepaskan tangannya dari leher Haikal.Dengan tampang masam, Maura melepaskan tangan Haikal dari pinggangnya lalu naik ke atas tempat tidur dan berbaring kemudian menutupi seluruh tubuh dengan selimut.Haikal menghela napas panjang melihat tingkah Maura yang kini sedang merajuk. Padahal baru sehari ia beristri dua, kepala sudah pusing saja.“Sayang, jangan ngambek ah!” Haikal masuk ke dalam selimut Maura dan menggodanya.“Pergilah ke kamar istri baru Abang, keloni dia!” Maura membelakangi sang suami.Haikal menahan senyum melihat tingkah Maura, ia makin gemas saja. Ia mendekatkan tubuh dan memeluknya dari belakang, lalu mencium pundaknya dengan penuh kerinduan.“Sayang, percayalah ... yang Abang cinta itu cuma adek saja. Abang tak mempunyai perasaan apa pun kepada Nin
#Istri_GaibBab 13 : Terbakar CemburuSetelah memarkirkan motornya, Haikal melangkah masuk ke dalam kantor damkar tempatnya bekerja. Sontak, semua mata teman-temannya pria berambut belah samping dengan ekspresi datar itu. Dengan cuek, ia melangkah menuju mejanya lalu duduk.“Hmmm ... pengantin baru udah masuk kerja aja!” ujar Zeki sambil mesem-mesem.“Bukannya dapat cuti seminggu?” timpal Arya.“Gimana malam pertamanya, sukses?” Santo mendekat.“Kirain kamu bulan madu ke Bali?” Niko juga mandekat ke arah Haikal.“Apaan sih kalian ini? aku nikahnya udah lama Cuma baru dirayakannya aja sekarang, jadi bukan pengantin baru lagi. Jadi, gak perlu cuti bulan madu lagi.” Haikal melengos, sambil meraih teh di atas mejanya dan menyeruputnya sedikit untuk menghilangkan sedikit gugup karena pertanyaan beruntun dari teman-temannya itu.“Tim 1 segera bersiap, Si Jago Merah sed
#Istri_GaibBab 14 : Dua Istri Bikin PusingSetelah selesai menikmati makan malam bersama, Haikal langsung melangkah keluar dari dapur lalu duduk di depan televisi. Hatinya jadi bimbang akan keadaan Maura sang istri pertama yang ada di dalam kamar sana."Bang, ayo tidur!" Nindi tiba-tiba sudah duduk di samping Haikal dan menarik lengannya.Dengan menebalkan wajah dan ekstra percaya diri, Nindi bersikap manja kepada suaminya itu dengan harapan hubungan mereka semakin mencair dan semakin akrab. Menurutnya, kalau sama-sama diam dan tak ada yang mau memulai duluan, maka cinta mereka akan lama juga datangnya."Eh!" Haikal gugup. Entah mengapa, suhu tubuhnya akan terasa panas dingin jika didekati sang istri kedua yang senyumnya bikin hati meleleh itu."Ayo, Bang! Jangan sampai ketiduran di depan televisi! Nindi gak bakalan bisa tidur lagi kalau cuma sendirian di kamar," rengek Nindi dengan suara yang dibuat semanja mungkin, demi bisa merebut hati
#Istri_GaibBab 15 : Mendadak Ganjen“Nindi, besok udah masuk kerja ‘kan kamu?”“Iya, Ma.”“Motormu gak diambil?”“Nggak usah deh, Ma! Nanti Nindi pulang perginya minta jemput antar ama Bang Haikal aja.”“Oh gitu. Ya udah, Mama cuma mau ingatin itu aja. Kamu baik-baik ya sama Haikal. Minggu depan ajak dia main-main ke sini, Mama kangen sama kamu.”“Iya, Ma.”Nindi mengakhiri percakapan telepon dengan mamanya. Ia memang sengaja tak mau mengambil motornya di tempat sang mama, sebab ia maunya diantar jemput aja ama suaminya biar cepat akrab dan bisa nemplok di belakangnya.“Ya ampun, aku kok mendadak ganjen gini, ya?” Nindi tersenyum geli. “Ganjenin suami sendiri, sah-sah aja kali yah. Daripada ikutan jadi beruang kutub kayak dia,” sambungnya sambil meraih kembali sebuah novel yang berjudul ‘Diyya, Muridku’ kary
#Istri_GaibBab 16 : Menggoda Suami“Bang, apa masih sibuk?” teriak Nindi dari depan pintu kamar disertai ketukan beberapa kali.Haikal menghela napas panjang, kemudian melangkah menuju pintu. Ia tak mau terlihat sebagai suami yang aneh, walau kini hatinya sedang didera kebimbangan akan keadaan Maura, si istri kesayangan.“Ada apa, Nin?” tanya Haikal seraya keluar dari kamar.“Jangan tidur di ruang kerja lagi, tidurnya di kamar. Ayo!” Nindi langsung menggandeng lengan sang suami menuju kamar.Haikal menurut saja, ia juga yakin Maura takkan kembali malam ini. Ia hanya bisa berdoa agar istri pertamanya itu baik-baik saja. Ia tak kuasa menolak saat Nindi menggandeng tangannya ke kamar.“Bang, besok Nindi udah masuk kerja, nanti antarin ya! Besok kena dinas pagi,” ujar Nindi saat mereka sudah bersiap berbaring di atas tempat tidur.“Iya, pukul berapa?” tanya Haikal sambil
#Istri_GaibBab 17 : Istri Formalitas“Bang, bisa gak?” tanya Nindi sambil menoleh wajah suaminya yang terlihat merona.Haikal menarik napas grogi dan segera memalingkan wajah, ia sedikit bergeser ke samping sambil berusaha menahan diri agar tak terpesona akan kemolekan tubuh istri keduanya itu yang sungguh menggoda iman itu.“Bang, gimana?” tanya Nindi sambil memundurkan tubuh ke belakang hingga punggunganya menyentuh dada sang suami.“Ah, iya ... sini Abang coba lagi!” jawab Haikal dengan menghembuskan napas tak berdaya, ia hampir kehilangan akal.Dengan menahan napas, Haikal meraih kalung di leher Nindi dan mencoba mengaitkannya. Ia masih berusaha menguasai diri, walau wangi tubuh sang istri begitu menggoda indra penciumannya. Apalagi tubuh Nindi tak kalah idealnya dengan Maura, sama-sama putih mulus. Hanya warna rambut dan bola mata saja yang membedakan keduanya.“Udah, Nin,” j