Bab 2
Suasana dikediaman Eliza yang merupakan Tante dari Laura Arsyilla seketika berubah menjadi tegang. Hawa memanas seakan menyelimuti di ruangan tersebut. Mendengar permintaan sang tante, seakan bahu Laura ikut meluruh, ia tidak bisa menerima permintaan yang cukup sulit untuk dipenuhi olehnya. Eliza bersimpuh dan memohon dihadapan Laura. Segera saja Laura mencegah Eliza agar tidak bersujud dan bersimpuh seperti itu dihadapannya, terutama dihadapan semua orang. "Tante mohon Laura, Terimalah pernikahan ini, keselamatan karir Bella ada pada mereka, kamu sendiri mendengarkannya bukan? bagaimana keinginan mereka untuk mencari pengantin pengganti untuk putranya saat ini! Harapan tante cuma kamu satu-satunya, Laura!" ucap Eliza memohon dan menangis dihadapan Laura. Sesaat, Laura tampak berpikir, Bella hanya mempunyai seorang adik lelaki dan juga seorang adik perempuan yang masih duduk di bangku SMP, sangat tidak mungkin bagi Laura mengusulkan pernikahan tersebut untuk anak yang masih di bawah umur. "Andai Reyhana sudah lulus dari SMA, aku akan mengusulkan pernikahan ini untuknya," batin Laura. Suasana semakin tegang. Sementara itu, Melisa semakin mendesak Eliza agar segera mungkin menemukan calon pengantinnya. "Waktu mu sudah tidak banyak lagi Eliza," ucap Melisa penuh peringatan kepada Eliza. Eliza semakin cemas dan khawatir, tidak hanya keluarga dari mempelai pria saja yang akan malu, akan tetapi keluarganya jauh lebih malu karena telah membatalkan pernikahan sepihak secara dadakan. Jika Eliza tampak khawatir, maka berbeda halnya dengan Melisa yang menatap Laura penuh dengan damba dan mata yang berbinar, seakan Laura adalah seseorang yang sedang dinanti-nantikan olehnya. Eliza semakin linglung dan merasa seakan dipermalukan dihadapan umum oleh putrinya. Karena tidak ada pilihan lain, Sintiya ibu dari Laura yang menyaksikan ketegangan ini, segera menghampiri Eliza sang adik. "Ikut Aku!" Tegas sintiya yang membawa Eliza sang adik menjauh dari tempat keramaian "Aku ikut bersedih atas kejadian yang menimpa mu, Eliza," Ucap sintiya dengan tatapan yang sendu. "Kamu tenang saja, aku akan membujuk putriku untuk menerima pernikahan ini untuk sementara waktu," ucap Sintiya berusaha menyelamatkan harga diri Eliza dan juga karir Bella. Eliza menatap Kakak nya dengan perasaan yang lega. "Terimakasih kak, karena sudah mau membantu ku. Aku percayakan dan serahkan hal ini sepenuhnya kepadamu," ucap Eliza tampak pasrah dengan pikiran yang buntu. Sintiya mengangguk mantap, lalu segera menemui putrinya. Melihat putrinya yang berada di tengah keramaian, segera Sintiya menarik tangan Laura dan membawanya sedikit menjauh dari hadapan semua orang. "Mama ingin berbicara dengan kamu, ayo ikut mama sekarang!" Ajak sintiya. "Tolong! Jangan paksakan aku untuk menikah dengan pria yang tidak aku kenal sama sekali, Ma!" Pinta Laura tegas yang sudah mengetahui maksud dari ibunya itu. "Laura sayang, Mama mohon untuk kali ini saja, tolong selamatkan harga diri Tante kamu dan karir sepupu kamu. Menikahlah dengannya untuk sementara waktu! setelah pernikahan ini selesai, kamu boleh meminta perceraian darinya," pinta sintiya seakan memaksa. "Hahaha, ini lucu sekali, Ma" Laura tertawa miris atas permintaan ibunya. Laura menatap tegas sang ibu yang telah melahirkannya ke dunia, tapi tidak dengan kasih sayangnya. "Mama, mengorbankan aku demi Bella? Apa setidak berarti nya aku di mata mama selama ini?" Ucap bela dengan emosi yang tertahan. "Aku memang seorang pengangguran, Ma! Bukan wanita karir seperti Bella yang selalu Mama banggakan! Aku pengangguran, juga karena Mama!" "Kenapa kasih sayang mama harus berat sebelah? Anak Mama itu Aku, bukan Bella, Ma!" Ucap Laura penuh penekanan. "Dan kamu tau Laura! Apa yang membuat mama lebih menyayangi Bella dari pada kamu? Bella bukan anak pembangkang seperti kamu! Dia selalu menuruti keinginan kedua orang tuanya. Tidak seperti kamu anak yang pembangkang!" Laura tersenyum miring, "Lagi-lagi Mama membandingkan aku dengannya?" "Anak pembangkang kata mama?" Tanya Laura dengan perasaan getir dan tersenyum miris. "CUKUP LAURA! Mama capek dan lelah berdebat dengan kamu. Sekarang gantikan posisi Bella, jika tidak, mama akan menghapus nama kamu dari anggota keluarga, dan sampai kapan pun mama tidak akan pernah menganggap kamu lagi sebagai anak mama! Ngerti kamu!" Bentak sintiya yang tidak ingin di bantah. Jordan yang tidak sengaja melewati dapur hendak mengambil minuman, secara tidak sengaja, ia mendengar keributan di samping dapur, seperti suara sang ibu dan adiknya yang sedang berdebat. Langsung saja jordan menghampiri keduanya. "Ada apa ini?" Tanya Jordan. "Laura tidak ingin mengganti posisi Bella, padahal keluarga Bella sudah banyak berjasa kepada kita," ucap Sintiya. Jordan menatap ibunya dengan tatapan yang sulit diartikan. "Tolong, jangan paksa Laura untuk menerima pernikahan dadakan ini, Ma. pernikahan bukanlah ajang permainan. Jangan jadikan Laura sebagai korban dari segala hal yang terjadi hari ini," ucap Jordan yang tidak terima dengan permintaan ibunya. "Tidak ada yang salah dalam pernikahan ini Jordan! Pria itu tampan dan juga mapan, lagi pula Laura juga kesulitan dalam menemukan pasangan yang tepat, mama rasa tidak ada salahnya dengan menerima pernikahan ini. jika Laura tidak suka, tinggal bercerai saja." ucap Sintiya dengan santainya. Jordan menatap Laura dengan tatapan sendu, "pilihan berada ditangan mu Laura," kata Jordan sang Abang. Air mata Laura akhirnya menetes setelah memendam lama kesedihan dan kekecewaannya, ia tidak menyangka jika sang ibu akan terus mendesaknya seperti ini demi melindungi Bella. Tanpa berkata lagi, Sintiya menyeret paksa tangan Laura dan membawanya kembali ke hadapan umum. "Baiklah, kami telah bermusyawarah. dan Laura menerima pernikahan ini." ucap Sintiya dengan lantang dihadapan semuanya. "Ma, aku tidak mengatakan seperti itu." Bisik Laura penuh penekanan "Diam Laura, jangan membantah mama, ini semua demi kamu," bisik Sintiya seakan penuh penekanan. "Pernikahan ini harus segera dimulai," kata Melisa "Jordan, ayo nikahkan adik kamu sekarang juga!" Titah sintiya. Bak kerbau dicocok hidung, tanpa berani membantah perkataan sang ibu, segera saja Jordan menjabat tangan calon pengantin pria setelah lima menit belajar ijab qabul. "Alvaro Zayn Argantara, saya nikahkan adik saya Laura Arsyila binti Almarhum Samsul Bahri dengan engkau, dengan mahar satu unit rumah mewah dibayar tunai." ucap Jordan dengan sekali hentakan tangan. "Saya Terima nikahnya Laura Arsyila binti Almarhum Samsul Bahri dengan mahar satu unit rumah mewah dibayar tunai," ucap Alvaro dengan satu kali tarikan nafas. SAH SAH SAH Para saksi dan yang lainnya, serentak mengatakan sah pernikahan tersebut. Melisa tersenyum puas setelah ijab qobul selesai, lalu menghampiri Laura yang sudah menjadi menantunya dalam beberapa menit yang lalu. Melisa langsung memeluk Laura, "Terimakasih sayang, karena telah menjadi pengantin untuk putraku," ucap Melisa penuh kelembutan "Aku ibu mertuamu, panggil saja aku dengan sebutan mama, sama dengan Alvaro, mama berjanji akan menyayangimu seperti anak mama sendiri," ucap nya dengan tulus. Laura hanya mengangguk kaku, ingin rasanya ia menangis karena harus menerima pernikahan ini atas desakan sang ibu. Seandainya Laura tahu hal ini akan terjadi, sudah pasti Laura tidak akan menghadiri pernikahan sepupunya itu. Setelah ijab qabul dan menandatangani surat-surat penting, maka acara pun telah selesai, Melisa menyarankan agar buku pernikahan dan yang lainnya diurus belakangan saja, dikarenakan calon pengantin wanita sudah diganti. ** Setelah akad selesai, Melisa mengajak Laura untuk melihat rumah yang dimaharkan oleh Alvaro, sedangkan Alvaro masih bungkam seolah enggan mengeluarkan suara walau hanya sekedar menyapa Hai. Alvaro memasang wajah datar dan bersikap dingin seolah tak tersentuh, Melisa memaksa Alvaro untuk mengajak Laura melihat rumah yang dihadiahkan sebagai mahar untuk Laura. "Alvaro, sekarang Laura telah menjadi istrimu, binalah rumah tangga ini dengan baik, mama harap tidak ada perceraian diantara kalian. Belajar dan berusahalah untuk menerima satu sama lain. Karena cinta akan hadir dengan sendirinya suatu saat nanti," Nasihat Melisa. "Dan jika suatu saat nanti, kamu belum juga mencintai Laura, maka pilihannya berada ditangan mu, kamu berhak memutuskan semuanya, namun sebelum semua itu terjadi, berusahalah untuk memulai berkomunikasi dengan baik, ajak istrimu berbicara dari hati ke hati," lanjut Melisa. "Ya." Hanya jawaban singkat yang keluar dari bibir Alvaro. Setelah Laura memasuki mobil, Alvaro segera masuk ke dalam mobil dan melajukan mobilnya menuju rumah yang di maharkan untuk Laura. Sedangkan Laura duduk di samping Alvaro dengan kecanggungan dan fikiran melayang yang entah kemana. Di sepanjang perjalanan hanya keheningan yang menyelimuti mobil sepasang pengantin baru itu. Alvaro terdiam dengan raut wajah yang datar, fikiran nya berkecamuk dalam, ada hal yang sulit untuk ia ungkapkan, ia terus melajukan mobilnya, tanpa sadar ia mencengkeram erat setir mobilnya dan menambahkan laju kecepatannya, membuat Laura tersentak kaget. Setelah menempuh perjalanan dua puluh menit lamanya, akhirnya mereka sampai ke rumah yang dituju, satpam membukakan gerbang, agar mobil tersebut bisa memasuki ke dalam perkarangan rumah. Mobil berhenti tepat di depan bangunan mewah tersebut. "Turun," ucap Alvaro tiba-tiba. Laura mengangguk pelan, lalu segera turun dari mobil, Laura tampak memperhatikan rumah mewah tersebut dengan takjub, ia melihat ke sekitarnya yang ternyata pemandangannya begitu asri dan sejuk. Namun Laura segera tersadar, bagaimana ia harus lepas dari jeratan pernikahan dadakan ini, pikirnya. "wah, manten baru nya tiba. selamat datang pak bos dan ibu bos." ucap kiki dengan ramah, sebagai asisten rumah tangga tersebut. kiki segera saja membawakan barang-barang istri dari tuan nya itu, "Mari ibu bos, kiki akan mengantarkan ibu bos ke kamar." ucap kiki ramah "Terimakasih kiki, panggil saya dengan panggilan Laura, tidak perlu dengan embel-embelan ibu bos." ucap Laura tersenyum lembut. "Tidak bisa bu bos, saya harus menghormati ibu Laura sebagai istri pak bos Al." Laura tersenyum, "kalau begitu terserah kamu saja," ucapnya tersenyum Lembut. kiki mengantarkan barang-barang Laura ke kamar luas dan mewah milik Alvaro, "permisi pak bos, kiki izin membawakan barang ini ke kamar pak bos ya," ucap kiki setelah mengetuk pintu kamar yang di susul oleh Laura dibelakang nya. Setelah pintu kamar di buka, kiki hendak masuk ke kamar Alvaro mengantarkan koper milik Laura, Alvaro menatap tajam asisten rumah tangga nya itu, "Siapa yang menyuruh kamu membawa barang ini ke kamar saya?!" tanya Alvaro dengan suara dingin dan tegas. "Ma-maksud pak bos ba-bagaimana? apakah kiki salah? " tanya kiki dengan raut wajah ketakutan. Laura yang mendengar hal itu semakin menunduk dan memilin ujung hijabnya itu. Melihat sikap Alvaro yang dingin, membuat Laura sedikit ketakutan. Alvaro berjalan dan mendekati mereka berdua yang berada di ambang pintu kamar, dangan langkah tegap dan raut wajah yang datar, Alvaro berhenti tepat di hadapan Laura dan menatap wanita yang sudah menjadi istrinya itu sejak satu jam yang lalu. Jantung Laura berdegup dengan cepat, niatnya hendak membahas mengenai kelanjutan hubungan pernikahan mereka, namun saat ini jantungnya yang tidak aman.Bab: 115 Beberapa bulan telah berlalu, Hari ini Mira telah menjadwalkan jadwal operasinya dengan sang dokter yang menanganinya selama masa kehamilannya. Hari ini Sudah waktunya Dokter melakukan operasi Caesar terhadap Mira. Mira tidak berani melakukan lahiran secara normal, sehingga sang dokter menyarankannya untuk melakukan operasi Caesar saja, dan Zacky pun menyetujui hal ini. "Mas, aku takut," lirih Mira disaat ingin dibawa ke ruang operasi. "Jangan takut sayang, Mas akan selalu ada disisi kamu. Mas, yakin kamu pasti bisa melewati semua ini," kata Zacky. "Jangan takut nak, kami semua ada untuk kamu," kata Laura yang menyemangati Mira. "Kuat ya nak, putri ayah pasti hebat," ucap Raka yang juga berada di rumah sakit. Saat ini Raka dan keluarga Zacky berada dirumah sakit, begitu pula dengan Nayra yang ikut menemani Mira dirumah sakit, sedangkan babynya dititipkan ke sang kakek, yaitu papa Kim dan Liana untuk sementara waktu, karena Nayra sedang berada dirumah saki
Bab: 114 Hari menunjukkan pukul 2:30 pagi, Arsen tampak lelap dan tenang tertidur disamping Nayra. Sementara itu Nayra terbangun sendiri sambil mengaduh kesakitan. "Sa-sakit," lirihnya sambil mengusap perut. Ingin sekali rasanya ia membangunkan suaminya, namun melihat Arsen yang tampak damai dalam tidurnya, membuatnya enggan untuk membangunkan sang suami. Semakin lama, semakin kentara sekali rasa sakitnya, Keringat bercucuran di wajahnya, Wajah Nayra berubah pucat, tangannya gemetar menahan rasa sakit. "Sepertinya ini sudah waktunya lahiran," Gumam Nayra yang sebelumnya ia pikir ini adalah kontraksi yang sering terjadi, bahkan sering bumil lainnya berpikir jika ini sudah waktunya melahirkan padahal ini hanya kontraksi sesaat. Akan tetapi kontraksi ini semakin kentara sekali tanpa berhenti yang Nayra rasakan, sehingga ia menyimpulkan sebagai sudah waktunya melahirkan meskipun prediksi sang dokter lima hari kedepan, akan tetapi Nayra merasakan jika hari ini ia akan segera m
Bab: 113 Dua bulan telah berlalu... Hari ini Mira dan Zacky sedang berada di kantor, mereka berdua tampak bahagia jika bekerja barengan, sama-sama bucin terlebih bumil yang satu ini semakin terlihat manja, namun tetap saja mereka tahu tempat. Akan tetapi hari ini akan menjadi hari terakhir Mira bekerja di perusahaan suaminya, dikarenakan Zacky melarang sang istri bekerja karena sedang mengandung, ia tidak ingin Mira merasa kelelahan dalam bekerja, terlebih Zacky jauh lebih mampu untuk memberi nafkah sang istri tanpa harus bekerja, dan Mira menyetujui permintaan sang suami. Selebihnya Mira akan fokus menjaga kandungannya juga ingin berperan sebagi ibu rumah tangga, selain itu Mira juga akan membuka usaha sendiri sesuai dengan hobinya yang dulu sempat tertunda, mungkin sekarang akan ia lakukan. "Kamu saya berhentikan bekerja," ucap Zacky dengan datar dan dingin kepada Kayla dan sindy. "Maafkan saya pak, saya mohon, saya masih membutuhkan pekerjaan ini," ucap Kayla tidak
Bab: 112 Beberapa bulan telah berlalu... Kini kehidupan Nayra dan Arsen begitu amn, nyaman dan damai tanpa ada embelan orang ketiga. Setelah kedatangan papa Kim dan Arsen ke perusahaan Geisha coperation, sejak itulah Geisha tidak pernah muncul lagi di kehidupan mereka, karena Geisha sudah berada di luar negeri. Tepat saat ini kandungan Nayra telah memasuki usia ke tujuh bulan, mereka mengadakan tasyakuran tujuh bulanan dan juga beberapa kegiatan amal lainnya, seperti bersedekah, berbagi makanan kepada anak yaitu piatu dan fakir miskin, juga berbagi kepada panti asuhan. Mereka tampak berbahagia di acara tasyakuran tujuh bulanan. "Sayang, aku jadi tidak sabar baby ini lahir ke dunia," bisik Arsen. "Aku juga mas, rasanya punya makhluk kecil dengan suara lucunya, benar-benar menggemaskan," sambung Nayra. Setelah acara berkahir, dan tamu mulai berpamitan, merekapun melakukan sesi foto bersama. "Semoga lancar sampai hari persalinan ya kak," kata Mira. "Aamiin." Yan
Bab: 111 Pagi harinya, Tiba-tiba saja Nayra langsung memeluk Arsen sebelum sang suami berangkat kerja, padahal sebelumnya dia bersikap cuek kepada Arsen, akan tetapi sekarang ia bertingkah seolah tidak ingin jauh dari suaminya. Terkadang ia ingin mencuekin Arsen selama beberapa hari tapi tetap saja tidak bisa, baru aja sebentar ia cuekin rasanya Nayra uring-uringan tidak jelas, mungkin saja ini efek karena kehamilannya yang tidak ingin jauh dari ayah sang bayi. Arsen tersenyum, lalu segera memeluk sang istri, ia kecup seluruh wajah itu dengan penuh kelembutan. "Maaf ya?" katanya dengan lembut. "Kamu berhak marah kepadaku karena aku gagal melindungi kamu," ucap Arsen merasa bersalah. "Kamu gak salah mas, yang salah itu cuma orang masa lalu kamu, maaf aku sempat cuekin kamu kemarin, karena aku merasa kecewa dengan kamu yang mempunyai masa lalu. Aku cemburu, tapi aku sadar, aku tidak bisa jauh-jauh darimu, apalagi jika tidak manja dengan kamu." Arsen mengusap lembut ramb
Bab: 110 "M-mas, perutku sakit," lirih Nayra dengan suara lemah. "Sayang, bertahanlah aku akan berusaha secepatnya tiba kerumah sakit," kata Arsen yang sedang fokus menyetir, sesekali ia melirik istrinya dengan raut penuh kekhawatiran. Arsen dengan pikiran yang terbagi fokusnya, terus saja melaju dengan kecepatan diatas rata-rata, ia tidak ingin sang istri kenapa-kenapa, mengingat istrinya yang masih hamil muda. Tidak lama kemudian, Arsen telah tiba di rumah sakit, ia langsung menggendong sang istri, dan membawanya ke UGD, dokter langsung menyambut kehadiran mereka. "Dokter, tolong periksa keadaan istri saya, dia sempat terjatuh, istri saya sedang hamil muda," kata Arsen penuh dengan kekhawatiran. "Baik pak, saya akan memeriksa keadaan istri anda terlebih dahulu, bapak mohon tenang dan menunggu," kata sang dokter. "Baik dok." Arsen menunggu di luar UGD, tidak lama kemudian Mira muncul dengan penuh kekhawatiran. "kak, bagaimana dengan kondisi kak Nayra?" tanya