Share

Bab 7. Nama Besar Shang Fu

Author: EL Dziken
last update Last Updated: 2024-02-16 16:50:39

Elang menatap ibunya, gadis bermata emas? ibunya memanggil nama Sherlyn dengan gadis bermata emas.

Siapa sebenarnya Sherlyn.

"Kau akan tahu nanti, sekarang kau tahu bahwa kini Elang adalah cucu dari Shang Fu. ibu tak tahu banyak tentang kakekmu. "

"Aku tahu, siapa Shang Fu." Tiba-tiba Sherlyn ada di belakang Elang.

Lelaki itu mundur dan melihat gadis mungil itu dengan waspada.

"Siapa kau sebenarnya, gadis nakal?"

Sherlyn tertawa, "Hanya kau yang menyebut aku gadis nakal, padahal aku tak pernah nakal padamu, iya kan?"

Jiang tersenyum. "Kini boleh aku tanya, mengapa kau suka melihat foto Elang waktu kecil dengan mata emasmu."

Sherlyn pun mendekat pada foto yang tergantung di dinding, melihat dengan bola mata emasnya, dan meminta dengan hormat, pada Elang untuk menurunkan foto yang bertahun-tahun tak pernah ada yang menyentuhnya.

Elang segera mengambil foto berbingkai tersebut. Sherlyn menerimanya, melihat sesaat wajah yang terpampang pada bingkai tersebut.

"Aku bisa melihat masa depanmu, juga masa lalumu." bisik Sherlyn.

"Maksudmu?"

Sherlyn mengembalikan foto tersebut, namun tiba-tiba dirinya melihat sebuah plakat yang tergeletak di ujung meja.

Segera Sherlyn mengambilnya, Mata emasnya semakin bersinar terang, semakin bercahaya, hingga plakat tersebut ikutan bergetar, tak lama tubuh sherlyn luruh jatuh ke lantai.

"Sherlyn!!" Elang segera meraih tangan gadis itu.

Ternyata jiwa gadis bermata emas itu masuk dalam dimensi di mana plakat itu dibuat!

Di sebuah perkampungan kuno, di dataran Tiiongkok di sebuah rumah mirip istana kecil. Berdiri seorang pria gagah dengan pakaian panglima berwarna hitam dan bertabur warna benang emas.

"Shang Fu!" Sebuah panggilan yang menjadikan lelaki itu menolehkan kepalanya, senyum manisnya tersirat mirip sekali dengan senyum Elang.

Napas Sherlyn semakin bergumuruh pasalnya, yang memanggil Shang Fu adalah seorang manusia berkepala monters!

Setelah itu, semakin ketakutan setelah tahu bahwa semua penduduk kota tersebutpun sama, bertubuh manusia tapi kepalanya monster, hanya lelaki gagah itu yang terlihat normal di mata sherlyn.

Belum juga dia mendapatkan sesuatu yang menarik, tiba-tiba tubuhnya sudah tertarik lagi ke dalam sebuah dimensi ke alamnya sendiri.

"Aaaaa ....." teriakan Sherlyn membuat dia terjungkal pelan.

Matanya segera membuka, dilihatnya ibunya sedang duduk bersila.

"Ah, untung saja bisa aku tarik dirimu, Sher!"

"Ibu! Maaf! "

"Jangan lakukan itu lagi, kau akan tersesat bila tak didampingi."

"Aku tak tahu Bu, dimensi itu terbuka sendiri, dan aku bisa masukinnya."

"Tadi Elang tergopoh-gopoh ke toko, memberitahu ibu kau pingsan di sini." Ibu Sherlyn yang berpakaian gipsy tampak memandang Jiang tanpa berkedip.

"Maafkan aku Bu."

"Ayo pulang!"

Elang dan Jiang hanya diam saja, tahu diri bahwa kastanya tak sebanding dengan keluarga Sherlyn.

"Kau harus panggil dukun, untuk menghilangkan setan dalam ibumu, ada yang ingin mencelakainya." tiba-tiba, ibu sherlyn berkata seperti itu pada Elang.

Pandangan ibu sherlyn tampak berbeda dan terlihat mengangguk dengan sopan pada Elang.

Elang jadi serba kikuk sendiri. Jiang hanya diam dan menunduk.

Dalam perjalanan pulang terjadi sebuah perbincangan kecil antara Sherlyn dan ibunya.

"Dia keturunan panglima besar, dalam tubuhnya ada api yang hebat." kata Ibu sherlyn.

"Betul, Bu. Dalam dimensi itu aku lihat orang yang sama persis dengan wajah Elang. ada yang aneh. aku seperti mengenal kota yang dalam dimensi itu Bu?"

ibunya langsung terdiam, "Itu hanya perasaanmu saja mungkin."

"Tapi, Bu, kepala mereka monster, mirip dalam mimpi ibu!"

"Jangan gunakan mata emasmu sembarangan Sherlyn!"

Gadis mungil itu terdiam, dan terus mengikuti langkah ibunya yang cepat.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kembalinya Kesatria Pedang Giok Hitam   Bab 47. Sebuah Awal atau Akhir?

    "Syukurlah, kau sudah siuman Elang, kami semua khawatir padamu," kata Mae dan mulai memeriksa peredaran darah pada tubuh Elang. Mengobati luka-lukanya dengan obatan herbal yang tersedia pada alam.Elang tersenyum, hatinya plong rasanya, meraba pinggangnya, merasakan pedang batu giok masih menempel di kakinya."Aku butuh, warangka untuk pedangku ini," ucap Elang dan mengambil pedang tersebut dari kaki kirinya.Semua berdesir hatinya, melihat apa yang dilakukan Elang."Apa kau tak merasakan sakit pada kakimu?" tanya Sher perlahan."Kakekmu Shang Fu pun meletakan pedang kesayangannya seperti yang kau lakukan. Dan dia tak merasakan sakit," jelas Bho. "Kau betul Bho, pedang ini yang mencari sendiri tempat yang nyamannya, tanpa menimbulkan sakit pada bagian tubuhku.""Kau pemuda yang hebat Elang, luar biasa. Pemuda yang kuat!" Puji Mae dan memeluk pemuda yang sudah dianggapnya anaknya tersebut. Rasanya tak sanggup dirinya menceritakan hal yang sebenarnya terjadi pada Jiang, ibunya."Terima

  • Kembalinya Kesatria Pedang Giok Hitam   Bab 46. Huang Tewas Terbelah

    Sher, Mae dan Bho tak tahu dengan apa yang terjadi pada mereka. Hanya terlihat Elang yang bertarung sendirian, hologram itu semakin melemah. "Apa yang akan terjadi Ibu? Tubuh Elang semakin samar kita lihat. Apakah ini tandanya, dia dalam kepayahan?""Entahlah, Sher. Ibu tak tahu. Sekarang ini sudah tak bisa gunakan apa-apa lagi. Aku malah khawatir dengan pamanmu. Elang bisa kita tarik dari peredaran hologram itu. Tapi ....""Berjuang lah Elang. Aku mohon bertahan dan kalahkan musuh itu. Demi semuanya." Doa Sher.Terlihat Bho hanya bisa memandang dengan cemas. Batinnya antara menerima takdir dan membenci takdir. Seakan tuhan tak adil padanya, tapi ia harus terima dengan lapang dada.Kembali pada sosok Elang yang sudah cape luar biasa. Kini penampakan Huang betul-betul sangat menyeramkan."Kini kau melawanku, Huang yang sebenarnya, terimalah ini!!!"Kembali Huang maju dan menyerang Elang. Elang tak sia-siakan kelihaian tubuhnya, dirinya terbang ke atas, mereka bertarung di udara. Ela

  • Kembalinya Kesatria Pedang Giok Hitam   Bab 45. Huang Tak Terima Kalah

    Elang masih tegak berdiri dalam tatapan tajamnya.Tiba-tiba,"Aku menolak tawaranmu! Aku lebih baik mati berkalang tanah diatas tanah negeriku dari pada aku menjadi pengecut dan pecundang negara."Elang berkata dengan tegas. Elang semakin menyatu dalam dimensi tersebut, tubuhnya semakin terisi oleh bayangan Shang Fu.Wusttt! Sabetan pedang milik lawan menerpa wajah pemuda tersebut. "Sudah aku duga!! Kau mata-mata itu." sungut Huang."Aku tak pernah menjadi mata-mata siapapun! Kau licik, Huang! "Blasttt! Kali ini Huang memberikan pukulan telak pada Elang. Tubuh pemuda itu langsung mundur selangkah. Pukulan itu hanya mengenai tempat kosong 'Bagus, Elang. Kau mulai bisa mengatur gerak spontan tubuhmu.' bisik paman Ho.Elang kembali menahan kakinya agar tak terjatuh, satu pukulan pada pundak Huang pun tak terelakan.Lengan baju kiri Huang robek."Sialan! Kau memang kampungan Shang Fu. Pantas saja tak ada wanita yang mau hidup bersamamu. Huh ... Ingat kau berhutang budi padaku. Posisi s

  • Kembalinya Kesatria Pedang Giok Hitam   Bab 44. Sebuah Pertarungan

    Wajah Elang tegang sesaat, mendengar penjelasan Ho tentang siapa sebenarnya Huang. "Dia musuh dalam selimut, dia yang menggulingkan jabatan kakekmu, Bahkan Shang Fu mendapatkan fitnah dari istri Huang, yang berakibat dirinya diusirnya dari kota ini." Ho masih menerawang jauh ke masa silamnya."Bedebah itu yang kau serang waktu ada di tanah keramat, dan kau berhasil membuat kedua istri Huang yang berbentuk kelelawar raksasa itu terluka berat. Entah bagaimana nasib monster jelek itu," timpal Bho dengan geram.Ada rasa amarah dalam diri Elang tentang masa lalu kakeknya yang tersingkirkan oleh lelaki jahat bernama Huang."Aku akan menghadapi dia." Elang semakin mantap dengan tekadnya."Aku punya rencana." Lalu Ho mulai berdiskusi dengan mereka."Kau masih ingat semua kejadian itu Bho? Kaulah saksi satu-satunya atas pertarungan mereka." tanya Ho melihat pada Bho."Iya, akan aku coba mengingatnya, saat itu ..." Bho menceritakan kejadian itu dengan runtut. "Sayang sekali aku dan Sher tak b

  • Kembalinya Kesatria Pedang Giok Hitam   Bab 43. Sebuah Keajaiban

    Mata giok hitam itu bersinar tertimpa sinar matahari. Sinarnya berpencar ke segala arah. Karena permukaannya yang berbentuk prisma tak beraturan. Giok itu tertancap pada salah satu batang pohon tersebut. Pantas saja setiap matahari tepat di tengah gunung ini terlihat bersinar. Orang yang memandangnya mengira bahwa gunung itu adalah tempat para dewa. Setelah lama bertahun-tahun barulah tahu, bahwa sinar itu terpancar dari pantulan batu giok hitam milik Shang Fu. Batu ini lah yang ditakuti oleh Huang hanya pedang milik panglima perang itu yang dapat membelahnya. Karena ketakutannya, maka mata pedang itu yang merupakan batu giok itu ia buang hingga menancap pada batang pohon tua ini selama puluhan tahun. Saat itulah kekalahan berpihak pada Shang Fu, dan naasnya, Huang tak bisa kembali kepada bentuk semula sebagai manusia, ia harus menunggu 30 tahun. Huang menjadi monster mirip naga yang tinggal di dinasty yang hilang, perwujudannya sangat menyiksanya. Kekuasaannya menjadi berantakan oleh

  • Kembalinya Kesatria Pedang Giok Hitam   Bab 42. Mencari Batu Giok Hitam Yang Asli

    Semburat pagi mulai menembus daun-daun pinus yang berembun. Suasana kembali tenang. Udara segar langsung terasa. Hutan yang penuh dengan efek kesehatan yang bagus. Tenang tapi menghanyutkan.Tak lama, tangan Mae bergerak pelan! "Ibu," panggil Sher pelan dan mengelus pipi ibunya yang masih dalam pelukannya."Ah, badanku sakit semua. Kau kah itu Sher?" Mae langsung menatap wajah anaknya penuh bahagia.Sher mengangguk sambil tersenyum bahagia. Segera diraihnya wajah yang dirindukannya itu, mengecupnya berulang kali, lalu memeluknya erat."Ho, adikku yang baik, terima kasih. Bila tak ada kau. Aku tak akan kembali." Senyum merekah menghiasi wajah lesu Mae. Pandangan Mae tertuju pada sosok anak kecil yang masih juga belum siuman."Elang?""Dia sedang tertidur, lelah dan lapar membuatnya begitu. Tapi ini belum usai Mae.""Aku tahu." Ditatapnya wajah anak kecil tersebut, "Dia dehidrasi, bibirnya pucat.""Ini lebih baik, aliran darahnya sudah aku normalkan. Semoga saja ia bangun dari komanya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status