Hari ini hari Sabtu, hari untuk bersantai ria bagi setiap karyawan. Tak terkecuali untuk Zuri dan Mirah.
Saat ini keduanya sedang bersiap-siap untuk ke luar rumah. Mirah akan ke GBK untuk joging bersama teman-temannya. Sedangkan Zuri hendak ke bandara Soekarno Hatta, karena hari ini sahabatnya yang telah lama tinggal di luar negeri akan pulang ke Indonesia. Sang sahabat meminta Zuri untuk menjemputnya di bandara pagi ini. "Zuri, gue cabut duluan, ya!" pamit Mirah kepadanya. "Iya, Mir. Lo hati-hati, ya!" sahut Zuri kepada sahabatnya. Tak berapa lama, gadis itu pun melihat arloji di pergelangan tangan kirinya. " Ya ampun! Aku hampir telat!" Dia pun bergegas ke luar dari unit apartemen miliknya, lalu masuk ke dalam lift yang akan membawanya ke lantai dasar. Untung saja taksi online yang Zuri pesan baru saja tiba di area parkiran. "Selamat pagi, dengan Nona Zuri, benar?" sapa sang sopir taksi kepadanya. "Iya, Pak. Saya Zuri. Kita bisa berangkat sekarang? Soalnya saya sangat buru-buru," sahutnya dengan wajah cemas. "Baiklah, Nona. Kita berangkat sekarang," jawab sopir taksi itu kepada Zuri. Mobil pun mulai melaju dengan kecepatan sedang menuju bandara. Zuri sekali lagi melihat arloji di tangannya. "Aduh! Tinggal setengah jam lagi pesawat Jemy akan mendarat. Bagaimana ini? Semoga dia nggak marah jika aku telat datangnya." Harap Zuri dalam hati. Bandar Udara Soekarno Hatta, Seorang pria tampan terlihat sedang berjalan dengan tegesa-gesa saat ini. Pasalnya beberapa orang suruhan sang kakek sedang mengejar-ngejarnya sekarang. Pesawat yang membawanya dari London selama belasan jam akhirnya mendarat juga dengan sempurna beberapa saat yang lalu. "Sial! Kalau begini terus! Gue bisa ketahuan! Lagian ngapain sih, Opa jemput paksa gue seperti ini? Kurang kerjaan banget!" gerutu Edward mencoba untuk terus menghindar dari kejaran orang-orang itu. Aksa, sang asisten juga ikut menyamar saat ini. Aksa sedang mengikuti rute perjalanan atasannya di kawasan bandara itu, untuk memberikan sebuah paper bag yang berisikan pakaian ganti untuknya. Sang asisten terus saja berjalan mengikuti GPS dari ponsel pintarnya. Dia dan Edward sedang berbagi lokasi saat ini. Tiba di sebuah sudut bandara, dengan cepat Aksa memberikan paper bag tersebut di tangan sang tuan muda yang terlihat sedang bersembunyi saat ini, seraya berkata, "Tuan Muda, ini baju ganti untuk Anda." seru Aksa kepadanya. "Aksa ... ngapain Opa memaksaku untuk menemuinya? Apakah ada sesuatu hal yang penting saat ini? Gue kayak buronan saja, deh!" gerutu Edward. "Maaf, Tuan Muda. Saya juga kurang tahu," sahut Aksa. "Cih! Opa mah selalu hiperbola ke gue! Bukannya hari ini, Jemy juga pulang ke jakarta?" "Benar, Tuan Muda. Tuan Jemy juga datang hari ini." "Terus, apakah Jemy juga mendapatkan pengawalan ketat seperti yang Opa lakukan ke gue?" tanya Edward penuh selidik. "Sepertinya tidak, Tuan Muda. Kedatangan Tuan Jemy tidak mendapatkan pengawalan sedikit pun." "Shitt! Kenapa gue sendiri yang menjadi korban?" tuturnya kesal. "Saya kurang tahu, Tuan Muda. Saya permisi dulu," seru Aksa dengan wajah cemas. "Woi! Aksa! Mau ke mana, Lo? Tega Lo ninggalin gue?" kesal Edward kepada asistennya. "Ma ... maaf, Bos. Saya harus bergegas pergi. Saya tidak mau dipecat oleh Tuan Opa," ucapnya lagi, lalu mulai berlari sekencang mungkin meninggalkan Edward di depan pintu toilet. "Sial! Nggak setia kawan Lo, Aksa!" teriak Edward. Namun teriakannya itu sama sekali tidak digubris oleh Aksa. Pria itu terus saja lari terbirit-birit sekarang. Pasalnya, Opa Bram telah mengeluarkan ultimatumnya, bagi siapa saja yang membantu Edward lolos dari pengawalan ketat itu, akan dipecat secara tidak hormat. Tentu saja Aksa tidak mau mengambil resiko besar saat ini. Kariernya lebih penting dari segalanya. "Cih! Sial banget gue ditinggal sendiri!" Setelah berkata begitu, Edward terpaksa masuk ke dalam toilet dan bersembunyi di sana. Karena beberapa orang suruhan kakeknya sedang melintasi daerah itu. Di dalam toilet, Edward segera mengganti pakaiannya dengan pakaian baru yang telah disediakan oleh Aksa untuknya. Sementara Zuri baru saja sampai di bandara. Dia dari tadi ingin segera masuk ke dalam toilet karena ingin buang air kecil yang dari tadi dirinya tahan selama perjalanan ke bandara. Gadis itu pun mulai melangkah tergesa-gesa untuk mencari toilet yang terdekat saat ini. Karena buru-buru, Zuri tidak sadar jika dirinya salah memasuki toilet. Gadis itu segera menuntaskan urusannya di dalam toilet itu. Dia pun mulai merasa lega. Lalu dengan santainya Zuri membuka pintu salah satu toilet. Namun alangkah terkejutnya dirinya saat melihat seorang pria yang sedang buang air kecil di toilet yang sama di mana dirinya sedang berada saat ini. Sekilas Zuri dapat melihat alat tempur pria tersebut. Matanya setengah terbelalak, hendak ke luar dari tempatnya. Mata sang gadis seketika menjadi ternodai melihat pemandangan langka di depannya. Zuri hendak berteriak, namun dengan cepat Edward membekap mulutnya sambil memperbaiki celananya yang tadinya terbuka. Bagaimana Edward tidak melakukan itu suara teriakan orang-orang yang memanggil namanya mulai terdengar. "Tuan Muda! Anda di mana? Tolong jangan bermain-main dengan kami! Jangan membuat Tuan Opa marah besar kepada Anda!" teriak salah satu dari mereka. Sementara Zuri terus mencoba berontak. "Nona, tolong tenanglah sebentar! Orang-orang itu sedang mengejar saya, Nona! Apakah Anda mau kita dicelakai oleh mereka?" Edward mulai menakut-nakuti Zuri. Namun Zuri yang dibekap mulutnya oleh Edward tak habis akal saat ini. Dia pun menggigit tangan Edward dengan sangat kuat. "Auch! Sakit! Nona! Anda menggigit tangan gue! Berani Lo sama gue?" serunya sambil menatap tajam ke arah gadis itu. Namun Zuri sama sekali tidak takut dengan tatapan tajam Edward kepadanya. Ternyata pria tampan itu lupa melepas kaca matanya, sehingga mata elangnya yang sedang menatap ke arah Zuri tidak tembus pandang saat ini. Edward masih belum menyadari jika kaca mata hitam yang dirinya sedang pakai, menghalangi semuanya. "Anda juga kok berani-beraninya membekap mulut saya, Tuan! Jadi tak ada yang salah dengan tindakan saya. Lagian Anda ngapain di dalam toilet wanita? Apakah Anda hendak berbuat mesum?" Zuri pun segera menjauhkan tubuhnya dari pria itu. Sementara Edward terlihat geleng-geleng kepala saat ini. "Hei, Nona! Anda tidak bisa membaca, ya! Ini toilet pria! Tuh baca baik-baik! Jangan-jangan Anda yang mau mengintip saya!" ketus Edward. "Apa? Ja ... jadi ini toilet pria?" tanya Zuri. "Yaiyalah! Masa yaiya, dong?" sengit Edward lagi. "Ma ... maaf, Tuan. Tadi saya buru-buru. Sa ... saya tidak bermaksud untuk mengintip Anda. Permisi, Tuan." ucap Zuri menjelaskan, lalu dia pun mulai ke luar dari dalam toilet itu. "Cih! Alasan saja, Lo!" ketus Edward. Dia pun mulai ikut keluar dari dalam toilet itu. Pria itu mulai berjalan di belakang Zuri. Namun tiba-tiba orang suruhan sang opa mulai kelihatan dari kejauhan. *) GBK : Gelanggang olah raga Bung KarnoDi suatu pagi,Suasana di rumah Edward dan Zuri dipenuhi kegembiraan. Liburan anak-anak telah tiba, dan janji Edward untuk membawa mereka keliling Kota London semakin mendekati kenyataan. Zuri tampak sibuk di kamar, mengemas barang-barang untuk perjalanan panjang mereka."Nasya, Sayang, jangan lari-lari! Kita akan berangkat sebentar lagi," ujar Zuri sambil tersenyum melihat putri bungsunya yang berlari-lari kecil di sekitar tempat tidur.Nasya, yang baru berusia tiga tahun dan duduk di playgroup, menghentikan langkahnya dan menatap Zuri dengan senyum lebar. "Mommy, Nasya boleh bawa boneka nggak?" tanyanya dengan mata berbinar-binar."Boleh, Sayang. Tapi cuma satu, ya? Jangan kebanyakan barang," sahut sang ibu.Sementara itu, di ruang tamu, Edward sedang membantu kedua anak laki-lakinya, Edzhar yang berusia tujuh tahun dan Ben yang berusia enam tahun, mengemasi mainan yang akan mereka bawa."Daddy, nanti di London kita naik bus tingkat, ya?" Edzhar bertanya sambil memasukkan mobil mai
Sore yang mendebarkan,Saat sore menjelang, langit Jakarta memancarkan semburat jingga yang indah, namun hati Edward, sang CEO EK Corp terasa tak tenang. Baru saja dia selesai menandatangani berkas terakhir di kantornya ketika ponselnya berdering. Dengan cepat pria sibuk itu menjawab panggilan tersebut.Edward :”Hallo, Maid. Ada apa?”Maid :"Tuan, Nonya Zuri sudah dibawa ke rumah sakit. Sepertinya sudah waktunya melahirkan!" suara maid-nya terdengar di ujung telepon.Edward langsung berdiri, rasa panik mulai menyeruak di dadanya. “Baik, saya segera ke sana,” jawabnya sebelum memutus panggilan dari sang asisten rumah tangga. Pria itu lalu meraih jasnya dengan cepat, berlari menuju lift, dan segera melangkah ke mobilnya yang ada di parkiran.Perjalanan dari kantor Edward di kawasan pusat Jakarta menuju rumah sakit keluarga langganan keluarganya, biasanya memakan waktu lama karena kemacetan yang tak terelakkan. Namun, sore itu, keajaiban seolah berpihak kepadanya. Jalanan tampak lebi
Di suatu pagi,Suasana di rumah Edward dan Zuri sangat tenang dan damai. Sinar matahari di hari Sabtu pagi menyelinap di antara dedaunan pohon yang rimbun, menerangi halaman rumah yang luas, termasuk kolam renang pribadi mereka. Di sana, Edward tampak sedang berenang dengan putra-putranya, Edzhar dan Jacob Benedict yang biasa dipanggil Ben yang juga telah dikaruniai oleh Tuhan kepada mereka dan ikut meramaikan keluarga kecil Edward dan Zuri.Edward dengan sabar mengajarkan kedua putranya cara berenang gaya bebas saat ini.“Lihat, Daddy! Aku bisa melakukannya!” teriak Edzhar, anak sulung mereka yang baru berusia lima tahun, sambil mencoba menggerakkan tangannya dengan gaya bebas.“Bagus, Nak! Teruskan! Ben, kamu juga harus mencoba, ya,” seru Edward sambil mengawasi kedua putranya dengan penuh perhatian.Ben yang masih berusia empat tahun mencoba mengikuti, namun gerakannya masih kaku. “Daddy, aku agak susah berenang, airnya malah masuk ke dalam hidungku,” rengek Ben sambil mengusap wa
Beberapa bulan kemudian,Hari ini adalah hari istimewa bagi Zuri dan Edward. Tepat tujuh bulan sudah usia kandungan Zuri, dan mereka baru saja pulang dari rumah sakit setelah pemeriksaan USG yang menunjukkan bahwa mereka akan dikaruniai seorang anak laki-laki. Hasil pemeriksaan itu membuat mereka semakin antusias untuk menyambut kehadiran sang buah hati. Edward, yang selalu memperhatikan setiap detailnya, sudah lama merencanakan acara tujuh bulanan untuk merayakan momen istimewa ini. Acara tersebut digelar di ballroom hotel Fairmont, Jakarta, dengan dekorasi elegan dan suasana yang penuh kehangatan.Ballroom yang luas itu dihiasi dengan bunga-bunga berwarna putih dan biru pastel, mencerminkan tema kebahagiaan menyambut putra mereka. Di tengah ballroom, tampak panggung kecil dengan meja panjang yang dihiasi kue tujuh bulanan dan berbagai hadiah untuk Zuri. Para tamu mulai berdatangan, dan suasana semakin meriah dengan kehadiran keluarga dan teman-teman dekat pasangan ini.Zuri mengena
Zuri terbaring lemah di tempat tidur rumah sakit, wajahnya terlihat pucat akan tetapi tampak lebih tenang setelah beberapa jam dirawat di UGD. Setelah dipastikan kondisinya stabil, tim dokter memutuskan untuk memindahkannya ke ruang perawatan yang berada di lantai atas. Keadaannya mungkin sudah lebih baik, namun kekhawatiran masih menggelayuti wajah setiap orang yang menunggunya di luar.Bunda Ayu, Opa Bram, Jemy, Mirah, dan Bobby sudah menanti dengan penuh harap di depan pintu ruang perawatan. Ketika perawat memberitahu bahwa mereka diperbolehkan masuk, Bunda Ayu segera melangkah masuk, diikuti oleh yang lainnya. Dengan langkah tergesa, Bunda Ayu menghampiri menantu kesayangannya yang masih terbaring di ranjang, sambil menggenggam erat tangan Zuri."Zuri, syukurlah kamu baik-baik saja, Nak," ucap Bunda Ayu dengan suara penuh kelegaan. “Bunda sangat khawatir tadi.”Zuri tersenyum lemah, akan tetapi senyum itu cukup untuk menenangkan hati Bunda Ayu. "Terima kasih, Bunda. Saya juga ber
Jemy melangkah cepat di tepian Pantai Ancol, langkah-langkahnya teratur namun tegang. Dia memeluk tubuh Zuri yang pingsan dengan erat, tubuh perempuan itu terasa ringan di pelukannya, akan tetapi beban yang dirasakan Jemy di hatinya jauh lebih berat. Pikirannya masih dipenuhi kekhawatiran. Untungnya Tadi, sebelum dia menggendong Zuri, dia sempat menelepon Bobby, yang juga merupakan sepupu Edward, yang baru saja selesai mengikuti rapat penting di gedung yang sama yang ada di area Pantai Ancol."Bobby, aku sudah menemukan keberadaan Zuri. Tapi dia sedang pingsan! Sekarang aku sedang menggendongnya, cepat siapkan mobil di parkiran. Kita harus segera ke rumah sakit!" Suara Jemy terdengar panik di telepon.Tanpa banyak bicara, Bobby langsung bergegas menuju parkiran dan menyiapkan mobilnya.Sesampai di parkiran, Bobby melihat Jemy datang dengan langkah cepat, Zuri berada dalam gendongannya. Bobby segera membuka pintu penumpang yang ada di belakang, memberikan ruang bagi Jemy untuk memasuk