"Iya, Sayang! Yuk, kita langsung ke kamar saja!" ajak Lingga sambil merangkul pundak wanita yang melingkarkan tangannya di perut Lingga.
Naya hanya bisa terpaku, menatap kepergian suaminya dengan dada yang mendidih, "Kamu sengaja melakukannya, kan Mas? Seolah memberikan aku harapan agar aku semakin jatuh dan semakin tersakiti! Kamu menang lagi, aku yang terseret ke dalam nerakamu!" Naya limbung, menabrak tembok dan berpegangan agar tidak jatuh! Tak lama seorang wanita paruh baya tergopoh menghampiri Naya, "Selamat datang, Nyonya! Perkenalkan saya mbok Nem, mari saya antar ke kamar Anda, Nyonya!" ucapnya. "Jangan panggil saya, Nyonya, Mbok!" jawab Naya sambil tangan mbok Nem, "Bantu saya, saya masih sedikit pusing, Mbok!" "Baik, Nyo—" "Naya, panggil saja Naya, Mbok!" potong Naya. "Iya, Bu! Saya tidak berani memanggil nama saja, Bu Naya adalah istri dari Tuan saya!" jawab Mbok Nem memapah Naya ke kamarnya. Dan Naya mengangguk, mengerti perasaan Mbok Nem yang tidak berani memanggilkan dengan nama saja. "Kamarnya gelap sekali, Mbok!" ucap Naya. "Iya, Bu! Tuan memang senang dengan nuansa hitam! Jadi terkesan gelap!" jawab mbok Nem mendudukan Naya di kasur itu, "Sebentar, Mbok buka jendela dan gordennya!" "Kamar Mas Lingga, mbok?" tanya Naya. "Iya, Bu! Kamar suami, Ibu!" jawab Mbok Nem mendekat setelah membuka jendela, dan Naya mulai melihat sekeliling. Benar, ini kamar yang sangat luas dengan donimal warna hitam dan abu, kamar suaminya. "Mbok gak salah antar saya ke kamar Mas Lingga? Saya mau kamar lain saja, Mbok!" ucapnya. "Loh, kenapa, Bu? Kata Tuan Lingga meminta saya mengantar ke kamar Tuan!" Jawab Mbok Nem. "Mas Lingga yang suruh, Mbok?" "Iya, Bu!" "Lalu, kamarnya dengan wanita ular itu? Bukannya Mas Lingga dan—" Naya tampak bingung ingin bertanya bagaimana. "Oh, Non Bia? Tuan dan Non Bia ada di kamar tamu, Bu!" jawab Mbok Nem. "Mereka sering ke kamar tamu, Mbok?" tanya Naya. Mbok Nem mengangguk, "I—iya, Bu!" "Yasudah, makasih banyak, Mbok! Saya mau istirahat, dulu!" ucapnya. Setelah itu, Mbok Nem pamit dan pergi meninggalkan Naya sendirian, "Apa isi kepala, Mas Lingga? Mau sekamar denganku? Dia bahkan tidak sudi menyentuhku! Alih-alih menyentuhku dia justru hanya menuntaskan hasrat dengan mulutku, padahal aku halal untuknya!" gumam Naya berdiri menuju balkon. Kamar Lingga ada di lantai dua, dan balkonnya langsung menghadap ke taman dan halaman belakang yang rindang. "Menyegarkan!" lirihnya kemudian duduk di kursi balkon, "Tapi, bukankah yang haram memang— Hmmm, entahlah, dia pasti hanya ingin menyakitiku!" Naya kembali harus menyakinkan dirinya, mengambil ponsel, "Aku cermin, Mas! Kamu bisa melakukan itu akupun akan melakukannya!" seringai Naya. Kemudian menghubungi seseorang, "Hallo, Dan!" sapa Naya saat panggilan terhubung. "Eh, Naya! Selamat atas pernikahanmu ya! Maafkan aku tidak bisa hadir!" jawab Danu, sahabatnya. "Apa tawaranmu di perusahaan tempatmu bekerja, masih?" tanya Naya. "Lah, Nyonya Lingga seorang pebisnis sukses di kota ini ingin bekerja?" Sindir Danu. "Gampanglah izinnya, sayang tau ijazahku kalau tidak digunakan, Dan!" candanya. "Masih, buatlah surat lamaranmu, nanti aku berikan pada HRD! Semoga aja bisa diterima!" jawab Danu. "Siap, nanti aku kirim emailmu, ya?" "Oh ya, Nay! Tapi staff keuangan sudah terisi kemarin! Tidak tau ada yang kosong atau tidak, itupun kamu harus tes sendiri ya, aku hanya memberikan jalan saja!" "Siap! Makasih banyak, Dan!" Panggilan terputus, dan Naya langsung bergegas membuka tabletnya yang ada di tas. Naya memilih duduk di balkon sambil mengotak-atik tablet, membuat resume diri dan juga surat lamaran. Naya harus bangkit, berdiri di kakinya sendiri, Naya mempersiapkan dirinya kedepannya karena tak ada masa depan di pernikahannya dengan Lingga. Naya juga tidak ingin gila, hanya karena melihat suaminya berkamar dengan umat bulu itu. Dan, Naya ingin meminta teman kerjanya mungkin nantinya menjadi pacar pura-puranya, karena Naya tak ingin sakit sendiri, Lingga yang lebih dulu membawa ulat bulu di ranjangnya, maka jangan salahkan Naya jika membawa pangeran berkuda untuk membawanya lari. Impas bukan! Setelah selesai dan mengirimkan pada Danu, Naya mendapatkan balasan dari Danu agar datang besok, karena Danu sudah merekomendasikan pada HRD. Mendengar itu, Naya kemudian keluar dari rumah dan pergi ke rumah Ibunya untuk mengambil beberapa baju formalnya, Laptop, make up, dan barang-barang untuk menunjang penampilan besok. Tidak mau menunggu Lingga yang tengah bergelut manja, Naya pergi naik taxi ke rumahnya. "Loh, Nak! Mana Nak Lingga? Kok sendirian?" tanya Bu Btari. "Sibuk Bu, Naya harus ambil baju jadi Naya diam-diam kesininya! Hehe, Mas Lingga sibuk!" jawab Naya. "Gak boleh gitu, Nak! Izin suami itu penting setelah menikah, ridho suamimu ridho Allah, Nak!" ucap Ibunya. "Iya, Bu! Habis ini Naya izin kok, cuma ambil sebentar!" jawabnya. 'Suami kalau model Mas Lingga mah enggak, Bu! Dia malah lagi enak-enak sama si ulet bulu yang lagi kegatelan bagian bawahnya itu, jadi minta suamiku menggaruknya!' lanjutnya dalam hati. "Jangan ulangi lagi ya, Nak!" "Iya, Bu!" Naya kemudian membereskan bersama ibunya, "Kok baju formal semua, Nak?" "Iya, Bu! Mas Lingga sudah mengizinkan Naya mencari pekerjaan, daripada Naya kesepian saat Mas Lingga kerja, Bu! Ijazah Naya juga biar terpakai!" canda Naya. "Pasti kamu yang paksa, ya!" "Enggak kok, Bu!" jawab Naya. "Nak Lingga bicara dengan Ibu sebelum kamu menikah, jika tidak mengizinkan kamu kecapekan bekerja!" jawab Bu Btari. Sontak Naya tertawa, "Hati orang berubah-ubah, Bu!" jawab Naya, 'Kok sebelum nikah, Bu! Kemarin sama hari ini aja berubah!' batin Naya. "Ibu percaya Nak Lingga, dia lembut, baik, dan jujur, kok!" jawab Bu Btari, "Pasti kamu yang paksa, kan!" Yah, inilah alasan Naya kenapa tidak pergi atau meminta cerai pada Lingga sesaat setelah malam pertama yang sangat memilukan itu, karena dia hidup di lingkungan yang masih menganut paham patriarki. Jaman dimana semua yang terjadi di pernikahan adalah kesalahan istrinya! Adanya KDRT karena istri gak pecus dan tidak patuh aturan suami! Adanya perselingkuhan karena istri yang tidak bisa memu4skan suaminya! Martabat suami jauh lebih diatas istrinya! Bagai seorang pesuruh, dan istri dituntut untuk menerima semua perlakuan keji itu? Bahkan, Naya belum pernah melayani ranjang suaminya, tapi suaminya berselingkuh dan tidur dengan ulat bulunya, lalu dia yang akan dicap tak bisa memuaskan dan melayani suaminya? Satu hari baru menikah dan langsung cerai? Lalu dirinya yang akan dicap tidak bisa menjaga kemurnian dirinya, hingga suaminya kecewa dan menceraikannya? Ish! Bullshirt! Tidak akan Naya biarkan itu terjadi. Naya memilih membuat neraka suaminya semakin berkobar. "Ndak boleh begitu, Nak! Harus patuh sama suamimu! Jangan membangkang, Nak! Jangan pergi tanpa pamit! Layani suamimu dengan baik, dan jadi Ibu terbaik untuk anakmu, itu karir terbaik sebagai perempuan!" lanjut Ibunya. Naya semakin tertawa terbahak-bahak, "Ibu yang baik? Jangankan punya anak, suamiku bahkan jijik menyetuhku, Bu!"