Share

5. Harapan Palsu

Author: Roro Halus
last update Last Updated: 2025-01-21 23:37:30

Lingga menyadari sesuatu setelan mendengar gumaman Naya, namun dia tetap diam dan mendudukkan Naya di jog mobil.

Jujur! Naya sangat lemas sekali.

Demamnya juga sangat tinggi karena semalaman tidur di ubin kamar mandi.

Mas Byakta sama Bu Btari tampak mengantar sampai di teras saja karena dilarang oleh Lingga ikut, takut Bu Btari juga kelelahan dan Lingga membawa Naya ke rumah sakit.

Lingga duduk di jog kemudi dan mulai menjalankan mobilnya, tak perduli apa sindiran Naya.

Sesampainya di UGD, selayaknya suami pada umumnya, Lingga mendampingin Naya selalu membuat Naya heran.

Apa mau suaminya?

'Tidak usah peduli padaku seperti ini, Mas, itu akan membuat hatiku, goyah! Jadilah jahat seperti sebelumnya, Mas!' batin Naya sambil menutup mata.

Lebih baik tidur daripada melihat tingkah aneh Lingga, atau sekedar menutup matanya saja.

Namun, Naya bisa merasakan suaminya itu menggenggam erat tangannya bak seseorang yang sangat takut kehilangan.

Entah bagaimana kelanjutannya, Naya memilih acuh dan benar-benar tertidur cukup lama hingga dia merasakan sedikit terdesak, "Eghhh!" lengguhnya sambil menggerakkan tubuhnya yang sedikit kaku.

Namun terasa berat!

Berat?

Sontak, Naya terbelalak saat merasakan tangan berat suaminya merangkul pinggangnya dari belakang.

'Dia memelukku? Apa aku tidak salah? Apa dia kehilangan pikirannya?' batin Naya mencoba melerai pelukan itu, "Mas, Lepas!" sinisnya sambil mendorong Lingga.

Namun, justru Lingga mempererat pelukannya, "Sebentar saja, Mas ngantuk!" lirih Lingga.

Naya sangat terkejut dengan suara lembut itu, aneh bukan? Membuat Naya kehilangan kata-katanya dan memilih membiarkan suaminya memeluknya, dengan otak yang terus melalang buana.

"Apa dia benar-benar bipolar? Apa aku harus membawanya ke psikolog?" gumamnya lirih.

Sedang Lingga yang mendengar suara lirih itu tersenyum, justru semakin mendusel ceruk leher sang istri yang sangat wangi.

Sejujurnya, Lingga sedikit merasa bersalah, dia juga sangat mengantuk karena semalaman dia tidak bisa tidur karena istrinya tidak keluar dari kamar mandi. Lingga memilih menunggu sampai pintu itu terbuka, namun tak kunjung buka sampai pagi.

Alhasil, Lingga mengetuk pintu dan masuk dengan kesal tanpa sengaja menabrak Naya sampai limbung. Dan, setelah tau Naya demam, Lingga benar-benar merasa bersalah dan panik.

Dia sangat sadar jika perilakunya semalam adalah sebuah kesalahan.

Naya diliputi kebingungan dengan tingkah dan sikap suaminya yang berubah-ubah, namun tetap tak bisa membuat Naya melupakan tragedi malam pertamanya.

Naya kembali mencoba untuk mengurai pelukan suaminya yang semakin mengerat itu, membuat Naya benar-benar tidak berkutik.

Dan berakhir tidur berdua di atas ranjang pasien itu karena sangat mengantuk entah efek obat atau karena tidur kurang dua hari terakhir pasca menikah.

Tanpa mereka sadar, mereka berdua sama-sama terlelap dengan sangat nyenyak sambil saling memeluk satu sama lain, seolah saat ini hati mereka yang tengah berbicara bukan lagi ego ataupun kemarahan.

Hingga Bu Btari dan Mas Byakta yang baru hadir sore hari membawakan makanan untuk kedua anaknya itu langsung kembali ke rumah dan tidak ingin mengganggu sepasang suami istri yang tengah lengket itu.

Dan, Lingga terbangun lebih dulu, menatap wajah damai Naya yang tengah tertidur lelap di dadanya, "Maafkan aku, Nay, kamu harus menjalani neraka ini denganku! Maaf, aku harus menyeretmu pada kesakitanku yang tak terobati ini! Maaf, kau harus menanggung dendam ini!" lirihnya.

Lingga daratkan satu kecupan di bibir tipis itu, kemudian dia berdiri dan masuk ke kamar mandi.

Bersama dengan itu, Naya membuka matanya dan meraba bibirnya yang mendapatkan kecupan, "Ada apa denganmu, Mas? Apa maksudmu? Kesakitanmu? Menyeretku? Dendam? Ada apa ini?" lirihnya.

Naya sangat bingung dengan tingkah suaminya, sesaat ia menjadi raja iblis yang teramat kejam pada dirinya, di saat yang lain dia sangat lembut dan menggetarkan hatinya.

Naya memilih untuk duduk di ranjangnya dan meraih nasi di nakas sampingnya dan memakannya, "Ibu pasti datang, tadi!" gumamnya mulai menyendokkan makanannya.

Perutnya sangat lapar!

"Sudah bangun?" tanya Lingga.

"Hmmm!" jawab Naya, "Makan, Mas! Lapar sekali aku! Enak banget masakan Ibu, Mas!" ajak Naya disela kunyahannya.

Lingga kemudian mendekat dan ikut makan dengan Naya, kenyataannya mereka melewatkan sarapan, makan siang, hingga saat ini.

Lingga dan Naya makan di satu tempat itu dengan lahap, tanpa sepatah katapun selain menghabiskan makanan yang Ibu Btari bawakan.

"Ibu tadi datang, Mas tau?" tanya Naya.

"Tidak!"

"Pasti kita sedang tidur, Mas!" jawab Naya mencoba mengurai ketegangan diantara mereka.

Entah kenapa, setelah mendengar ucapan suaminya, Naya merasa ada yang Lingga sembunyikan.

"Hmm!"

"Yah, sudah habis! Rasanya belum kenyang ya, Mas?"

"Hmm, tunggulah! Mas belikan makanan sebentar diluar!" jawab Lingga sambil membereskan bekas makan mereka.

Jantung Naya berdetak, entah kenapa Naya selalu senang saat suaminya membahasakan dirinya sendiri dengan sebutan [Mas], seolah Naya sedang bersama Lingga yang dulu.

Lingga yang belum berubah!

"Makasih, Mas!"

Lingga tak menjawab lagi dan pergi dari ruangan untuk membelikan Naya makanan, juga dirinya yang masih lapar.

Lingga benar-benar berubah seperti suami yang sangat mencintai istrinya, merawat Naya di rumah sakit selama dua hari dengan telaten walaupun bicaranya masih sedikit.

Sangat telaten, bahkan membersihkan tubuh Naya tanpa rasa jijik.

Naya senang, karena merasakan suaminya sudah mulai lembut, terlepas dari rasa bersalah atau apapun itu.

Dan akhirnya hari ini pulang ke rumah, seolah tak terjadi hal buruk apapun. Naya seolah melupakan kekejaman Lingga sebelum Naya masuk rumah sakit.

"Kita pulang ke rumah Ibu, Mas?" tanya Naya.

"Tidak!" jawab Lingga tanpa menoleh.

"Ke rumahmu, Mas?"

"Hmmmm! Aku sudah izin pada Ibu!" jawabnya menoleh sebentar dan kembali fokus mengemudi.

"Pakaianku masih di rumah Ibu, Mas!"

"Istirahat dulu, biar Mas nanti yang ambil!"

Naya tersenyum, "Baik, Mas, makasih!"

Tak ada jawaban apapun, hingga akhirnya mereka memasuki gerbang rumah Lingga yang cukup besar.

Naya turun dan memandang rumah itu dengan senyum, 'Semoga menjadi awal yang baik untuk kehidupan rumah tanggaku dan Mas Lingga! Semoga Mas Lingga terus lembut dan baik seperti ini!' batin Naya.

"Yuk!"

"Iya, Mas!" jawab Naya terkejut suaminya membuyarkan lamunannya, sambil menggandeng tangannya untuk memasuki rumah itu.

Senyuman terus mengembang di bibirnya.

Cklek!

"Sayang!" pekik perempuan dengan pakaian kurang bahan itu dari dalam rumah sambil menghampiri Lingga dan Naya.

Membuat jantung Naya berdetak kencang! Sontak senyumnya pudar! Naya melupakan ulat bulu satu itu!

Parahnya, Lingga tersenyum menyambutnya dalam peluk4nnya.

Membuat jantung Naya seakan diremas, pemandangan di depan matanya yang sangat menyakitkan, menghancurkan harapannya beberapa saat lalu, dan sekaligus menyadarkan dirinya jika kebaikan suaminya selama di rumah sakit benar-benar karena rasa bersalah, tidak lebih.

Apalagi untuk memperbaiki rumah tangga mereka!

'Bodoh! Aku sangat bodoh, sudah berharap lebih pada raja iblis ini! Bukankah di rumah sakit dia sudah bilang menyeretku? Berharap apa kamu, Nay! Bodoh!' batinnya mengumpati hatinya yang tengah berdarah lagi itu.

Naya terus mematung dengan tatapan nanar melihat ulat bulu itu terus menggelend0ti suaminya, "Sayang, kamu pasti rindu denganku, kan?"

"Iya, Sayang! Yuk, kita langsung ke kamar saja!" rangkul Lingga.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ranjang Suamiku Yang Membeku   86. Melahirkan

    "Naya tak punya uang, jadi hanya dibantu tetangga!" ucapnya. "Kenapa kamu harus pergi, atau kalau tak ingin ditemukan oleh Lingga, kamu masih punya ibu, Nak! Kamu masih bisa meminta uang pada Ibu!" Naya menggeleng, "Naya merasa bersalah meninggalkan ibu dan Mas By, tapi saat itu Naya terpukul dengan kehamilan Naya! Saat itu hujan sangat deras, Naya sudah kesakitan sejak pagi namun tak tahun harus kemana, Naya memilih terus menahannya di dalam kontrakan, hingga tetangga Naya datang, dan melihat Naya!" ceritanya, "Dia punya anak tiga, jadi berbekal pengalaman, Mbak Can membantu Naya melahirkan Nendra! Sakit sekali, Bu!" ceritanya sambil melirik tangan Lingga yang bergerak. "Nak, kali ini kamu tidak akan sendirian! Ibu akan menemani kamu, suaminya akan menemani kamu! Tidak apa jika ingin melahirkan di ruangan ini! Kalau sampai suamimu tak kunjung bangun, nanti ibu sendiri yang akan carikan suami baru, yang bisa menemanimu!" ucap Bu Btari. Membuat Lingga meneteskan air mata, "Tidak m

  • Ranjang Suamiku Yang Membeku   85. Flashback

    "Ada Dimas, ada Masmu!""Biarkan Mas Dimas kencurahkan waktu sedikitnya itu untuk anak dan istrinya! Kasihan mbak Bia, Bu!""Tuhkan! Kamu tidak ingin menghentikannya, Ngga? Ibu sudah sangat bingung memperingatinya!" ucap Ibu tak menjawab Naya lagi, justru kembali curhat pada Lingga. "Nay! Tangan Lingga gerak!" pekik Bu Btari sesaat kemudian menekan tombol emergency, Naya sendiri langsung melemparkan sendoknya dan mendekatimu tempat tidur suaminy, "Mas! Bangun Mas! Aku tidak akan lagi menuntut cerai! Mas, kamu dengar? Aku mau selamanya bersama kamu, Mas!" ucap Naya mencoba terus memancing suaminya terbangun. Dia yakin, suaminya itu akan mendengarnya. Tak lama dokter masuk dengan beberapa suster, "Permisi, ada apa, Bu?" "Tangan suami saya bergerak, dok!" Dokter kemudian kembali mengecek semuanya, detak jantung, saturasi, dan lain-lain, "Alhamdulillah, Pak Lingga pertama kali menunjukkan perkembangan! Semoga sebentar lagi akan ada keajaiban!" ucap dokter itu. "Aman dok?""Aman, Bu,

  • Ranjang Suamiku Yang Membeku   84. Tak bisa ditinggal

    Naya terbangun, dan semua perasaannya itu hanyalah halusinasi, dan ternyata tangan yang melingkari perutnya adalah tangan Nendra. Entah sejak kapan, Nendra diantara ke mari, "Anakku!" Naya meraih Nendra dan membawanya berbaring di tengah-tengah antaranya dan Lingga, "Cepat sembuh anak, Mama, tidur yang nyenyak! Nendra mau temani Papa, juga ya!" gumamnya mengusap putranya yang masih setia tertidur.Setelahnya, dia kembali tertidur mengapit Nendra, dan tidur bersama suaminya. Keesokan harinya, sesuai jadwal operasi Lingga, Naya dan Nendra menemani berdua, karena Bu Btari menemani Bia yang sudah memasuki HPL dan Mas Byakta menghandle rapat penting hari ini. Pada akhirnya dunia berjalan, setiap manusia memiliki kesibukannya, dan Naya beruntung sejak awal dia tak bergantung pada siapapun. Dia berusaha kuat, agar Nendra dan Lingga bisa bergantung padanya. Operasi terakhir ini, cukup lama, memakan waktu kurang lebih delapan jam, dan Naya habiskan dengan keterdiaman, karena Nendra juga

  • Ranjang Suamiku Yang Membeku   83. Mas Lingga

    Semenjak pulang dari memeriksakan Nendra, hari Naya berubah drastis. Semua informasi yang dia terima sangat memukul telak hatinya, hingga remuk redam. Sakit akinat kecelakaan Lingga masih belum kering dan harus dihadapkan dengan cobaan baru yang lebih luar biasa. Rasa bersalah begitu besar membebani hatinya, pada Nendra, Lingga maupun pada anak yang kini dia kandung. Anak yang hadir karena hubungan mau sama mau antara Lingga dan Naya, Naya cukup tau untuk tidak membuat anaknya kembali menjadi korban, seperti yang dialami oleh Nendra. Dan Naya langsung mengirimkan surat pengunduran diri ke perusahaan tempatnya bekerja, karena Naya tau, perjuangannya akan dimulai. Disini! Dikota dimana dia dilahirkan dan besar, kembali menetap di kota malang dengan semua beban dan tanggung jawab yang harus dia pikul sendirian. Sangat berat, Namun bukanlah perempuan adalah tiang dalam rumah tangga, dan Naya bertekad akan menjadi tiang yang kuat di rumah tangganya. Tiang wajib kuat demi kokohnya ban

  • Ranjang Suamiku Yang Membeku   82. Berhenti bicara

    Naya semakin dikejutkan oleh pertanyaan Ibunya, "Memangnya Naya wanita tidak benar?" lanjutnya. "Lalu, kenapa kau memaksa cerai?" pekik Bu Btari kesal, bersamaan dengan Bia membawa Nendra untuk keluar. "Ha? Jawab Naya? Kau dan Lingga berhubungan begitu intim sampai menghasilkan adik untuk Nendra, tapi kau meminta Cerai? Hatimu di mana? Bagaimana perasaan Lingga?" pekik Bu Btari dengan mata berkaca-kaca. Naya bergeming, melihat ibunya sedikit tempramen mendengar kabar ini, membuat Naya hanya bisa meledakkan tangisannya. Merasa bersalah. Benar, dirinyalah yang naif, dirinyalah yang keras kepala dan egois. Naya nyaman bersama Lingga, Naya menyukai kehangatan yang Lingga suguhkan, namun dirinya tetap tak mau memberikan kesempatan, bahkan setelah suaminya berlutut memohon. Naya tak tau dengan keadaan ini, dan dia akhirnya kembali menjatuhkan tubuhnya memeluk Lingga, "Bangun, Mas ... Aku hamil!" isaknya di dada Lingga. Byakta yang melihat pertikaian itu, hanya bisa mengamankan Naya

  • Ranjang Suamiku Yang Membeku   81. Anak siapa?

    Byakta lebih dulu menggendong Naya dan menidurkan di bangku panjang itu sambil menunggu suster membawa kursi roda atau tempat tidur dorong. "Dok, Jawab, Apa yang terjadi?" tanya Bia yang masih menunggu jawaban di depan pintu operasi itu. Byakta kembali menemani Bia dan Ibunya, sedangkan Nendra berjalan menjauh menemani Naya. Tak ada kata atau tangisan, Nendra hanya menggenggam tangan Mamanya dengan tatapan nanar. Sakitnya tak bisa dijelaskan, Papanya sedang berjuang hidup, dan Mamanya sakit, mamanya terus-terusan pingsan sepanjang hari. Dunia seakan tidak memihak pada laki-laki kecil itu, dilahirkan tanpa mengenal Papanya, hidup hanya mengenal mamanya seorang, menjadi bahan bullyan dan tak memiliki teman. Sekarang, disaat dia merasa dunianya indah, semesta kembali merebutnya paksa. Nendra jelas sangat terluka. Semesta seakan meminta papa yang dia harapkan sejak dulu, papa yang sangat dia tunggu kehadirannya. Di usianya yang baru genap tujuh tahun itu, dia sudah harus mengalam

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status