Beranda / Lainnya / Suamiku, Lakon Sandiwara / Chapter 3 Dua Dunia dalam Satu Atap

Share

Chapter 3 Dua Dunia dalam Satu Atap

Penulis: Riskyara
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-31 19:23:23

Cahaya pagi menyelinap masuk melalui tirai jendela kamar. Udara masih terasa dingin, meski sinar matahari mulai menyusup ke dalam ruangan bergaya klasik modern itu. Mala mengerjapkan matanya perlahan. Ia bangkit, tubuhnya masih dibalut gaun tidur satin berwarna merah.

Ia melihat sebuah patung yang dibalut dengan gaun yang sangat anggun. Dengan warna dusty rose memancarkan kesan elegan, bahan yang terbuat dari satin halus mengikuti lekuk tubuhnya. Bagian lehernya dihiasi manik yang tak terlalu mencolok.

Mala menekan bel untuk memanggil Mbak Nila. Ia masih tidak percaya semua akan diatur sedemikian rupa hingga baju yang akan ia kenakan dalam pertemuan keluarga Kara. Apakah ia akan sepenting itu? Apa ia akan terlihat oleh keluarga Kara?

Mbak Nila mengetuk pintu. “Nona?” panggilnya sopan.

“Mbak, ini gaun untuk saya?” Tanya Mala.

“Betul Nona, semalam saat Nona sudah tidur gaun itu datang dan disimpan di kamar,” jelas Mbak Nila.

“Gimana saya mengenakannya?” Mala kebingungan, ia tahu itu gaun mahal yang tak sembarangan asal pakai.

“Pak Bane yang akan handle semuanya, Nona cukup bersiap. Sebentar lagi Pak Bane sampai.”

Tak lama, Bane pun datang dengan dua orang di belakangnya. Ia mengetuk pintu kamar Mala. Saat pintu terbuka Mala sedikit terkejut dengan kehadiran orang-orang ini.

“Selamat pagi, Nona. Saya bawakan dua orang untuk membantu Anda bersiap,” jelas Bane.

Mala disulap menjadi sangat cantik dan anggun. Gaun yang ia kenakan begitu pas dan cocok di tubuhnya. Pinggangnya yang ramping dihiasi sabuk tipis mutiara kecil yang mengikat rapi. Panjang bajunya menyentuh lantai, menyapu lembut saat ia melangkah. Riasan di wajahnya menambah kesan cantik, blush yang menempel di pipinya membuat senyumannya begitu merona.

Bane kembali mengetuk pintu kamar Mala dan membukanya. Ia membawa sebuah tablet dan map tipis berisi catatan singkat. Wajahnya seperti biasa, tenang, rapi dan tak banyak basa-basi.

“Nona, sebelum sampai di acara nanti ada yang perlu Anda perhatikan. Pertemuan keluarga Tuan Kara selalu melibatkan dua hal utama, citra dan kepentingan bisnis. Jadi mohon disimak ya,” jelas Bane.

Mala mengangguk pelan.

“Pertama, Nona akan duduk bersebelahan dengan Tuan Kara. Jangan berbicara kecuali ditanya. Jika ditanya, jawab seperlunya, gunakan kalimat formal, dan jangan mengutarakan pendapat pribadi tentang keputusan bisnis mereka.” Bane membuka tablet dan menunjukkan bagan sederhana.

“Kedua, nanti akan ada sesi sambutan singkat dari kalian berdua. Naskahnya sudah saya siapkan, hanya dua menit. Tugas Nona hanya membaca bagian yang saya tandai. Jangan improvisasi.”

Mala menyimak dan sesekali menelan ludah.

“Ini bukan hanya pertemuan keluarga. Ini arena bisnis keluarga dalam balutan makan malam formal. Jadi tolong jaga sikap, senyum seperlunya dan jangan pernah terlihat gelisah.”

Bane menatap Mala sejenak, “Saya tahu ini tidak mudah tapi Anda tidak sendirian. Saya akan berada di sekitarmu untuk memberi isyarat jika dibutuhkan,”

Di depan rumah, sebuah mobil sedan hitam mengilat sudah terparkir. Pintu belakang terbuka begitu ia mendekat. Di dalam, Kara duduk tanpa menoleh. Matanya fokus menatap layar ponsel.

Mobil melaju membawa mereka ke dunia Kara, di mana segalanya terukur, penuh sandiwara, dan tak memberi tempat untuk keluasan hati.

“Ingat, Mala. Malam ini kita pasangan sempurna. Tapi setelah itu kembali ke peran kita masing-masing.”

Mala berdiri di pojok ruangan, membiarkan gaunnya tampak kontras dengan kilauan berlian para sosialita yang hadir. Acara itu seharusnya menjadi selebrasi bisnis keluarga Kara, sebuah malam penting. Namun, tak ada satu pun yang membuat Mala merasa penting. Hanya Bane, pria muda yang bertugas mengawalinya sejak tadi, menjaga jarak, tapi tetap sigap.

“Jangan terlalu menghela napas, nanti dikira frustasi karena gaun sewaannya kekecilan,” gumam Bane, pandangannya masih tertuju ke depan. Membuat Mala nyaris tertawa.

“Kembali ke rules yang sudah saya katakan tadi pagi, jaga sikap.ini hanya akan berlangsung sebentar saja,” Bane menyemangati Mala.

Saat pengumuman sambutan dimulai, Mala menoleh ke arah podium. Kara sudah berdiri di sana. Tatapannya menyapu hadirin dengan senyuman tipis yang penuh citra. Ia melambaikan tangan ke Mala, isyarat untuk naik ke panggung. Mala berjalan perlahan, jarak beberapa meter itu terasa seperti ribuan langkah ke arah api.

Begitu berdiri di samping Kara. Pria itu sedikit mencondongkan tubuhnya dan berbisik. “ Bermainlah, karena malam ini, kita pemeran utama di sandiwara terbesar yang pernah kubuat.”

Mala menelan ludah. Mikrofon menyala, Kara membuka dengan pidato penuh wibawa dan selipan candaan. Sontak membuat para hadirin tertawa. Lalu ia mengulurkan tangan, menggandeng Mala. Gerakan manis yang begitu sempurna untuk bidikan kamera.

Kini giliran Mala yang memberi sambutan.

“Selamat malam dan salam hangat untuk seluruh keluarga besar yang hadir. Perkenankan saya, Mala, menyampaikan rasa terima kasih atas kehangatan dan penerimaan yang telah diberikan kepada saya, Merupakan suatu kehormatan bisa berdiri di sini sebagai bagian dari keluarga ini. Semoga malam ini menjadi awal yang baik, dan semoga kehadiran saya dapat memberi kontribusi yang positif untuk keluarga ini. Terima kasih.” Mala sedikit membungkukkan badannya tanda hormat.

Saat sambutan usai, tepuk tangan riuh pun meledak.

Namun, tak lama setelah mereka turun dari podium, seseorang mendekati Bane. Bisikan singkat. Matanya membulat sempurna, ia bergegas untuk mengamankan semuanya. Rasanya campur aduk meski ia tahu hal ini pasti akan terjadi.

“Media suh mencium kabar pernikahan Tuan Muda dengan Nona Mala. Dan mereka, mencari Nona. Kita harus keluar dari sini sekarang!” ucap Bane tegas.

Terlambat. Begitu Mala mencapai lorong luar gedung, lampu-lampu kilat sudah menyala. Mikrofon didorong ke arahnya.

“Bu Mala, benarkah Anda istri sah Pak Shankara?”

“Kapan tepatnya pernikahan ini terjadi? Mengapa tidak diumumkan?”

“Apakah pernikahan ini berkaitan dengan skandal yang viral akhir-akhir ini?”

““Bagaimana perasaan istri sah pemilik perusahaan ternama yang muncul setelah badai?”

Mala mundur tergagap. Sorotan kamera menusuk matanya. Dengan cepat Bane menerobos kerumunan, ia meraih tangan Mala membawanya keluar dari kerumunan.

Sesampainya di dalam mobil, Mala duduk membeku. Nafasnya berat, jemarinya gemetar. Tatapannya kosong.

“Aku bahkan tidak tahu apa yang harus ku jawab,” ucap Mala pelan.

“Nona tidak harus menjadi tameng dari citra yang Tuan pertahankan sendiri.”

Mala memandang keluar jendela. Lampu-lampu kota mulai kabur oleh embun matanya. Di layar ponselnya, notifikasi berita mulai bermunculan. Judul-judul sensasional.

[CEO Muda Shankara Radeva Dikabarkan Sudah Menikah Diam-Diam]

[Siapakah Sosok Wanita Misterius Bernama Mala?]

[Benarkah Ini Strategi Membersihkan Nama? ]

Mala merasa seperti pion dalam permainan yang tak pernah ia pahami sejak awal. Dan Kara? Masih tak ada kabar, tak ada penjelasan, tidak ada pembelaan.

“Ini istrimu?” Nada meremehkan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Suamiku, Lakon Sandiwara   Chapter 20

    Chapter 20Kafe itu lumayan ramai siang ini. Pengunjung hilir mudik, sebagian asyik dengan laptop, sebagian tertawa pelan dalam obrolan santai. Aroma kopi dan kayu manis memenuhi udara, dibalut alunan musik akustik pelan yang menenangkan.Mala duduk di pojok dekat jendela, meja favoritnya yang menghadap jalanan. Ia baru saja menyesap kopi latte nya ketika suara pintu kafe terbuka dan seseorang masuk dengan langkah pasti. Pria dengan kemeja putih digulung hingga siku dan wajah sedikit berkeringat setelah menyusuri kota yang padat langsung menemukan wanita di sudut itu.“Sorry agak lama, macetnya tadi kayak parade nasional.”Mala tersenyum sambil melambaikan tangan kecil.“Santai. Tadi juga aku nunggu sambil nikmatin lagu, lumayan terapi gratis.”Kara tertawa kecil lalu duduk di hadapannya. Seorang barista langsung menghampiri, dan Kara memesan kopi hitam tanpa gula.“Kamu nyetir sendiri?”“Iya, biar bisa ngebut.” Kara tertawa kecil.Setelah beberapa menit membahas hal-hal ringan seper

  • Suamiku, Lakon Sandiwara   Chapter 19

    Suara emsin mobil menderu lembut. Jendela sebelah Kara terbuka sedikit, membiarkan udara pagi masuk. Membawa aroma dedaunan basah yag baru tersapu embun. Ia duduk di kursi belakang, jasnya sudah rapi, dasi sudah terikat sempurna dan matanya memandang keluar. Tak fokus, hanya diam.Di samping sopir, Bane duudk dengan tablet digital di tangan. Ia sesekali melirik ke belakang melalui kaca spion dalam, lalu menunduk membaca beberapa update berita terbaru.“Berita masih naik-turun,” ujar Bane, pelan.Kara tak menjawab. Ia menghela napas. Suara lalu lintas pagi masih sempat terdengar samar-samar dari luar. Bunyi klakson, deru kendaraan, semuanya terrasa seperti desingan latar dari pikiran yang tidak tenang.“Netizen belum berhenti membahas soal Jason,” lanjut Bane.“Tapi… narasi kita sudah mulai membalikkan keadaan. Banyak yang mulai curiga soal tekanan yang dialami Jason.”Kara masih memandang ke luar.“Semuanya akan cepat atau lambat kembali ke titik seimbang,” jawab Kara, pelan nyaris se

  • Suamiku, Lakon Sandiwara   Chapter 18

    Sementara itu, Kara berdiri di depan jendela kamarnya. Tangannya menyelip di saku celana, dan mata tajamnya memandang gelap malam yang mulai turun tanpa kompromi.“Gila.” Itu kata pertama yang terlintas di benaknya.“Satu nama… satu gosip… satu rencana… bisa bikin hidupku jungkir balik. Dan semua ini… kenapa bisa serumit ini?”Ia menarik napas dalam, tapi tak mampu menghembuskan dengan tenang. Ada beban yang tak bisa diluruhkan hanya dengan oksigen. “Mala bukan bagian dari rencana awal. Tapi sekarang.. dia seperti poros dari semua ini. Semua orang mengincarnya. Karina, netizen. Bahkan keluargaku sendiri. Dan gue?”Ia menyandarkan kepalanya di kaca jendela. Dingin, tapi tetap tak bisa menenangkan pikirannya yang penuh riuh. “Gue bukan suami yang baik. Bahkan bukan aktor yang baik dalam sandiwara ini. Gue nggak tahu kapan harus bersikap hangat, kapan harus menjaga jarak. Tapi ketika Mala bicara… ketika dia berdiri membela… gue sadar. Dia terlalu tenang untuk dianggap biasa.”Ia menole

  • Suamiku, Lakon Sandiwara   Chapter 17

    Di ruang kantor PR, Karina berdiri di depan layar monitor besar. Berita itu terpampang jelas di situs berita alternatif yang sudah mulai viral. Judul besar berwarna merah menyala menghantam matanya.“Ditemukan Tewas: Diduga Tak Tahan Tekanan dari Bos, Pelaku Penyebar Gosip Pilih Akhiri Hidup.”Tangannya gemetar saat menggenggam cangkir kopinya. Ponsel yang sejak tadi tak berhenti berbunyi hanya ditatap tanpa digubris. Ia membaca ulang paragraf demi paragraf. Lalu berhenti ketika membaca kalimat.“Menurut sumber internal, korban merupakan bagian dari lingkaran media yang pernah mempublikasikan rumor tak berdasar terkait pasangan publik figur terkenal.”“Ini jebakan…” Karina berbisik.Ia langsung mengambil ponsel dan menghubungi seseorang, nomor Jason yang kembali mati. Lalu seorang dari tim PR masuk ke ruangannya sambil membawa tablet.“Maaf Bu Karina… hashtag nya udah trending. Banyak yang mulai sebut-sebut nama… “ Staf PR gugup.Karina menatap layar. Matanya membulat.#JusticeForJaso

  • Suamiku, Lakon Sandiwara   Chapter 16

    Malam itu di kamar, Mala menatap kartu nama Jason yang ia simpan di laci meja rias. Tangan kirinya menggenggam ponsel, jemarinya lincah mengetik nama itu di mesin pencarian. Jason - Konsultan Independen Beberapa hasil muncul, tapi kebanyakan samar dan jelas. Ia membuka satu per satu. Beberapa halaman Linkedln anonim, artikel lama dari media kecil, dan satu blog pribadi yang sudah tak aktif. Sama seperti sengaja dibersihkan. Mala mengernyit. “Ini, seperti identitas palsu yang disusun dengan sangat rapi.” Ia mencoba cara lain, menelusuri foto kartu nama itu lewat reverse image. Kali ini, satu hasil membawa Mala ke akun media sosial lama dengan nama berbeda. Akun itu tertaut ke komentar di unggahan Karina lima tahun lalu. Dan di salah satu komentar, ada satu hal yang membuat jantung Mala terhenti sesaat. “You're always one step ahead, Kar. Just like we planed.” Wajah Mala memucat. Matanya kembali memandangi kartu nama itu, lalu foto Karina di layar. Ia tak ingin berasumsi, tap

  • Suamiku, Lakon Sandiwara   Chapter 15

    “Lanjutkan pengamatan. Fokus ke interaksi Mala dengan pihak luar, terutama media dan staf rumah. Cari celah. Kita butuh satu ‘insiden kecil’ yang bisa digoreng besar,” ucap Karina lewat telepon.Suara di seberang menjawab singkat. “Siap!” Karina tersenyum namun, senyumnya tak menyimpan kebahagiaan. Lebih mirip kesenangan seorang dalang yang melihat bonekanya bergerak sesuai tali. “Permainan ini belum selesai, Mala. Kamu pikir bisa memenangkan simpati dengan tatapan teduh dan lidah manismu? Mari kita lihat seberapa kuat kamu bertahan saat semua panggung mulai kubakar satu-satu.”Sementara itu Mala sedang berdiri di balkon, menatap langit malam yang buram. Suara jalanan samar terdengar. Di tangannya ada tablet, berisi notulensi pers, rekaman reaksi publik dan berita miring yang perlahan memudar berkat konferensi tadi siang.“Mereka pikir aku cuma pion. Tapi pion juga bisa jadi ratu di papan catur kalau terus melangkah ke depan.”Ia menutup tablet, lalu masuk kembali ke kamar. Ia menga

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status