Chapter: Ada Apa Dengan Ayah Deska?“Risna,” ujarku sembari tersenyum dan mengulurkan tangan ke arah Deska. “Ini Bapak saya sama Om saya.”“Deska,” ia balas tersenyum dan menyalami Bapak serta Om Ricky. “Ayo masuk Kak, Om. Kak Risna kalau bawa barang-barang juga langsung masukkin ke dalem aja.”“Oh oke, baik Kak.”Kami masuk lewat pintu depan yang sangat megah menuju ke ruang tamu yang tidak kalah spektakuler. Aku harus berusaha keras menahan diri untuk tidak melongo dan berkata “waaaahh” saat menatap lantai marmer, tangga mengular ke atas yang tampak mewah, sofa besar di tengah ruangan dan chandelier raksasa yang menempel di langit-langit.Seorang wanita paruh baya muncul dari arah berlawanan. Deska mengajaknya bicara sekilas, kemudian ia mendekati kami dan menyapa dengan ramah.“Risna, ya?” Suaranya terdengar merdu. Dari tampilan riasan wajah hingga pakaiannya, ia tampak seperti nyonya rumah. “Duduk dulu, pasti capek abis perjalanan jauh.”“Terima kasih, Bu.”“Duh, panggil Tante aja,” ia tertawa kecil. Orang kaya kala
Last Updated: 2025-06-02
Chapter: Ke JakartaMalamnya, kedua kakakku menelepon.Mbak Alma menelepon lebih dulu. Tanpa basa-basi khas anak perempuan pertama, dia langsung bertanya dengan nada interogatif.“Kata Bapak, kamu udah diterima kerja? Di Jakarta? Jadi pengasuh kucing?”“Iya, Mbak.”“Itu kerjanya beneran ngasuh kucing?”“Beneran Mbak, kemarin juga udah wawancara kok sama orangnya.”“Maksudnya, beneran cuma ngasuh kucing? Nggak disuruh aneh-aneh, kan?”“Engga, kok. Beneran jobdesk-nya ngasuh kucing. Kucingnya ada banyak, jadi nanti Risna bantuin buat ngasih makan, bersihin kendang, bawa ke vet buat vaksin.”Hening sedetik. “Kerjanya ngasuh kucing?”“Iya, Mbak,” aku mengulangi jobdesk, kali ini lengkap dengan rincian gaji yang akan diterima tiap bulan dan fasilitasnya.“Tempat kerjanya bonafid, nggak, Ris?”“Aku cek di Google Maps sih rumahnya gede, Mbak. Jadi ini kerjanya di rumah gitu, bukan di kantor.”“Sama kayak ART, dong?”“Enggak, ngasuh kucing aja, nggak disuruh bersih-bersih rumah.”“Mbak kok curiga, ya.”“Nanti ak
Last Updated: 2025-06-02
Chapter: Reaksi BapakSelama enam bulan belakangan, praktis tidak ada pemasukan tetap ke rekeningku. Aku hanya mengandalkan tabungan dana darurat dan sedikit komisi dari program affiliate marketplace. Kalau dihitung-hitung, sisa saldo di rekening hanya bisa membantuku bertahan hidup sampai setidaknya satu bulan ke depan tanpa pekerjaan. Harapanku bertumpu pada lamaran pekerjaan manapun yang akhirnya menerimaku atau konten affiliate yang mendadak viral lalu memberiku komisi dua digit.“Tapi serius deh Ris, kalau kamu diterima jadi pengasuh kucing itu, bakal kamu terima atau enggak?”“Kayaknya terima aja sih, lagian nggak ada tanda-tanda itu penipuan. Atau aku dateng aja dulu ke alamatnya di Jakarta, kalau ternyata ada yang aneh-aneh tinggal putar balik aja.”Sejujurnya, aku memang belum 100% yakin. Tapi kalau pilihannya antara jadi pengasuh kucing atau menganggur, jelas aku pilih mengasuh kucing.Aku membantu Luna merapikan kompor dan peralatan minum saat HP-ku tiba-tiba berdering. Ada telepon masuk. Nomor
Last Updated: 2025-06-02
Chapter: Pejuang Amplop CokelatEnam bulan kemudian. Terimakasih sudah melamar. Sayangnya kami tidak bisa memproses lebih lanjut lamaranmu. Sukses selalu! “ARRGGHHH!” Aku menjambak rambut dengan putus asa begitu membaca chat dari aplikasi lowongan pekerjaan. “Ditolak lagi?” Luna bertanya dengan simpatik sembari membalik satu slice daging di atas panggangan. “Iya …,” jawabku lemas. Aku menatap sebentar chat itu sebelum akhirnya melempar HP ke dalam tas. Sambil manyun, aku mengikuti gerakan Luna membalik irisan daging lainnya. Katanya, semakin dewasa usia kita, maka semakin kecil lingkar pertemanan kita. Aku menyadari betul hal ini setelah hanya Luna satu-satunya sahabatku sejak SMP yang masih bisa kuajak hang out sampai sekarang, entah itu nongkrong sambil ngobrol ngalor ngidul di kafe atau sekadar masak grill barbecue di rumahnya. Ada dua lagi sahabat kami sewaktu SMP dulu: Feby dan Karina. Keduanya sama-sama sudah berkeluarga, dikaruniani seo
Last Updated: 2025-06-02
Chapter: Prolog “Meet kita mulai lima menit lagi, ya.” Aku menghela napas berat sambil membetulkan posisi duduk. Mataku terpaku ke arah layar laptop, memperhatikan satu per satu nama yang mulai muncul memenuhi ruang zoom meeting. Chandra. Arya. Anindita. Karenina. Luthfi. Nama-nama yang sudah familiar selama tiga tahun ini, walaupun kami hanya bertatap muka langsung sekali dalam setahun. Maklum, kami semua bekerja dari rumah. Sekilas kulihat lagi judul meet kali ini. Sosialisasi EOC with HC. Jantungku berdegup makin kencang. Sudah ada rumor dari minggu-minggu lalu bahwa kontrak kerja kami tidak akan diperpanjang. Tapi aku masih berusaha berpikir positif kalau itu cuma rumor. Tim di Jakarta masih butuh bantuan kami, kok. Jam menunjukkan pukul 13.04. Semenit lagi masa depan kami akan diumumkan. Aku menghela napas berat sekali lagi sambil berusaha mengucapkan afirmasi positif dalam hati. Kontrak diperpanjang, kontrak diperpanjang, k
Last Updated: 2025-06-02