Chapter: Bab 206Kirana bangun dengan perasaan yang tidak nyaman. Ada sesuatu yang mengganggu pikirannya sejak pagi, sebuah firasat buruk yang membuat dadanya seperti terikat.Semalam dia mencoba menelepon Jason, dan seperti biasanya belakangan ini, panggilannya langsung dialihkan.Pesan singkatnya hanya dibaca, tidak dibalas. Dan itu membuat Kirana tersentak tiap kali layar ponselnya menyala tanpa ada notifikasi dari Jason.Ia berjalan mondar-mandir di apartemennya, tubuhnya gelisah. Rambutnya dia tarik ke belakang lalu dilepas lagi, bibirnya dia gigit hingga nyeri.Ia tidak pernah melihat Jason sebegitu jauh darinya. Dulu, Jason selalu menemuinya, bahkan ketika tidak diminta. Dulu, Jason selalu marah kalau dia tidak memberi kabar. Dulu Jason selalu berada dalam genggamannya.Namun sekarang?Jason sulit ditebak. Sulit dijangkau. Sulit dikendalikan. Dan Kirana tidak sadar jika sekarang Kirana sudah tidak dibutuhkan.Dan untuk Kirana, itu adalah ancama
Last Updated: 2025-11-18
Chapter: Bab 205Ariana tidak pernah membayangkan hari itu akan datang. Ia pikir Jason hanya ingin membawanya mencari gaun, sepatu, atau barang-barang resepsi lainnya.Namun begitu mobil berhenti dan Ariana menatap papan besar di depan mereka, warna hitam elegan dengan huruf perak bertuliskan L’Intime Lingerie—jantungnya langsung berdebar kencang.“Ja–Jason ….” Ariana memegang lengan Jason dan suaranya tercekat. “Kita tidak perlu masuk ke sini. Serius.”Jason menoleh dengan ekspresi sedatar batu marmer, tapi sudut bibirnya terangkat nakal. “Kita perlu. Calon istri Lubis harus punya koleksi lingerie yang memadai.”Ariana memerah seketika. “Aku tidak perlu lingerie apa pun! Aku bahkan belum—”Jason tidak memberi kesempatan. Dia mengunci mobil, meraih tangan Ariana, lalu menariknya ke dalam butik seakan itu hal paling biasa di dunia.Pintu kaca terbuka dengan denting lembut, memperlihatkan interior butik yang mewah: cahaya hangat, dinding krem, pajangan satin dan renda berwarna nude hingga burgundy.Aria
Last Updated: 2025-11-18
Chapter: Bab 204Pagi itu, matahari baru saja muncul menyinari ruang makan dengan cahaya lembut keemasan.Ariana sedang menuang susu ke dalam mangkuk Ethan ketika Jason turun dari lantai dua.Pria itu mengenakan kemeja putih kasual dengan lengan digulung sampai siku, rambutnya basah sehabis mandi.Ariana sempat terpaku sedetik. Jason jarang terlihat santai seperti itu.“Pagi,” ucap Jason sambil mencium puncak kepala Ethan, lalu menatap Ariana. “Kau juga.”“Pagi,” jawab Ariana dengan pelan.Jason duduk, namun sebelum Ariana sempat kembali ke dapur, Jason berkata, “Setelah sarapan, bersiaplah. Kita ke mall.”Ariana berhenti di tempat. “Mall? Untuk apa?” tanyanya bingung.Jason menatapnya dengan santai. “Ya. Ada yang perlu kita beli untuk keperluanmu.”Ariana langsung menggeleng. “Tidak perlu. Aku tidak butuh apa-apa, Jason.”Jason menegakkan tubuhnya
Last Updated: 2025-11-17
Chapter: Bab 203Jam dinding di kamar menunjukkan pukul sembilan malam ketika Ariana menutup pintu kamar Ethan perlahan.Anak itu sudah terlelap, tubuh kecilnya meringkuk memeluk boneka dinosaurus yang tadi ia ceritakan panjang lebar kepada Ariana.Senyum lembut terbit di bibir Ariana sebelum dia mematikan lampu dan melangkah keluar.Koridor rumah Jason begitu sunyi. Cahaya kuning temaram dari lampu dinding memantulkan bayangan lembut di lantai marmer.Ariana menarik napas panjang, mencoba menenangkan degup jantungnya. Ini malam pertamanya kembali tinggal di rumah ini setelah menerima lamaran Jason dan rasanya semuanya masih seperti mimpi yang terlalu cepat terjadi.Ketika dia masuk ke kamar utama, Jason sudah ada di sana.Pria itu sedang duduk di tepi ranjang, tanpa jas seperti biasanya, hanya mengenakan kaus hitam dan celana santai.Rambutnya sedikit berantakan seolah sudah beberapa kali ia mengacaknya sendiri. Namun justru itu membuatnya terlihat j
Last Updated: 2025-11-17
Chapter: Bab 202Sejak kedatangan Ariana sore itu, Ethan sama sekali tidak mau jauh darinya. Anak kecil itu seperti bayangan kecil yang terus mengikuti ke mana pun Ariana melangkah.Bahkan ketika Ariana hendak ke dapur untuk mengambil segelas air, Ethan langsung menarik ujung bajunya sambil berkata, “Aku ikut.”Ariana hanya tersenyum lalu mengusap kepala Ethan yang kini sedikit lebih panjang rambutnya.“Kalau Ethan ikut, nanti Ariana tidak bisa ambil air dengan dua tangan, Sayang.”“Aku bisa pegang gelasnya!” Ethan mengangkat kedua tangan mungilnya dengan bangga.Ariana tidak mampu menolak. Anak itu tampak begitu bahagia.Di dapur, Ethan duduk di stool bar sementara Ariana mengambil gelas dari rak. Ethan mulai bercerita panjang lebar tentang mainan barunya, bagaimana ia belajar menggambar dinosaurus bersama Jonas, bagaimana Maria membuatkan kue cokelat kemarin, sampai bagaimana dia menangis sedikit karena merindukan Ariana.Ariana mendengarkan semuanya dengan penuh perhatian. Sesekali dia tertawa keci
Last Updated: 2025-11-17
Chapter: Bab 201Perjalanan panjang yang melelahkan dari kota tempat Jason melamar Ariana akhirnya berakhir ketika mobil hitam itu perlahan memasuki halaman rumah Jason.Sore itu langit tampak cerah dengan jingga lembut menyelimuti langit, seolah ikut menyambut kepulangan mereka.Ariana memandang rumah itu tanpa sadar menggenggam ujung rok yang dia kenakan.Ada sensasi aneh berputar lembut di dadanya. Rumah ini kini bukan hanya tempat dia menginap ketika diminta membantu Ethan. Rumah ini adalah tempat masa depannya akan dimulai. Rumah calon suaminya.Mobil berhenti. Jason mematikan mesin dan menoleh ke Ariana yang tampak menelan salivanya beberapa kali.“Hey,” panggil Jason lembut sambil menyentuh tangan Ariana, “kau tidak perlu gugup seperti itu.”Ariana tersenyum canggung. “Aku tidak gugup.”Jason mengangkat alisnya, jelas tidak percaya. “Ariana, bahkan aku bisa dengar hatimu berdetak sampai tempat duduk ini
Last Updated: 2025-11-16
Chapter: Bab 29“Sophia. Ada yang ingin aku bicarakan denganmu.” Mike datang ke butik Sophia tanpa pemberitahuan bahkan membuat Sophia terkejut sesaat.Pegawai butik saling pandang takut melihat raut wajah Mike yang sangat tidak bersahabat.Sophia mengangkat tangannya memberi isyarat agar mereka meninggalkan ruang utama. Setelah ruangan benar-benar sepi, barulah Sophia mendekat dan mencoba tersenyum meski dadanya berdebar.“Katakan apa yang terjadi, Mike?” tanyanya masih dengan nada lembutnya.Mike tidak menjawab dulu. Dia hanya menatap Sophia dari ujung kepala hingga kaki, seolah memastikan bahwa wanita di depannya ini tidak menyembunyikan sesuatu.“Aku ingin kau berhenti terapi dengan John.” Ucapan itu keluar tanpa jeda. Tanpa alasan dan tanpa penjelasan.Alis Sophia mengerut. “Apa?” ucapnya masih tak paham dengan ucapan Mike barusan.Mike melangkah maju satu langkah dengan deru napas yang berat. “Aku bilang berhenti. Mulai hari ini.”Sophia menelan salivanya. “Kenapa? Apa yang sebenarnya terjadi?”
Last Updated: 2025-11-17
Chapter: Bab 28Suasana klinik masih lengang ketika pintu utama terbuka dengan hentakan keras. John yang sedang berdiri di depan meja resepsionis tengah membaca berkas pasien, langsung mengangkat kepala.Resepsionis di sisi lain tampak tersentak, tetapi sebelum sempat menegur, sosok yang baru datang itu sudah berjalan cepat melewati ruang tunggu.Mike.Wajahnya tegang, rahang mengeras, matanya tajam seperti seseorang yang sudah menahan kekesalan selama berhari-hari.Tanpa mengetuk pintu, Mike langsung mendorong masuk ke ruang kerja John. “Kita bicara sekarang.”John menghela napas perlahan sambil menutup map pasiennya, lalu menatap Mike dengan ekspresi netral yang sangat dipaksakan. “Baik. Duduk dulu.”“Aku tidak punya waktu untuk duduk.” Mike melipat kedua tangannya di dada, suaranya meninggi sejak awal. “Aku ingin kau mempercepat terapi Sophia.”John mengedipkan mata sekali lalu dua kali. Tidak heran permintaan itu muncul, tapi cara Mike menyampaikannya seolah Sophia hanyalah proyek yang harus sege
Last Updated: 2025-11-17
Chapter: Bab 27Dua hari berlalu. Waktu sudah menunjuk angka lima sore saat Sophia berdiri di depan klinik John.Angin sore menyapu rambutnya yang tergerai, sementara kedua tangannya terus meremas tali tas selempangnya.Ada getaran gugup yang tak bisa dia sembunyikan, campuran antara takut, cemas, dan rindu yang tidak seharusnya dia rasakan.Begitu pintu kaca terbuka, aroma lavender khas klinik menyambutnya.“Selamat sore. Dokter John sudah menunggu,” ucap resepsionis ramah yang sudah mengenali Sophia.Sophia hanya mengangguk kecil. Jantungnya berdetak lebih keras saat melangkah menuju ruang kerja John.Setiap langkah membuatnya semakin ragu, apa dia seharusnya datang? Apa dia akan semakin tenggelam dalam perasaan yang tidak seharusnya?Saat dia masuk, John baru saja menutup sebuah buku catatan yang sebelumnya dia buka di atas meja nakas. Pria itu menoleh dan senyuman lembut langsung terbit di bibirnya.“Hi,” sapa John dengan suara rendah yang menenangkan.“Padahal aku baru mau menghubungimu. Tapi, k
Last Updated: 2025-11-16
Chapter: Bab 26“Good night, Sophia.”Suara bisikan yang berat itu membuat Sophia menoleh spontan. “John?” panggilnya dengan raut wajah terkejut. “Kapan kau pulang? Bukankah—"“Aku tidak bisa lagi menahan diri lagi, Sophia.”Tanpa peringatan, bibir John menghantam bibir Sophia, keras, menuntut, dan lidahnya langsung menyusup dengan ganas, menjarah setiap inci kelembutan di sana.Sophia terkejut, tapi tubuhnya merespons lebih cepat daripada pikirannya. Jemarinya meraih kerah kemeja John, menariknya lebih dekat, dan menuntut lebih. Napas mereka memburu, bercampur, dan liar.John menekan tubuh Sophia ke dinding, kedua tangannya menahan di sisi wajahnya.Satu tangannya turun meraba pinggangnya, kemudian menyelinap ke belakang, menggenggam penuh lekukan tubuhnya hingga Sophia mendesah keras ke dalam mulutnya.Ciuman itu tidak berhenti; John menggigit bibir bawah Sophia, menariknya kasar, lalu menjilatnya lembut sebagai penebusan.Lidah mereka beradu begitu basah dan panas, saling menelan keluhan dan desah
Last Updated: 2025-11-15
Chapter: Bab 25“Sophia?” panggil Bianca dan suaranya memecah keheningan ruang kerja yang sejak tadi terasa anehnya lebih sunyi dari biasanya.Ia berdiri di depan meja kerja sahabatnya itu, menatap Sophia yang tampak terpaku pada layar komputer tanpa benar-benar melihat apa pun.Jemari wanita itu bahkan masih berada di atas keyboard, namun diam tanpa gerak, seakan terhenti di tengah pikiran yang berat.Bianca akhirnya menyentuh lengan Sophia, sedikit menepuknya. Sentuhan itu baru berhasil menarik Sophia kembali ke dunia nyata.“Bianca? Kau mengagetkanku,” ucapnya sontak menghela napas panjang yang terdengar sangat lelah.Bianca mengerutkan dahi. Ia memperhatikan wajah Sophia yang tampak kusam, ada semburat lingkaran hitam tipis di bawah mata, dan tatapannya kosong.“Kau kenapa, Sophia? Ada yang sedang kau pikirkan? Sejak tadi kau melamun. Bahkan aku sudah berdiri di sini hampir satu menit dan kau tidak sadar.”Tanpa menunggu jawaban, Bianca duduk di kursi tamu di hadapan meja Sophia. Ia menaruh segel
Last Updated: 2025-11-15
Chapter: Bab 24Suara mesin mobil mengisi keheningan dalam kabin. Sophia duduk tegak di kursinya, namun kedua tangannya tidak diam—jari-jarinya saling mengait, membuka, dan mengait lagi.Sesekali dia menggigit bibir bawahnya, lalu melepasnya. Kepalanya menoleh ke jendela kanan, lalu depan, lalu jendela kiri, lalu kembali ke depan.Seperti seseorang yang sedang duduk di kursi terdakwa, dan John adalah hakim yang diam-diam menunggu pengakuan.John meliriknya sekilas. “Kalau kau terus menggigit bibirmu seperti itu,” ucap John dengan suara rendah, “kau bisa membuatku kurang fokus menyetir.”Sophia langsung berhenti menggigit bibirnya. “Aku … aku hanya tidak nyaman.”“Karena aku?” tanya John kemudian.“Tidak. Maksudku—bukan. Tidak sepenuhnya.”John hanya mengangkat sudut bibirnya dan kheningan kembali mengisi mobil. Namun dalam keheningan itu, dada Sophia terasa semakin sesak.Ada ribuan pertanyaan yang menekan tenggorokannya, tapi tidak satu pun yang berani dia keluarkan.Akhirnya John kembali bicara, su
Last Updated: 2025-11-14
Chapter: Bab 80Usia kandungan Aruna sudah memasuki sembilan dan kini wanita itu sedang berbaring di tempat tidur, tangannya menggenggam selimut, dan wajahnya meringis menahan nyeri yang datang bergelombang.“Raka,” bisiknya pelan, dan napasnya tersengal. “Sepertinya … waktunya sudah dekat.”Raka yang semula sedang menyiapkan susu hangat di meja, langsung berbalik dengan mata membesar.“Sekarang?” suaranya meninggi, tapi cepat-cepat ia menenangkan diri. “Oke, oke … tenang, aku di sini.”Ia berlari ke lemari, menarik koper yang sejak dua minggu lalu sudah disiapkan berisi perlengkapan rumah sakit, pakaian bayi, dan dokumen penting.Tangannya sedikit gemetar saat memeriksa ulang semuanya. “Handuk kecil? Ada. Selimut bayi? Ada. Oh Tuhan, aku lupa pampers ukuran newborn.”“Raka.” Suara Aruna memanggil lembut, di sela kontraksi. “Aku baik-baik saja. Jangan panik, ya?”Lelaki itu berhenti sejenak, menatap wajah istrinya yang kini tampak pucat tapi tetap berusaha tersenyum.Ia menarik napas panjang, menundu
Last Updated: 2025-11-05
Chapter: Bab 79Dua bulan kemudian.Pagi itu, matahari baru saja menembus celah tirai kamar mereka. Aruna duduk di tepi tempat tidur, memegangi perutnya sambil menarik napas panjang.Sudah tiga hari terakhir tubuhnya terasa aneh — mual setiap kali mencium aroma kopi Raka, pusing ringan, dan cepat lelah meski tidak banyak beraktivitas.Ia mencoba tersenyum menenangkan diri, tapi saat bangkit hendak berjalan ke kamar mandi, kepalanya berputar.“Aruna?” Suara Raka terdengar dari arah pintu.Lelaki itu baru saja selesai jogging dan terkejut melihat istrinya memegangi meja rias sambil menunduk. “Kau baik-baik saja?” tanyanya cepat, menghampiri dengan wajah cemas.Aruna menggeleng pelan. “Entahlah … mungkin karena perut kosong,” gumamnya, mencoba terdengar ringan. Tapi ekspresi pucat di wajahnya membuat Raka semakin khawatir.“Tidak, ini bukan sekadar lapar,” ujarnya tegas. “Aku akan panggil dokter.”“Tidak perlu panik begitu, Raka.” Aruna mencoba menenangkan, tapi suaminya sudah mengambil kunci mobil.“Ki
Last Updated: 2025-11-04
Chapter: Bab 78Pagi itu udara terasa lebih segar dari biasanya. Sinar matahari menerobos lembut melalui tirai tipis kamar mereka, menyingkap pemandangan halaman rumah yang basah oleh embun.Dari dapur terdengar suara gemericik air, dentingan sendok, dan aroma roti panggang yang baru keluar dari toaster.Aruna berdiri di depan meja dapur dengan celemek bermotif bunga kecil yang dulu dibelikan Raka.Rambutnya diikat asal dengan jepit besar, beberapa helaian terlepas menutupi wajahnya yang belum sepenuhnya berias. Tapi justru di situlah pesonanya—alami, lembut, dan begitu rumah.Di meja, ada sepiring telur orak-arik, potongan buah segar, dan dua cangkir kopi panas. Aruna menata semuanya dengan rapi sambil bersenandung pelan.“Wangi apa ini?” suara berat Raka terdengar dari arah ruang tengah.Aruna menoleh. Raka baru turun dari lantai atas, mengenakan kaus putih polos dan celana kain hitam, rambutnya sedikit berantakan, namun tetap tampan seperti biasa. Ia berjalan santai sambil mengucek mata, lalu berh
Last Updated: 2025-11-04
Chapter: Bab 77Sudah dua minggu berlalu dan kini mereka sudah kembali ke rumah.Mobil hitam itu berhenti di depan rumah yang sudah hampir dua minggu mereka tinggalkan. Langit sore itu berwarna lembut, cahaya matahari menembus pepohonan yang rindang di halaman depan.Dari balik kaca mobil, Aruna menatap rumah mereka—tempat segala hal dimulai, dan kini, tempat segalanya kembali utuh.Raka turun lebih dulu, lalu bergegas membuka pintu untuk Aruna. Ia menatap istrinya yang masih memeluk tas kecil di pangkuannya. “Sudah siap, Bu Mama?” godanya sambil tersenyum.Aruna terkekeh kecil. “Aku bahkan tidak sabar.”Belum sempat mereka melangkah ke teras, suara kecil yang familiar terdengar dari balik pintu. “Papaaa! Mamaaa!”Pintu terbuka lebar, dan sosok mungil berambut kuncir dua langsung berlari dengan kecepatan penuh ke arah mereka. Nayla.Aruna berjongkok, dan gadis kecil itu langsung menubruk pelukannya. “Mamaaa! Aku kangeeen!” serunya dengan suara bergetar. Aruna memeluk Nayla erat-erat, mencium rambut d
Last Updated: 2025-11-04
Chapter: Bab 76Sore itu, sinar matahari menembus jendela besar vila dan menciptakan warna keemasan di seluruh ruangan.Raka sedang duduk di balkon, membaca buku tipis sambil menikmati suara deburan ombak yang menenangkan.Sementara itu, Aruna sibuk menata rambutnya di depan cermin, mengenakan gaun santai berwarna putih.Hari mereka berjalan begitu damai. Tidak ada rapat, tidak ada telepon kantor, hanya mereka berdua dan ketenangan yang sudah lama mereka rindukan.Namun di balik keheningan itu, ada sesuatu yang terasa kurang — suara tawa Nayla yang biasanya memenuhi rumah.Aruna menatap layar ponselnya yang tergeletak di meja, menimbang-nimbang apakah ia harus menelepon.Tapi sebelum sempat menekan tombol panggil, layar itu tiba-tiba bergetar. Nama yang muncul di sana membuatnya tersenyum lebar.“Nayla. Video Call”Aruna segera menjawab panggilan itu. “Sayang!” serunya riang.Wajah kecil Nayla muncul di layar, pipinya chubby, rambutnya diikat dua seperti biasa.Ia tampak sedang duduk di ruang tengah
Last Updated: 2025-11-04
Chapter: Bab 75Pagi itu, vila yang mereka tinggali terasa begitu tenang. Hanya suara ombak lembut yang datang dari kejauhan, sesekali disertai desir angin yang menerpa tirai putih di balkon kamar mereka.Aruna masih meringkuk di tempat tidur, rambutnya berantakan dan wajahnya tampak begitu damai.Raka berdiri di dekat pintu, menatap pemandangan itu dengan senyum kecil. Ada rasa yang sulit dijelaskan setiap kali melihat Aruna dalam keadaan seperti itu—tenang, lembut, tanpa beban. Ia ingin pagi ini menjadi sesuatu yang istimewa.Tanpa membangunkannya, Raka berjalan pelan keluar kamar, menutup pintu rapat-rapat. Ia melangkah menuju dapur vila yang luas dengan aroma roti panggang yang samar. Di sana, seorang koki paruh baya sedang merapikan meja.“Selamat pagi, Tuan Raka,” sapa sang koki ramah. “Mau saya siapkan sarapan seperti biasa?”Raka mengangkat tangan cepat-cepat. “Tidak, tidak perlu. Kali ini saya ingin mencobanya sendiri.”Koki itu menaikkan alis. “Maksudnya, Anda mau memasak sendiri?”Raka men
Last Updated: 2025-11-03