Chapter: Ruang Yang MenyempitMalam itu hujan turun pelan, bukan yang deras sampai memaksa orang menutup jendela, tapi yang cukup untuk membuat suasana terasa lebih sunyi dan hangat. Alaire berdiri di dapur, menunggu air mendidih untuk teh jahe. Rambutnya masih agak basah habis mencuci piring, menyisakan aroma sabun lembut yang samar memenuhi udara.Nayel muncul dari ruang tamu, membawa handuk kecil.“Kamu lupa keringin rambut,” ujarnya sambil menghampiri, nada suaranya terlalu biasa—tapi tatapannya tidak. Ada perhatian kecil yang tidak berani ia akui, bahkan kepada dirinya sendiri.Alaire hanya mendengus pelan. “Lagi males. Lagian bentar lagi juga kering sendiri.”Nayel berhenti tepat di belakangnya, begitu dekat sampai Alaire bisa merasakan kehangatan tubuhnya. “Nanti masuk angin.”Alaire memutar mata. “Kamu kayak bapak-bapak aja.”“Kalau itu bikin kamu nurut, boleh.”Ia mengangkat handuk dan mulai mengeringkan rambut Alaire pelan.Gerakannya hati-hati. Tidak tergesa. Tidak juga ragu. Ada sesuatu yang berubah da
Last Updated: 2025-11-17
Chapter: Luka Lama Yang BicaraSenja turun perlahan, mewarnai langit desa dengan warna oranye kemerahan. Bayangan pepohonan memanjang, dan udara sore membawa aroma asin dari arah laut. Alaire menutup jendela ruang kelas setelah anak-anak pulang, lalu menghela napas lembut. Hari itu melelahkan, tapi menyenangkan.Ketika ia hendak pulang, ia melihat seseorang bersandar pada pagar sekolah.Galen.Dia tidak membawa barang apa pun. Tidak ada roti, tidak ada buku, tidak ada alasan yang bisa dipakai sebagai dalih. Hanya dirinya—dengan raut wajah yang lebih tenang dari biasanya, tapi matanya… menyimpan sesuatu.Sesuatu yang berat.“Kamu nungguin aku?” tanya Alaire, mendekat.Galen mengangguk kecil. “Boleh jalan bareng?”“Tentu.”Mereka berjalan menyusuri jalan setapak menuju desa. Langit makin gelap, suara jangkrik mulai terdengar. Untuk beberapa menit, tidak ada yang bicara—hening yang aneh tapi tidak menegangkan. Hening yang terasa seperti jeda sebelum seseorang mengatakan sesuatu yang penting.Alaire melirik sesekali. G
Last Updated: 2025-11-17
Chapter: HampirPagi itu, embun masih melekat di daun flamboyan, membentuk titik-titik bening yang memantulkan sinar matahari. Udara dingin tapi segar, dan aroma tanah setelah hujan malam sebelumnya masih terasa pekat. Alaire berdiri di halaman, memeriksa pot-pot bunganya, memastikan akar muda flamboyan tidak tergenang air.Ia mengenakan sweater rajut tipis warna krem, rambutnya sedikit berantakan karena baru bangun. Ada rasa tenang yang mengalir di dalam dirinya—sejenis kenyamanan yang jarang ia rasakan beberapa tahun terakhir. Ia tidak menyadari bahwa pagi itu akan membawa sesuatu yang berbeda.Suara langkah mendekat membuatnya menoleh.Galen muncul di pagar, membawa bungkusan roti hangat. “Pagi,” sapanya sambil tersenyum canggung, seolah ia sendiri tidak yakin kenapa bisa berada di sana sepagi itu.Alaire mendekat. “Pagi. Kamu… bangun pagi banget.”“Bengkel lagi sepi. Dan aku lewat sini.”“Kamu selalu ‘lewat sini’, ya?”“…mungkin.”Jawaban terakhir disampaikan dengan nada rendah namun jujur, membu
Last Updated: 2025-11-17
Chapter: DekatHujan turun tipis malam itu, seperti kabut yang merayap turun dari pucuk pohon. Rumput di halaman rumah Alaire mengilap, memantulkan cahaya lampu teras yang kekuningan. Suasana itu menenangkan, namun juga membuat hati mudah membuka diri—dan mungkin itu sebabnya Galen masih ada di sana, duduk di tangga teras bersama Alaire meski waktu sudah melewati pukul sepuluh malam.Alaire menatap cangkir teh hangat di tangannya. “Kamu yakin nggak mau pulang? Jalan ke rumah kamu gelap.”Galen terkekeh pelan. “Aku udah biasa jalan gelap-gelapan. Lagi pula…,” ia menatap langit yang mulai berkabut lagi, “sepertinya hujan mau turun lebih deras.”Alaire mengangguk, yakin alasan itu hanya separuh yang benar. Galen jarang pulang cepat akhir-akhir ini, entah karena pekerjaannya di bengkel meningkat atau karena dia mulai terbiasa singgah ke rumah Alaire. Kadang ia membawa roti, kadang hanya cerita receh, kadang hanya diam menemani.Dan entah sejak kapan, Alaire merasa keberadaannya bukan lagi hal yang cangg
Last Updated: 2025-11-17
Chapter: Kebiasaan Yang MenyatukanPagi itu, udara desa masih dingin dan lembut, seperti sedang mencoba memeluk siapa pun yang lewat. Alaire berjalan menuju sekolah dengan langkah tenang, mengenakan cardigan hijau tua yang membuat kulitnya tampak lebih hangat. Di tangannya ada sekeranjang kecil berisi kapur tulis, lem kertas, dan beberapa alat gambar untuk murid-muridnya.Saat ia tiba di gerbang sekolah, ia melihat seseorang sedang jongkok di depan taman kecil—menata batu-batu yang kemarin diacak-acak angin malam. Bahunya lebar, rambutnya sedikit berantakan seperti baru bangun.“Galen…?”Pria itu menoleh, tersenyum kecil seperti biasa—senyum yang tidak pernah meledak, tapi selalu terasa stabil.“Pagi, Bu Guru.”Alaire mengerutkan kening. “Sejak kapan tugasmu memperbaiki taman sekolah?”Galen berdiri sambil membersihkan tangannya. “Sejak kamu bilang anak-anak suka main di sini. Batu-batunya runcing. Aku takut ada yang jatuh.”Alaire menatapnya lama. “Kamu ke sini tiap pagi?”“Kalau sempat.” Galen mengangkat bahu. “Kebet
Last Updated: 2025-11-17
Chapter: Dua Luka Belajar BersamaHujan turun sejak subuh, membuat desa terbungkus aroma tanah yang lembap dan menenangkan. Alaire duduk di beranda rumahnya, memegang cangkir teh yang sudah tinggal setengah. Pandangannya menerawang ke pohon flamboyan mudanya yang bergoyang tertiup angin.Setiap kali hujan turun seperti ini, kenangan tentang Nayel datang tanpa diundang—tapi tidak lagi setajam dulu. Kini, kenangan itu seperti lagu lama yang lirih. Kadang membuatnya tersenyum, kadang membuat dadanya hangat dengan rasa rindu yang manis.Pintu pagar kecil diketuk pelan.Alaire menoleh. Galen berdiri di depan pagar, jaketnya sedikit basah. Ia menunduk sopan sebelum bicara.“Pagi, Bu Alaire. Maaf ganggu… tapi saya bawa ini.” Ia mengangkat keranjang anyaman kecil berisi ubi rebus.Alaire tersenyum samar. “Masuk saja, Galen. Dari pada kau kehujanan.”Galen ragu sejenak, lebih karena sifatnya yang selalu menjaga jarak, bukan karena takut. Lalu ia melangkah masuk perlahan. Setelah duduk di kursi kayu berhadapan dengannya, ia mem
Last Updated: 2025-11-17

Kontrak Cinta Sang CEO
Ayla Meindira hanyalah gadis biasa yang hidup pas-pasan, bekerja siang malam demi membiayai sekolah adiknya dan membayar utang keluarganya yang terus menumpuk. Hidupnya sudah cukup berat—hingga datang tawaran absurd dari seorang pria asing: pernikahan kontrak selama satu tahun.
Dan pria itu bukan orang biasa. Dia adalah Nayaka Arvenza—CEO muda dingin, kejam, dan terkenal tidak pernah percaya cinta. Ia tak butuh istri, apalagi cinta. Ia hanya butuh alat untuk mencapai tujuannya.
Terdesak, Ayla menandatangani kontrak. Namun, ia tidak tahu bahwa pernikahan itu bukanlah sekadar kesepakatan biasa. Ada dendam masa lalu yang terbungkus rapi, dan Ayla terseret di dalamnya—tanpa ia sadari, semua ini berawal dari nama keluarganya sendiri.
Namun, saat dua dunia bertabrakan, saat dinginnya Nayaka mulai retak, dan saat Ayla mulai melihat sisi lain dari pria itu—cinta yang mustahil perlahan tumbuh di antara mereka.
Tapi, bagaimana jika semuanya hanya ilusi? Bagaimana jika Nayaka tak pernah berniat mencintai Ayla sejak awal?
Dan... bagaimana jika Ayla justru jatuh terlalu dalam?
Read
Chapter: EpilogTiga bulan berlalu sejak Alea lahir, dan rumah kecil itu berubah menjadi dunia baru yang penuh tawa kecil, tangis lucu, dan aroma bedak bayi yang selalu memenuhi udara. Tidak ada hari yang benar-benar sepi sekarang. Bahkan malam-malam begadang terasa seperti bagian dari petualangan baru yang Ayla dan Nayaka hadapi bersama.Pagi itu, matahari masuk melalui jendela dengan lembut, memantulkan cahaya hangat ke dinding kamar. Ayla sedang duduk di sofa sambil menggendong Alea yang baru saja selesai menyusu. Bayi kecil itu kini lebih sering membuka mata, menatap dunia dengan pandangan polos penuh rasa ingin tahu.Ayla menatap wajah anaknya dengan mata yang berbinar. “Kamu tau nggak, Alea? Kamu itu hadiah paling indah yang pernah ibu punya.”Alea hanya mengedip beberapa kali sebelum tangannya bergerak pelan, seolah meraih udara.Ayla tersenyum, lalu mencium dahinya.“Cantik banget…”Di sudut ruangan, Nayaka muncul dengan rambut sedikit acak-acakan—tanda khas ayah baru yang kurang tidur tapi b
Last Updated: 2025-11-18
Chapter: Menyempurnakan SegalanyaMalam turun perlahan di atas rumah kecil itu, membawa keheningan yang berbeda dari malam-malam sebelumnya. Tidak ada rasa cemas, tidak ada bayang-bayang menakutkan, tidak ada ancaman yang mengintai di balik pintu. Yang tersisa hanyalah suara lembut angin malam yang menyelusup lewat celah jendela, dan aroma wangi kayu manis dari lilin kecil yang Ayla nyalakan sore tadi.Hari ini adalah hari pertama Alea berada di rumah. Hari pertama yang melelahkan, tapi juga hari yang membawa kebahagiaan paling murni yang pernah mereka rasakan.Ayla duduk di pinggir ranjang sambil menyandarkan tubuh ke dinding, menatap bayi kecilnya yang tertidur di dada Nayaka. Wajah Nayaka tampak lelah, tapi senyumnya tidak pernah hilang. Ia mengusap punggung Alea pelan, seolah mengelus dunia yang kini ada di pelukannya.“Kamu nggak capek gendong dia terus?” tanya Ayla pelan.Nayaka menggeleng. “Capek dikit, tapi hatiku seneng banget. Jadi nggak kerasa.”Ayla tersenyum lembut. “Dari tadi kamu mandang dia terus.”“Ya
Last Updated: 2025-11-18
Chapter: Menjadi Orang TuaPagi itu langit cerah, seperti ikut merayakan hari kepulangan Alea ke rumah. Matahari tidak terlalu terik, hanya menyinari halaman depan rumah sakit dengan hangat lembut. Burung-burung kecil berkicau di pepohonan, seolah menyambut kelahiran seseorang yang membawa cahaya baru dalam hidup dua orang manusia.Ayla sudah bangun sejak pukul enam. Meski tubuhnya masih lemah, wajahnya memancarkan kebahagiaan yang nyaris tak bisa ia sembunyikan. Rambutnya yang diikat rapi memberi kesan lembut dan sederhana, namun senyum kecil di bibirnya adalah titik paling indah pagi itu.Di pangkuannya, Alea tertidur lagi setelah selesai menyusu. Napas kecil itu bergerak naik turun, teratur, damai… seperti malaikat yang tanpa sengaja tersesat ke dunia manusia.Nayaka masuk membawa kantong berisi perlengkapan bayi sambil tersenyum penuh kemenangan.“Semua sudah siap. Baju, selimut, diapers, tisu, pompa, dan—”“Aku cuma mau pulang, Nay, bukan pindahan rumah,” potong Ayla sambil tertawa.“Aku cuma jaga-jaga,” N
Last Updated: 2025-11-18
Chapter: Malam Pertama Bersama Putri KecilHujan di luar sudah berubah menjadi gerimis halus ketika malam tiba. Lampu-lampu di lorong rumah sakit meredup, suara langkah para perawat terdengar jauh, dan sunyi lembut menyelimuti ruangan bersalin.Ayla terbaring di tempat tidur pasien dengan tubuh letih, namun wajahnya memancarkan kebahagiaan yang sulit disembunyikan. Rambutnya yang sedikit berantakan, pipinya yang lembut, mata yang sembab karena menangis—semuanya justru membuatnya terlihat semakin lembut dan bersinar seperti seorang ibu baru.Di lengannya, tidur mungil seorang bayi yang baru beberapa jam hadir di dunia.Alea Nayara.Hadiah kecil itu kini bernafas pelan, hangat, tenang, dan damai di dada Ayla.Nayaka duduk di kursi tepat di sisi tempat tidur, wajahnya tak lepas dari Alea. Bukan sejak tadi, bukan hanya beberapa jam—pria itu benar-benar tidak memalingkan pandangan barang sedetik pun. Bahkan perawat sempat tertawa pelan melihatnya.“Pak, istirahat dulu, nanti sakit punggung loh,” kata perawat.Tapi Nayaka hanya meng
Last Updated: 2025-11-18
Chapter: Hadiah Kecil Dari LangitHujan baru saja reda ketika Ayla terbangun oleh sensasi nyeri tumpul di bagian perut bawahnya. Bukan seperti kram biasa, bukan juga seperti gerakan mungil yang akhir-akhir ini sering membuatnya tersenyum. Ini berbeda—lebih berat, lebih dalam—sebuah tarikan yang terasa seperti gelombang.Ia menarik napas panjang, mencoba duduk, tapi rasa nyeri itu datang lagi. Lebih kuat.Ayla memejamkan mata. Ini waktunya?Di sebelahnya, Nayaka masih tertidur dengan posisi miring, satu tangan melingkar lembut di perut Ayla seperti malam-malam sebelumnya ketika ia selalu memeluk dua cinta hidupnya sekaligus. Ayla menatap wajah suaminya sebentar—lelah, tapi damai.Gelombang berikutnya datang. Ayla menggigit bibir.“Aduh… Ka…” bisiknya pelan.Nayaka mengerutkan alis bahkan sebelum bangun. Seolah tubuhnya punya sensor khusus terhadap Ayla. Ia langsung membuka mata.“Ayl?” suaranya serak dan panik. “Kenapa? Kamu sakit?”Ayla mengangguk kecil. “Kayanya… kontraksi.”Sekejap saja, ketenangan Nayaka hilang. Ia
Last Updated: 2025-11-18
Chapter: Saat Dunia Menjadi SatuWaktu bergerak lebih cepat dari yang Ayla sadari. Tanpa terasa, perutnya yang dulu hanya selebar telapak tangan kini membulat penuh, mengisi setiap sudut hidupnya dengan debar yang berubah menjadi rutinitas: tendangan kecil, cegukan halus, rasa berat saat bangun, dan panggilan lembut Nayaka setiap malam sebelum mereka tidur.Tiga puluh delapan minggu berjalan.Pagi itu, Ayla terbangun dengan rasa kencang yang berbeda dari biasanya. Bukan sekadar pegal. Ada tekanan dari bawah, seperti tubuhnya sedang menyiapkan sesuatu yang besar.Ia duduk dengan hati-hati, memegangi perutnya.“Nay…” panggilnya lirih.Nayaka, yang sedang merapikan meja kerja di sudut kamar, langsung menoleh. “Kenapa? Sakit?” Ia buru-buru menghampiri.Ayla menggeleng pelan. “Kayaknya… mulai.”Nayaka terdiam sesaat, memandang wajah istrinya, lalu ke perutnya. “Kontraksi?”“Mungkin.” Ayla mengatur napas, mencoba membaca rasa yang muncul. “Belum terlalu sakit. Tapi beda.”Tidak butuh waktu lama sampai kontraksi kedua datan
Last Updated: 2025-11-18