Dijodohkan dengan Ipar Posesifku

Dijodohkan dengan Ipar Posesifku

last updateLast Updated : 2023-09-06
By:  Rahmi AzizaCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
30 ratings. 30 reviews
151Chapters
241.2Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

"Nadia, Arman, bagaimana kalau kalian menikah?" pinta ibu mertuaku penuh harap, tepat di hari masa iddahku usai. Menikah dengan Arman? Adik suamiku yang dingin itu? Bahkan setelah empat tahun kami hidup seatap di rumah Mama, bisa dihitung dengan jari kami saling berbicara. Itu pun seperlunya saja. Nada bicaranya ketus, raut wajahnya tak ramah. Apa ia membenciku? Dan saat Mama meminta kami menikah, mengapa pula ia tidak menolaknya?

View More

Chapter 1

Menikah Lagi

“Mama, kenapa Papa tidur di sana?” tanya Rania sambil menunjuk gundukan tanah dengan papan nisan bertuliskan Arya Wiratama Bin Sunaryo.

Aku menghela napas, kupandangi wajah Rania iba. Belum genap tiga tahun usianya dan harus menjadi yatim.

“Karena Allah sudah memanggil Papa Nak,” kataku sambil menabur sisa bunga yang masih kugenggam. Setelah suamiku meninggal, baru kali ini aku datang ke makamnya, saat masa iddahku selesai. Di daerahku, tak lazim wanita ikut datang ke prosesi pemakaman, sekalipun ke pemakaman suaminya sendiri. 

Rania masih memandangi makam Papanya, kupeluk ia erat. “Ran, kangen Papa?”

Rania mengangguk.

“Kalau begitu kita doakan Papa yuk, supaya baik-baik di dalam sana. Dan kita bisa ketemu Papa lagi nanti di surga.”

“Kita bisa ketemu Papa lagi?” tanyanya dengan mata berbinar.

“Bisa, dong! Yuk, kita berdoa!” kubimbing ia menengadahkan kedua tangan mungilnya.

“Robbighfirlii waliwalidayya warhamhumaa kamaa robbaya nii shoghiiro....”

Tiba-tiba terdengar suara gemuruh. Aku menengadah, menengok langit. Mendung, gelap sekali. Padahal waktu berangkat dari rumah Mama tadi, masih cerah.

Sejurus kemudian hujan turun. Langsung deras. Aku berusaha melindungi kepala Rania dengan tanganku. Sama sekali tak terpikir membawa payung tadi. 

“Ayo Ran kita pulang.” Buru-buru aku menggendong Rania. Kepalanya kudekap di dadaku.

Namun tiba-tiba saja hujan berhenti. Hah secepat itu? Aku menengok lagi ke langit. Payung? Siapa yang ....

“Pamaan!” teriak Rania begitu melihat Pamannya, Arman, datang dengan membawa dua buah payung. Satu payung terbuka di atas kepala kami, dan satunya masih terlipat rapi.

“Bukankah sudah kubilang, tunggu aku pulang!” katanya datar namun terdengar marah. Tidak terlalu kaget sih. Sehari-hari adik suamiku ini pembawaannya dingin, cenderung tidak bicara jika tak perlu. Selama hampir empat tahun aku menjadi kakak iparnya, kami hanya berbicara satu dua kalimat saja, seperlunya. Sebenarnya aku tipikal orang yang mudah akrab dengan orang lain, tapi melihat pembawaan Arman yang seperti ini aku jadi sungkan  mau mengajaknya ngobrol panjang lebar.

“Bukannya sudah kubilang juga, tak perlu repot menjemputku? Aku bisa pergi sendiri!" jawabku ketus. Ya aku tahu maksudnya baik, tapi lancang sekali dia, marah padaku, mantan kakak iparnya.

“Bagaimana kalau Rania sakit karena kehujanan? Ceroboh!” Arman membuka payung yang masih terlipat rapi, lalu menyerahkannya padaku.

“Ayo Ran, ikut Paman,” katanya lagi sembari mengambil alih Rania dari gendonganku.

Sampai di depan mobil, Arman menurunkan Rania, membuka pintu mobil, dan mempersilakanku masuk.

“Masuk!” Hem, lebih terdengar seperti memerintah. Tapi aku menurut saja. Malas berdebat dengannya.

Sepanjang perjalanan kami hanya diam. Untung ada Rania yang mencairkan suasana. Sambil tetap fokus menyetir, Arman ikut bernyanyi bersama Rania dan selalu menanggapi ocehannya yang lucu. Aneh memang. Sedingin-dinginnya adik iparku ini, entah mengapa, jika bersama Rania, sifatnya bisa berubah 180 derajat.

“Hei kita mau ke mana?” tanyaku ketika menyadari Arman salah mengambil jalan. Jalan ini berlawanan arah dengan jalan menuju rumahku.

“Ke rumah Mama.”

“Tapi, baru sejam yang lalu kan aku berangkat dari rumah Mama ke makam. Aku juga sudah pamitan pada Mama. Kenapa-”

“Ada yang mau Mama sampaikan." Ia menukas cepat. "Setelah itu kuantar pulang," ucapnya datar, seperti biasa.

Ada yang mau disampaikan? Kenapa tiba-tiba? Apakah serius?

“Apa ..., Mama masih bersikeras mengajakku dan Rania tinggal di rumah?" Belakangan, Mama memang sering membahas tentang  ini. Mama selalu bilang, aku sudah dianggapnya sebagai anak, jadi meski Mas Arya telah tiada, Mama memintaku tetap tinggal. Apalagi ada Rania, cucu kandung yang sangat disayangi dan dimanjakannya.

“Atau ...." Tiba-tiba aku teringat sesuatu.

"Oh iya, apa mungkin untuk membicarakan acara lamaranmu yang tertunda dengan Sheila?"

Sheila adalah teman kantor sekaligus calon istri Arman. Acara lamaran mereka seharusnya sudah dilakukan beberapa bulan lalu, tapi karena meninggalnya mas Arya, acara itu ditunda dan sampai sekarang belum dijadwalkan ulang.

"Aku sampai lupa belum menjahitkan kain seragam dari Mama. Ah coba kuhubungi tukang jahit langgananku dulu ya," ocehku sambil mengeluarkan ponsel dari tas.

Arman merebut ponselku dan memasukkan ke kantong kemejanya. "Sok tahu!"

"Sudah. Jangan bahas soal itu lagi!"

Aku menoleh ke arahnya, kepo, kenapa dia semarah itu. "Eh? Kalian lagi ada masalah? Atau ... mmm kena syndrom pra nikah ya?"

Tanpa menunggu jawabannya aku melanjutkan bicara, "Oh itu sih biasa, dulu aku sama mas Arya pas mau nikah juga sempet gitu, tiba-tiba adaa aja yang bikin ragu. Kita pernah-"

Belum selesai aku bicara, mobil tiba-tiba terhenti. 

"Hah ada apa? Kamu mau mampir ke minimarket?"

"Udah ngomongnya?" Arman bertanya tanpa sedikitpun melihat ke arahku.

"Dengar ya, aku lagi tidak ingin membahas tentang pernikahan. Titik."

Ish! Aku mendengkus kesal.

"Paman sama Mama kok berantem sih?" pertanyaan Rania yang polos dengan nada suaranya yang lucu bikin rasa kesalku mereda.

"Nggak berantem kok, Sayang."

"Pamanmu aja tuh kalo ngomong sukanya ngegas. Lembut dikit napa?" kataku lirih tapi aku yakin dia pasti dengar.

*********

Mobil menepi di depan rumah Mama. Mama tergopoh-gopoh keluar rumah. Meyambut aku dan Rania dengan raut muka bahagia, seperti biasa. 

“Rania ... cucu oma ....” Mama membentangkan tangannya begitu melihat Rania turun dari mobil.

Raniapun lari ke pelukan omanya.

“Assalamualaikum Ma ...” sapaku sambil mencium punggung tangan Mama.

Mama mencium pipi kanan kiriku. “Waalaikum salam, ayo masuk Nadia, Maaf ya, Mama suruh Arman bawa kamu ke sini lagi.”

Arman turun dari mobil dan langsung menghampiri kami. Ia menaikkan Rania ke bahunya. “Ayo Ran, kita kasih makan ikan di belakang."

“Yeaay!” Rania bersorak gembira.

“Lihat Nadia, Arman begitu sayang pada Rania,” kata Mama, sambil membimbingku masuk ke dalam rumah. Aku hanya tersenyum. Dari dulu, Arman yang kaku, yang pelit senyum dan kata-kata itu memang sangat dekat dengan Rania. Suka mengajaknya bercerita bahka tiap pulang dari luar kota pasti membawa oleh-oleh mainan atau makanan favorit Rania.

“Mama ingin bicara denganmu,” kata Mama ketika kami sama-sama sudah duduk di ruang tengah.

“Dan Arman ...” lanjutnya.

Bi Inah lalu menggantikan Arman menemani Rania.

“Mama memanggilku?” tanya Arman.

“Ya, Nadia, Arman, Mama ingin bicara.” Ucapan Mama kali ini terdengar tak biasa, serius dan sangat berhati-hati.

“Bagaimana, kalau kalian ...” Mama menatapku dan Arman bergantian.

“...MENIKAH?”

-Bersambung-

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

10
100%(30)
9
0%(0)
8
0%(0)
7
0%(0)
6
0%(0)
5
0%(0)
4
0%(0)
3
0%(0)
2
0%(0)
1
0%(0)
10 / 10.0
30 ratings · 30 reviews
Write a review
user avatar
Adiet Adi
beli novelnya d mana kak
2024-05-01 21:33:24
0
user avatar
Awien Din
seru banget cerita nya..
2024-03-02 11:39:49
0
user avatar
Sri Murtiningsih
kak.... baca satu part nya pakai koin brp sih kak
2023-10-30 09:30:23
0
user avatar
Isabella
ceritanya seru kocak romantis pokoknya seneng banget bikin aku senyum" sendiri sumpah cerita yg begini nih yg membuat awet mudah karena bacanya sambil senyum " . ku tunggu cerita yg lain thoer smg sehat
2023-10-08 07:33:58
0
user avatar
mrs.yudi
semoga sukses
2023-09-14 10:40:34
0
user avatar
H n H
start tgl 7/9/23 menarik ceritanya
2023-09-10 20:22:25
1
user avatar
Ema Rahmawati
kereen .. seru. bikin senyum senyum pas baca
2023-08-30 15:09:26
2
user avatar
Kenzien Yodha
ceritanya bagus banget,simpel tapi menggemaskan
2023-06-28 19:52:49
1
user avatar
SA86
mampir kak.lanjut....
2023-03-27 11:11:42
1
user avatar
Winda Sari
lanjuut thor,,,lama gk up..,?
2023-02-15 21:04:53
2
user avatar
Eet Oot
up tiap hari doong...
2023-02-14 16:44:58
2
user avatar
Isabella
ceritanya keren pokoknya the best
2023-02-14 00:01:58
1
user avatar
Ndari Mana
makasih sudah up thor,,,jangan lama2 ya thor up nya...tiap hari banyak bab gituu...
2023-02-13 11:43:39
1
user avatar
Latem Iku Luluk
up tiap hari ka...??
2023-02-12 20:41:24
1
user avatar
Ndari Mana
lamaaa sekali yg mau up...bisa jadi baca novel lain kelamaan nunggu upnya...
2023-02-12 09:41:29
1
  • 1
  • 2
151 Chapters
Menikah Lagi
“Mama, kenapa Papa tidur di sana?” tanya Rania sambil menunjuk gundukan tanah dengan papan nisan bertuliskan Arya Wiratama Bin Sunaryo.Aku menghela napas, kupandangi wajah Rania iba. Belum genap tiga tahun usianya dan harus menjadi yatim.“Karena Allah sudah memanggil Papa Nak,” kataku sambil menabur sisa bunga yang masih kugenggam. Setelah suamiku meninggal, baru kali ini aku datang ke makamnya, saat masa iddahku selesai. Di daerahku, tak lazim wanita ikut datang ke prosesi pemakaman, sekalipun ke pemakaman suaminya sendiri. Rania masih memandangi makam Papanya, kupeluk ia erat. “Ran, kangen Papa?”Rania mengangguk.“Kalau begitu kita doakan Papa yuk, supaya baik-baik di dalam sana. Dan kita bisa ketemu Papa lagi nanti di surga.”“Kita bisa ketemu Papa lagi?” tanyanya dengan mata berbinar.“Bisa, dong! Yuk, kita berdoa!” kubimbing ia menengadahkan kedua tangan mungilnya.“Robbighfirlii waliwalidayya warhamhumaa kamaa robbaya nii shoghiiro....”Tiba-tiba terdengar suara gemuruh. Aku
last updateLast Updated : 2022-10-21
Read more
Lamaran
"Arman... Nadia..." Mama melihatku dan Arman bergantian."Bagaimana kalau kalian ... MENIKAH?"*******Aku tercekat. Sama sekali tak menyangka ini yang akan dikatakan Mama. Kulirik Arman. Dari matanya aku melihat, ia sama terkejutnya denganku.Dijodohkan dengan Arman? Duh, aku tidak bisa membayangkan hidup dengan laki-laki yang dingin dan tidak banyak bicara. Akan seperti apa rumah tangga kami nanti. Apalagi dia adalah adik suamiku. Aneh saja rasanya.Hening terjadi diantara kami beberapa detik. Aku lantas mencoba mencairkannya dengan tawa kecil.“Haha ... Mama ada-ada saja. Nadia belum kepikiran Ma, soal menikah lagi.”Mama menggeser posisi duduknya mendekati. “Kamu masih muda Nadia,” katanya sambil mengusap-usap punggungku. “Sah-sah saja mempunyai pendamping hidup lagi.”“Kamu dan Arman kan sudah mengenal lama, keluarga kita juga sudah dekat, lebih enak, tidak perlu penyesuaian lagi,” sambung Mama.“Iya tapi Ma ...” Aku dan Mama memang sangat dekat. Mama sudah kuanggap seperti Mama
last updateLast Updated : 2022-10-21
Read more
Siapa Dia?
Aku tiba di mall pukul sepuluh pagi. Tepat ketika pintu mall dibuka aku masuk. Mungkin hari ini aku adalah pengunjung pertama mereka.Secepat kilat aku masuk ke toko sepatu. Siang ini aku harus datang ke wawancara kerja, dan baru semalam tau kalau sepatu pantofelku yang sudah lama menganggur dan kusimpan rapi dalam dus, sudah tidak layak pakai lagi, bagian kulitnya banyak yang mengelupas.Aku nekat juga melamar lowongan kerja yang diinfo Erna kemarin dengan menggunakan fotokopian KTP lamaku saat masih lajang.“Kalau nanti kamu keterima kerja, tunggu beberapa saat sampai mereka tau kamu karyawan yang bisa diandalkan, saat itulah kamu bisa jujur dengan statusmu.” Begitu saran Erna kemarin melalui pesan whats app.Awalnya aku enggan. Aku orang yang paling tidak bisa berbohong, tapi penasaran juga sih, setelah empat tahunan tidak bekerja kantoran, bisa tidak ya kira-kira aku lolos tes wawancara kerja. Disamping yaah butuh duitnya juga. Mau sampai kapan hanya hidup mengandalkan uang santu
last updateLast Updated : 2022-10-21
Read more
Diterima
“Ini Galang, pemilik Kafe Mentari.”“Ha?”Jadi orang yang berseteru denganku di taksi tadi bosku? Aktor papan atas yang disebutkan Erna kemarin?Aku bengong sesaat, tapi berusaha bersikap sewajar mungkin. “Oh iya iyaaa Pak Galang, halo. " Kupaksakan diri untuk tersenyum padahal sebenarnya masih jengkel dengan kejadian tadi di taksi.Galang membuka topi yang sedari tadi dikenakannya. Membalas senyumku dengan sinis. Wajahnya terlihat sangat jelas kini. Ternyata tampan juga calon bosku ini. Sepintas mirip Dikta mantan personel Yovie dan Nuno saat masih berambut pendek belah tengah. Eh, kenapa aku jadi memuji dia, sih! “Baik, Nadia, pertanyaan pertama, kenapa kamu melamar kerja di sini?” tanya Pak Wira tiba-tiba yang membuatku gelagapan. Pikiranku masih menerawang, bertanya-tanya apakah insiden taksi tadi akan mempengaruhi penilaian Galang terhadapku. Bisa-bisa aku ditolak pada pandangan pertama.“Karena butuh duit Pak,” jawabku spontan. Duh jawaban macam apa ini? Bukan jawaban yang kur
last updateLast Updated : 2022-10-21
Read more
Undangan Reuni
Arman hanya mengantarku sampai ke TK dan Daycare Mutiara, tempat aku menitipkan Rania, lalu pulang. Sengaja kusuruh dia pulang selain karena sebal dengan percakapan di mobil tadi, aku juga ingin curhat-curhat dulu dengan Erna. Lagipula jarak TK tak terlalu jauh dari rumahku, hanya lima menit jika ditempuh dengan jalan kaki. Beruntung bagiku, sehingga aku bisa menitipkan Rania jika ada keperluan. Apalagi Erna itu kawan baikku sejak SMA.Oh iya, TK ini milik ibunya Erna. Selepas SMU, Erna mengikuti pendidikan guru TK kemudian ikut mengajar dan membantu ibunya mengelola TK ini.“Nad, gimana wawancara kerjanya tadi?” tanya Erna antusias, matanya berbinar-binar, senyum merekah di wajahnya.“Langsung aja tanya, gimana tadi Galang? Nggak usah sok peduli gitu deh!" kataku sambil membukakan bungkus eskrim untuk Rania. Erna termasuk penggemar sinetron dan drama Korea. Dia sering heboh ngobrolin aktor ini dan itu, yang aku tak begitu paham itu siapa. Aku yakin, pasti dia juga salah satu penggema
last updateLast Updated : 2022-10-21
Read more
Ketahuan
“Jangan bicara kasar di depan anak kecil." Dia berkata lebih lembut kini, tapi menyebalkan, kesannya kok, jadi aku yang antagonis! Berusaha sabar, kutarik napas panjang. Mau marah, tapi kurasa waktunya memang tidak tepat. Aku tak mau Rania melihat kami tak akur sebagai keluarga. "Oke. Tapi kita mau ke mana?" Arman memandangku, diam beberapa detik, lalu bilang, “Aku yang tanya ke kamu, mau ke mana? Aku antar.”Aku menatapnya takjub. Tumben. Ah, pasti Mama yang suruh. Mama gigih sekali ingin menjodohkanku dengan Arman.“Aku mau ke reuni SMA. Yakin mau nganter?”Setahuku Arman bukan orang yang suka dengan reuni. Setiap kali diundang reuni ia tidak pernah mau datang. Bahkan ia juga enggan masuk ke grup WA sekolah.Aku dan Arman satu SMA dan satu angkatan hanya beda kelas. Lucunya, aku baru tahu saat hendak menikah dengan Mas Arya. Padahal kata Erna, Arman ini cukup populer di sekolah, lho. Banyak yang mengidolakan, ya maklum dia kan termasuk anggota klub basket yang sering memenangkan b
last updateLast Updated : 2022-10-21
Read more
Hari Pertama
Hari Senin, hari pertamaku masuk kerja. Grogi. Ini momen pertamaku bekerja lagi setelah tiga tahun lamanya tidak menyandang status sebagai pekerja kantoran. Ditambah harus bertemu lagi dengan Galang, setelah pertemuan tanpa sengaja tempo hari di acara reuni. Apa yang kira-kira akan dikatakannya nanti? Apakah ia akan menganggapku melakukan penipuan? Huh, entahlah. “Biar kutemani sampai ke dalam,” kata Arman sesampainya kami di Kafe Mentari. Nampaknya ia bisa membaca ekspresi tegang di wajahku. Di perjalanan pulang dari acara reuni kemarin, aku memang menceritakan semuanya. Perihal aku yang menggunakan kartu identitas lamaku untuk melamar kerja. Mau bagaimana lagi, ia sudah terlanjur melihat Galang bicara padaku dengan nada marah. “Jangan!! Kau pikir aku anak kecil harus dianter masuk segala,” cegahku. “Kalau bosmu marah, keluar saja, nanti akan kubantu mencari pekerjaan yang cocok buatmu.” “Heem.” Hanya itu jawabku. “Bahkan seharusnya, kamu tidak perlu bekerja, aku bisa menghidupi
last updateLast Updated : 2022-12-09
Read more
Bos Galak
“Kamu itu, BISA MOTRET NGGAK, SIH?!” serunya sambil membanting sendok garpu diatas meja. “Aduh Pak, tadi udah bagus lho, tinggal kurangi senyum dikiit aja. Biar nampak elegan, gitu loh.” “Kasih instruksi itu yang jelas, jangan sepotong-potong!” bentaknya. “Maaf, Pak.” Aku menunduk, pura-pura merasa bersalah, padahal sebenarnya jengkel setengah mati. Mentang-mentang bos, seenaknya bentak anak buah. Huh! Mungkin ia sadar, foto yang kubuat demi kemajuan kafenya juga, iapun lantas mengambil kembali sendok dan garpu lalu berpose seperti yang kupinta. Tak menyia-nyiakan kesempatan, akupun mengambil beberapa foto. Setelah nasi goreng, kuletakkan mie sapi lada hitam di mejanya, lalu spagheti, steak, sup iga, mashed potato, burger, roti bakar, dan aneka minuman. Kuminta ia berganti pose. Setelah duduk dengan menoleh ke kanan, kuminta ia duduk menghadap jendela, duduk sambil makan, berdiri, berjalan, kayang, koprol, eh nggak lah, bisa ngamuk dia nanti. “Sekarang bapak pakai kostum chef
last updateLast Updated : 2022-12-10
Read more
Siapa Dia?
Lonceng yang terpasang di pintu kafe berbunyi ketika aku sedang sibuk membuat konten untuk sosmed.Tak lama, seseorang mendorong pintu dari luar.Sesosok perempuan cantik, tinggi, modis, bak model berjalan masuk dengan anggun. Aku beranjak mendekatinya. Hmm apakah dia pikir kafe ini sudah buka?“Maaf mbak, kafe kami belum buka.” Aku tersenyum dengan kepala sedikit mendongak.Perempuan itu balas tersenyum tapi terlihat sinis.“Kamu nggak tahu siapa saya?” Ia membuka kaca mata hitam. Ampun deh, hari ini, nggak si bos, nggak tamu, kenapa judes semua ya.Siapa dia? Duuh, siapa, sih? Ibu negara? Menteri? Teman lama? Sepertinya familiar. Aku pernah lihat, tapi entah di mana. Lupa.“Maaf, Mbak mau bertemu siapa ya?" tanyaku akhirnya. Mungkin saja dia rekan bisnis Pak Wira. Kenapa aku baru kepikiran sekarang, ya.Perempuan itu masih tetap tersenyum sinis dengan mata memicing melihatku.Sesaat kemudian, secara mengagetkan tiba-tiba ia mendorong bahuku dengan kasar. Berjalan menerobos masuk ke
last updateLast Updated : 2022-12-10
Read more
Ipar Rasa Pacar
“Tunggu!” Suaranya terdengar tak asing. Akupun menoleh demi memastikan dugaanku “A.. Arman?!”Spontan aku turun dari mobil. Mau apa sih, dia?“Mau ke mana?” tanyanya dingin seperti biasa.“Aku.. emm.. ada urusan pekerjaan,” jawabku sedikit gugup. Aneh sebenarnya, jawabanku ini kenapa jadi seperti seorang yang ke-gap selingkuh oleh pacar, sih?“Sudah lewat jam kantor, Rania sudah menunggumu di rumah.”“Sudah-sudah, tenang saja, akan kuantar dia pulang,” sahut Galang menengahi ketegangan diantara kami.“Tidak usah. Aku yang akan mengantarnya pulang.” Arman berjalan mendahuluiku menuju mobilnya. Pergi begitu saja tanpa berpamitan pada Galang.Aku menarik napas kesal lalu menoleh ke arah Galang. Ia hanya mengedikkan bahu. “Ikutlah bersama pacarmu.”“Dia bukan pacar saya, Pak!” kataku setengah berbisik.“Lalu?”Aku pergi begitu saja tanpa menjawab pertanyaan Galang. Kupikir-pikir, Arman memang sudah seperti pacar posesifku saja. Selalu mengatur aku harus begini, harus begitu dengan dalih
last updateLast Updated : 2022-12-11
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status