Chapter: Menjenguk Papah x Bersama AjengSiang itu, ruangan Gladys terasa cukup tenang. AC menyala pelan, sementara berkas-berkas kontrak tersusun rapi di meja. Luki memperhatikan satu kontrak yang sedang Gladys jelaskan.“Jadi yang ini tinggal kamu cek ulang pasal pembayarannya aja, Luk,” kata Gladys sambil menunjuk halaman terakhir.Luki mengangguk. “Oke, gampang. Nanti malam aku rapihin terus kirim revisinya.”Rapat kecil itu berjalan sekitar 20 menit. Setelah semuanya dirasa cukup, Gladys menutup map berkas dan bersandar.“Udahan dulu. Kita makan siang yuk?” ajaknya.“Gas,” jawab Luki sambil merapikan meja.Mereka berjalan menuju kantin kantor. Suasananya lumayan ramai, tapi masih dapat meja kosong. Saat makanan baru sampai, Luki mengambil ponselnya sebentar. Ada satu pesan WhatsApp baru.Dari Om Iksan.Luk, Papah kamu minta dijenguk minggu ini. Kalau bisa ajak Ajeng sekalian ya.Luki menarik napas pelan, kemudian membalas singkat.Iya Om, insyaallah Sabtu ya.Gladys melihatnya dari seberang meja. “Chat dari siapa? Mbak
Last Updated: 2025-12-12
Chapter: Tawarin Kerja x Untuk Ajeng Setelah itu, suasana kamar masih hangat dan sunyi. Tante Sarah berbaring menyandar di dada Luki, tubuhnya masih dibalut selimut yang sama, napasnya perlahan mulai stabil. Luki mengusap pelan kepala Tante Sarah, gerakannya lembut, seperti mencoba menenangkan sekaligus menormalkan kembali suasana. Tante Sarah menarik sedikit selimut naik ke bahunya, lalu berkata dengan suara lirih, “Aku sebenarnya mau ajak kamu sama Ajeng kerja di butik aku nanti…” Luki menoleh kecil, masih mengusap rambutnya. “Aku kan udah kerja, Tan,” jawabnya pelan. “Kalau mau ngajak, coba tawarin Mbak Ajeng aja.” Tante Sarah mengangkat wajahnya sedikit, menatap Luki dengan alis terangkat. “Ajeng? Kan dia juga kerja, Luk.” Luki menggeleng. “Mbak Ajeng udah nggak kerja, Tan.” Tante Sarah diam sebentar, kagetnya terlihat jelas. Ia bangkit sedikit, bersandar di lengan Luki sambil memegang selimut agar tetap menutup tubuhnya. “Serius?” tanyanya. “Kenapa udah nggak kerja?” Luki menarik napas pelan
Last Updated: 2025-12-10
Chapter: Malam, Tante Sarah Berkeringat Setelah memastikan mobil tamu tadi benar-benar menjauh, Luki akhirnya memajukan mobilnya perlahan. Ia berhenti tepat di depan pagar rumah Tante Sarah. Rumah itu terlihat tenang sekarang, hanya lampu teras yang menyala lembut. Luki turun dari mobil, menoleh kanan–kiri sejenak untuk memastikan situasi aman, lalu berjalan masuk melewati pagar yang sedikit terbuka. Pintu rumah ternyata masih terbuka lebar, seperti sedang menunggu seseorang. “Assalamualaikum…” suara Luki terdengar pelan tapi jelas. Dari dalam, muncul Tante Sarah sambil tersenyum kecil. “Waalaikumsalam. Masuk sini, Luk. Tante kira kamu nggak jadi datang.” Luki hanya membalas senyum itu. “Tadi nunggu tamunya pergi dulu, Tante.” “Oh begitu…” Tante Sarah mengangguk, belum menanggapi lebih jauh. “Ngopi dulu? Tante bikinin ya?” tawarnya sambil berjalan ke dapur kecil. “Boleh, Tan. Makasih.” Tidak butuh lama, Tante Sarah kembali membawa dua cangkir kopi panas. Dia meletakkan satu di depan Luki, lalu menutup pint
Last Updated: 2025-12-09
Chapter: Nasehat Ajeng x Keputusan LukiLuki keluar dari kamar dengan kepala masih penuh pikiran. Tadi di dapur, saat ia meminta izin, Mbak Ajeng hanya menjawab singkat tanpa menoleh lama— “Mandi dulu aja, terus makan malam. Nanti kita ngobrol.” Tidak ada jawaban boleh atau tidak. Tidak ada ekspresi marah, tapi juga tidak ada tanda kelegaan. Seolah Mbak Ajeng sengaja menunda. Luki pun cuma bisa mengangguk dan menurut. Ia kembali ke kamarnya, mengambil handuk, lalu masuk ke kamar mandi. Air dingin yang mengguyur tubuhnya tidak cukup menenangkan pikirannya. Malah bikin semuanya makin nyesek. Aduh, kenapa juga tadi ngomong jujur. Bisa tadi alasan keluar ketemu Gladys sebentar. Gak bakal serumit ini, keluhnya dalam hati. Setelah selesai, Luki turun ke meja makan. Meja sudah tertata rapi, dua piring sudah terisi, dan aroma lauk yang baru dimasak Mbak Ajeng terasa menghangatkan ruangan. Mbak Ajeng sudah duduk, tangannya menopang dagu sambil menatap Luki yang baru mendekat. “Nih, makan dulu,” katanya pelan. Luki duduk tan
Last Updated: 2025-12-07
Chapter: Kepedulian Maurell x Izin ke Mbak AjengTiba di kantin belakang kantor, suasananya ramai tapi tidak terlalu bising. Beberapa pegawai dari gedung sekitar juga sedang makan siang, dan aroma masakan berkuah memenuhi udara. Luki dan Maurel memilih duduk di salah satu tenda yang cukup teduh. Mereka memesan tiga porsi soto betawi—dua buat mereka, satu untuk dibawa pulang ke kantor untuk Gladys. Setelah pelayan mencatat pesanan, suasana di meja mereka sempat hening. Luki akhirnya menatap Maurel dengan bingung sejak tadi. Ia menyandarkan tangan di meja dan bertanya, “Rel… kamu kenapa tiba-tiba ngajak gue makan siang? Ada apa?” Maurel hanya tersenyum kecil. Senyuman yang jelas bukan senyuman iseng… lebih seperti senyuman seseorang yang sengaja menyembunyikan sesuatu. “Ada yang mau aku tanyain,” jawab Maurel pelan. Luki makin bingung. “Apa?” Maurel menghela napas, lalu menatap Luki serius. “Emang beneran kalo… Mbak Ajeng resign?” Luki langsung terkejut, tubuhnya sedikit maju ke depan. “Hah? Kok kamu tau??”
Last Updated: 2025-12-06
Chapter: Kelegaan Luki x Keputusan AjengDi dalam mobil, perjalanan menuju kantor berlangsung seperti biasa, tapi suasananya tidak. Ada sesuatu yang berbeda dari Luki pagi itu. Dari cara ia menyetir, dari tatapan matanya, bahkan dari senyum yang sesekali muncul tanpa alasan. Gladys yang sejak tadi sibuk memainkan ponselnya akhirnya menyadari perubahan itu. Ia melirik ke arah Luki sambil mengangkat alis. “Kamu hari ini kayaknya lagi happy yaa, Luk?” tanyanya sambil menutup aplikasi di hapenya. Luki menoleh sebentar, senyum lebarnya sulit disembunyikan. “Hehe… keliatan yaa, Dys?” Gladys langsung mematikan layar ponsel, lalu memutar sedikit tubuhnya ke arah Luki. Ia menaruh siku di sandaran tangan mobil, ekspresinya berubah penasaran penuh antusias. “Kenapa sih, Luk? Cerita dong, cerita…” Luki menarik napas pendek, mencoba menyusun kata-kata sambil tetap fokus ke jalan. “Aku seneng, Dys. Akhirnya Mbak Ajeng mau resign dari kerjaannya. Terus mau stay di rumah.” Gladys refleks mengangguk kecil. “Ohh gitu… emangn
Last Updated: 2025-12-04
Godaan Penghuni Kos Puteri
Raga, pria berusia 25 tahun, memilih hidup sederhana sebagai penjaga sebuah kos putri di pinggiran kota. Di mata orang lain, ia hanyalah pemuda biasa yang bekerja demi menyambung hidup. Tak ada yang tahu, Raga menyimpan masa lalu kelam yang membuatnya menyingkir dari kehidupan sebelumnya.
Hari-harinya terlihat tenang, hingga kedatangan para penghuni baru mengubah segalanya. Gadis manja, janda muda, hingga wanita pekerja keras—semuanya tinggal di bawah atap yang sama, dengan rahasia dan kehangatan masing-masing.
Godaan datang tanpa henti. Senyum samar, lirikan penuh arti, dan momen-momen intim yang tak sengaja tercipta membuat Raga harus berjuang menahan diri. Namun semakin ia menolak, semakin kuat tarikan yang menyeretnya ke dalam hubungan terlarang dengan para penghuni kos.
Bisakah Raga bertahan menjaga batas, atau justru tenggelam dalam gairah liar yang siap membakar dirinya?
Read
Chapter: Benda itu terjatuh!Malam hari, Raga sedang berada di kamar Laura. Laura duduk di tepi ranjang sambil memegang grlas berisi eskopi. Sementara Raga duduk di kursi kayu yang terletak di sisi ranjang, dengan sebatang rokok menyala terjepit di tangannya. "Jadi gimana? Aku udah liat sendiri tadi." Kata Laura, sambil sesekali menempelkan gelas ke pipinya. "Kita gak bisa langsung nanya atau nuduh ke dia juga kan." Kata Raga yang berusaha menimbang keputusan. Laura mengangguk pelan, "Iya sih." "Gini deh, aku punya ide nih, tapi lumayan gila sih." Kata Raga. Laura mengangkat alisnya, dengan wajah penasaran menunggu apa yang akan di ucapkan oleh Raga selanjutnya. "Pas si Anita lagi pergi keluar, kita geledah kamarnya." Ucap Raga setengah berbisik. "Gila, bahaya lah, Ga! Kalo ada yang liat nanti penghuni yang lain malah mikir yang enggak-enggak." Kata Laura dengan tegas. "Iya sih, tapi itu satu-satunya cara buat mastiin. Aku gak mau apa yang kita khawatirkan justru terjadi sebelum kita bisa menganti
Last Updated: 2025-12-12
Chapter: Laura Mencurigakan x Kekhawatiran LauraKeesokan harinya. Pagi hari yang cerah seperti biasanya, namun terasa berbeda dengan pagi yang kemarin ia rasakan beberapa kali saat masih berada di rumah Rahma. Raga sedang menyapu halaman, ia menyisir setiap sudut halaman dan membersihkannya dari dedaunan kering yang berserakan di halaman. Tak lama suara langkah kaki dan sapaan menyapa Raga pagi itu. "Pagi Kak, udah semangat aja nih pagi-pagi." Sapa Anita yang baru saja turun dari lantai dua hendak keluar kosan. "Eh, Nita. Mau kemana?" Kata Raga sambil bertanya. "Aku mau keluar bentar beli sarapan, Kak." Ucap Anita sambil menunjuk kearah depan gerbang. "Oh gitu, okedeh.." Ucap Raga sambil mengangguk. Lalu Anita berjalan santai menuju gerbang yang sudah sedikit terbuka itu, lalu ia berjalan belok ke kanan. Raga terus menatapnya, mengingat apa yang ia lihat semalam di depan kamar kos Anita. Lalu dengan rasa penasaran, spontan Raga berjalan pelan mengikuti langkah Anita sambil membawa sapunya. Saat di depan gerbang, Raga
Last Updated: 2025-12-12
Chapter: Godaan Siang Wulan x Sesuatu di depan Kamar AnitaPagi, pukul 9:30. Matahari perlahan mulai naik dan Raga masih tertidur di kamarnya. Sementara di ruang tengah, Tante Maya dan Laura sedang sibuk untuk bersiap pergi. "Kamu bangunin Raga dulu gih." Ucap Tante Maya, sambil menggunakan make upnya. Laura berjalan menuju kamar Raga, dan membuka pintu kamarnya. "Gaa, bangun.. Udah jam sembilan lewat." Raga sontak membuka matanya, ia menatap ke ara Laura. Lalu perlahan bangkit dan bersandar di ranjang sambil sesekali mengusap kedua matanya. "Kamu rapih banget, mau kemana?" Ucap Raga sambil menyipitkan kedua matanya. "Aku ama Kak Maya mau pergi.." Kata Laura sambil berbalik dan meninggalkan kamar Raga. Raga pun beranjak dari tempat tidurnya, lalu berjalan pelan dengan langkah sedikit terhuyung. "Ga, kamu standby di kosan dulu ya, Tante mau pergi sama Laura." Ucap Tante Maya sesaat melirik ke arah Raga. Raga menggaruk-garuk kepalanya sambil mengangguk pelan. Raga tidak menanyakan kemana Tante Maya dan Laura akan pergi. Rag
Last Updated: 2025-12-12
Chapter: Meninggalkan Kenangan di Rumah Lama.Malam hari, tepat jam delapan, suasana desa sudah tenang. Angin malam bergerak pelan menyentuh pepohonan, hanya terdengar suara serangga dari kejauhan. Rahma dan Raga sudah berdiri di ruang tengah, masing-masing membawa tas kecil untuk kembali ke kota. Rahma memastikan lampu-lampu dimatikan, memeriksa pintu kamar, jendela dapur, dan terakhir pintu belakang. “Mas, udah semua kan? Gak ada yang ketinggalan?” tanyanya sambil merogoh saku memastikan ponselnya. Raga mengangguk pelan. “Kayaknya aman. Gembok depan juga udah kamu cek tadi, kan?” “Iya,” jawab Rahma sambil menarik napas dalam. “Oke… kita berangkat.” Mereka berjalan menuju pintu depan. Saat Rahma memutar anak kunci dan menarik pintu. Rahma menunduk sebentar—ada raut enggan di wajahnya. Ia menarik pintu hingga tertutup rapat lalu memasang gembok, memastikan benar-benar terkunci. Mereka melangkah keluar ke halaman depan. Baru sampai tengah halaman, Rahma berhenti. Ia membalikkan badan, menatap rumah itu. Tidak terlalu lam
Last Updated: 2025-12-11
Chapter: Tugas Terakhir x Halaman BelakangPagi mulai merambat masuk lewat celah jendela, cahaya lembut menyentuh wajah Rahma yang masih bersandar di dada Raga. Mereka berdua masih terbaring rapat di bawah selimut tebal, menyisakan hangat yang tersisa semalam. Rahma memejamkan mata lebih lama, enggan beranjak. Ia menarik napas pelan, menikmati ketenangan yang jarang ia dapatkan. “Sebentar ya Mas… aku masih mau di sini,” bisiknya tanpa membuka mata. Raga mengangguk kecil, lalu merapatkan pelukannya. Kehangatan tubuhnya membuat Rahma merasa nyaman, seperti dunia di luar kamar belum perlu ia pikirkan. Sesekali, Raga menunduk dan mengecup kening Rahma—sentuhan singkat, tapi cukup untuk membuat jantung Rahma sesekali berdegup tak beraturan. “Makasih, Mas… buat semalam,” ucap Rahma lirih, suaranya hampir tenggelam oleh suara angin pagi yang menyelinap lewat jendela. Raga hanya tersenyum. Ia tidak menjawab, tapi cara ia mengusap punggung Rahma sudah cukup menjadi balasannya. Rahma memejamkan mata kembali, membiarkan pagi be
Last Updated: 2025-12-11
Chapter: Kehangatan diantara Derasnya HujanSore itu, setelah Mbak Yuni pulang, Rahma duduk di bale belakang rumah. Memandangi perkebunan di belakang rumah sambil menikmati sejuknya angin sore. Tak lama kemudian, Raga dagang dari arah dapur, membawa dua cangkir kopi dengan uap yang masih mengepul. Rahma menoleh ke arah Raga yang berjalan perlahan menuju bale. "Ngopi dulu kita." Ucap Raga sambil meletakkan nampan berisi dua cangkir kopi dan duduk di sebelah Rahma. Aroma kopi begitu terasa nikmat, Rahma menoleh ke arah Raga, sambil mengambil secangkir kopi, dan berkata. "Makasih ya, Mas.." Raga menengadahkan tubuhnya, dengan kedua tangan menopang tubuhnya, "Enak banget disini anginnya adem." Rahma tersenyum, mengesap kopinya dengan perlahan, pandangannya sama menatap ke depan. Hamparan Perkebunan terlihat asri dan hijau, tidak ada suara bising kendaraan, yang ada hanya suara hewan-hewan kecil yang terdengar. "Ini yang namanya rumah di desa, Mas. Cocok buat healing." Ucap Rahma. "Mbak Yuni itu, saudara dari Ayah a
Last Updated: 2025-12-11