author-banner
abeyalbey15
Author

Novels by abeyalbey15

Perjanjian Gaib Untuk Kekayaan

Perjanjian Gaib Untuk Kekayaan

Seorang pemuda terpaksa kembali ke rumah tua peninggalan kakeknya di sebuah desa terpencil. Rumah itu menyimpan rahasia kelam: dahulu menjadi tempat ritual pesugihan yang dijalankan keluarganya. Sejak ia tinggal di sana, kejadian ganjil mulai muncul—suara tangisan tengah malam, bayangan hitam di lorong, hingga mimpi yang seolah nyata. Perlahan ia menemukan bahwa kekayaan keluarga mereka berasal dari perjanjian berdarah dengan makhluk gaib, dan kini giliran dirinya yang dituntut untuk melanjutkan perjanjian tersebut… atau mati dengan cara mengerikan.
Read
Chapter: Panggilan Kedua
Aku masih berlutut di depan sumur, napasku tersengal. Udara malam menusuk tulang, tapi tubuhku dipenuhi keringat dingin. Boneka kain itu kini duduk di bibir sumur, kepalanya miring ke samping seperti anak kecil yang sedang bermain. Matanya yang terbuat dari kancing hitam menatapku tanpa berkedip, sementara senyum sobeknya semakin lebar.“Andi…” suaraku parau. “Apa yang mereka lakukan padamu…”Namun aku tahu, itu bukan lagi Andi. Tidak ada yang bisa mengembalikan sahabatku. Yang tersisa hanyalah tubuh kosong yang dikendalikan kutukan rumah ini.Dari arah rumah, pintu depan terbuka pelan. Engselnya berdecit panjang, diikuti suara langkah menyeret yang semakin mendekat. Aku tidak perlu menoleh untuk tahu—Andi, atau sosok yang menyerupainya, sedang datang ke arahku.Aku bangkit tergesa, berlari ke arah kebun belakang. Pohon-pohon bambu bergoyang keras meski angin tidak berhembus. Suara bisikan mengikuti setiap langkahku.“Rakha… jangan lari… giliranmu…”Aku menutup telinga, tapi bisikan i
Last Updated: 2025-09-11
Chapter: Tumbal Pertama
Aku terduduk lemas di tanah berumput basah, tubuh gemetar tanpa bisa kukendalikan. Nafasku memburu, bercampur dengan isak yang kutahan di tenggorokan. Mataku tak lepas dari sumur tua di hadapanku—airnya yang gelap sudah kembali tenang, seakan tak pernah menyeret Andi ke dalam. Namun, di permukaan, boneka kain itu masih terapung. Mulut sobeknya membentuk senyum dingin yang menusuk.“Andi…” bisikku lirih, serak. “Kenapa harus kamu…”Aku ingin menjerit, tapi tak ada suara keluar. Hanya dada yang sesak dan tubuhku yang semakin lemah. Suasana malam makin mencekam. Angin dingin berembus, membawa bau amis yang menusuk hidung. Gamelan samar terdengar lagi dari arah belakang rumah—pelog sumbang, seperti dimainkan oleh tangan-tangan yang patah.Aku berusaha berdiri, tapi lututku goyah. Dalam kepalaku, bayangan wajah Andi saat ditarik ke sumur terus terputar. Tangannya meraih, suaranya memanggil, dan aku… gagal menyelamatkannya. Rasa bersalah mencengkram dadaku, lebih berat daripada ketakutan it
Last Updated: 2025-09-11
Chapter: Malam Tumbal Pertama
Andi menatap sekeliling rumah dengan mata berbinar, seolah-olah sedang berkunjung ke museum tua, bukan ke sarang kutukan. Ia menepuk bahuku dengan tawa lepas.“Rak, gila. Rumah kakekmu keren banget! Kayak rumah di film-film horor. Pantes kamu kelihatan pucat, pasti tiap malam kebayang pocong, ya?”Aku hanya menelan ludah. Ingin sekali aku berteriak padanya untuk pergi, tapi entah kenapa lidahku kelu. Seolah rumah ini tidak mengizinkan kata “keluar” terucap dari mulutku.“Andi, dengar aku,” kataku pelan. “Kamu tidak boleh bermalam di sini. Ada sesuatu—”“Yaelah,” potongnya. “Gue udah booking penginapan di desa, kok. Tenang aja. Cuma mampir sebentar. Paling sejam dua jam.”Aku ingin lega, tapi rumah ini seakan tahu. Dari arah lorong timur, terdengar suara kriiit… kriiit… kayu yang bergeser. Jejak kaki basah muncul lagi di lantai, merayap pelan mendekat.Andi memicingkan mata. “Eh, ini apaan? Kamu sengaja bikin efek biar gue takut, ya?”Aku memegang lengannya. “Bukan aku. Itu… bukan aku.
Last Updated: 2025-08-27
Chapter: Lorong yang Tidak Pernah Sepi
Kabut belum juga hilang meski pagi sudah lama datang. Dari jendela kamar, aku hanya melihat warna abu-abu yang menutup kebun belakang. Udara di dalam rumah pengap, berbau tanah basah bercampur anyir besi. Seolah-olah rumah ini menghirup darah malam dan menghembuskannya kembali di pagi hari.Aku duduk di lantai, punggung bersandar ke ranjang. Seluruh tubuh masih lemas setelah kejadian semalam. Sosok Pak Lurah yang wajahnya berubah rata terus menghantui pikiranku. Apakah benar dia yang asli sempat datang? Ataukah sejak awal hanya jelmaan rumah ini?Aku berusaha menenangkan diri dengan membaca surat kakek sekali lagi. Tulisan tangannya, kasar dan bergetar, seperti ditulis dalam keadaan tergesa. “Jangan menjawab… jangan membuka… jangan bercermin…” Tiga larangan. Dan entah kenapa, makin aku membacanya, makin terasa seperti undangan.Aku harus keluar, pikirku. Kalau tidak, aku akan gila.Di warung kopi, beberapa warga menatapku dengan cara yang sama: cepat, waspada, lalu menunduk. Seolah-ol
Last Updated: 2025-08-27
Chapter: Tamu yang Tidak Diundang
Malam turun dengan cara yang aneh. Langit di luar seharusnya masih menyisakan cahaya jingga, tapi rumah ini menelannya lebih cepat. Jam dinding di ruang tamu masih terhenti di pukul 19.45, padahal ponselku jelas menunjukkan lewat pukul delapan. Seakan-akan, waktu di dalam rumah ini berjalan dengan aturan sendiri, dan aku hanyalah tamu yang tersesat di dalamnya.Aku sedang duduk di kursi jati tua, berusaha membaca surat kakek sekali lagi, ketika suara ketukan keras terdengar dari pintu depan. Duk! Duk! Duk! Tiga kali, cepat, mendesak.Aku merinding. Ketukan itu terdengar seperti seseorang yang panik, bukan sekadar tamu yang ingin berkunjung.Aku berdiri perlahan. “Siapa?” tanyaku dengan suara yang kupaksakan tegas.Tidak ada jawaban.Ketukan berhenti sejenak, lalu sebuah suara berat menyusul dari luar. Suara seorang pria tua, serak, tapi jelas:“Buka, Nak. Ini Pak Lurah. Ada hal penting yang harus kau tahu.”Aku tertegun. Pak Lurah. Nama itu sempat disebut Bu Murni siang tadi. Katanya,
Last Updated: 2025-08-27
Chapter: Bisikan di Balik Sumur
Senter di tanganku meredup. Aku menutup mata sejenak, dan ketika kubuka, sosok itu sudah tidak ada. Hanya masih ada jejak air di anak tangga pertama sampai ketiga, menghilang di tangga keempat seakan ditelan kayu.Aku mundur ke meja kerja, mengais tas ransel, mencari korek dan lilin kecil yang selalu kubawa. Satu percikan, sumbu menyala, dan ruangan berubah: cahaya lilin membikin bayangan bergerak lebih hidup, lebih licik. Aku meletakkan lilin di dekat amplop surat, lalu menatap lagi potret kakek. Gelap di matanya kini tampak seperti lubang yang dalam, satu lubang bagiku untuk jatuh.“Kau menulis jangan menjawab panggilan dari lorong timur,” kataku, pura-pura berani. “Kalau ada yang memanggil dari sana, apa yang terjadi kalau kujawab?”Rumah bertenang. Lalu, seolah menjawab ucapanku, dari lorong sebelah kanan—lorong timur—ada sesuatu yang menyeret pelan di lantai, seperti karung berisi pasir. Tidak keras. Tidak kasar. Nyaris lembut. Tetapi cukup untuk menggurat kulit hatiku dengan kuk
Last Updated: 2025-08-27
You may also like
WARUNG TENGAH MALAM
WARUNG TENGAH MALAM
Horor · pujangga manik
674.7K views
PERSUGIHAN
PERSUGIHAN
Horor · ANGELA HIKARU
316.0K views
Bapakku Dukun
Bapakku Dukun
Horor · Nana Shamsy
73.2K views
Kafan Hitam
Kafan Hitam
Horor · Ramdani Abdul
71.6K views
SUSUK TERATAI PUTIH
SUSUK TERATAI PUTIH
Horor · UMMA LAILA
48.3K views
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status