Chapter: 94. Jeda NyawaDering telepon terdengar beriringan dengan suara erangan kesakitan dari Nathan. Saat Damian meraih ponselnya dari saku celana, nama Nayla muncul di layar. Sebelum mengangkat tombol hijau, Damian terlebih dahulu membungkam mulut Nathan agar tidak sedikit pun mengeluarkan suara.“Halo?”“Kamu di mana?” tanya Nayla.“Tak jauh dari rumahmu. Kenapa kamu meneleponku?”“Aku perlu bicara.”“Lain kali. Jangan tunggu aku malam ini.”Hening beberapa detik. “Damian, aku—”Sambungan terputus. Dia tidak membiarkan kalimat itu selesai.Belum sempat ponselnya dia letakkan, layar kembali menyala. Kali ini nama Adrian.Damian menghela napas, tapi bukannya langsung mengangkat, dia melangkah kembali ke arah Nathan.Pria itu masih tergeletak di lantai. Tubuhnya menggeliat lemah, tak lagi punya tenaga. Dalam diam, darah masih terus merembes dari celah luka yang menganga.Damian sedikit menunduk. Begitu tatapan mereka bertemu, dia menempelkan telapak sepatunya di bahu Nathan. Tekanannya ringan, tapi cukup u
Terakhir Diperbarui: 2025-08-12
Chapter: 93. Pencabut NyawaKulit wajah Nathan sudah memucat di bawah cahaya lampu putih dingin. Matanya merah dan bengkak. Urat-urat di leher menonjol setiap kali dia berusaha menarik napas. Dilihat sekilas, pergelangan tangannya ternyata sudah lebam membiru.“Aku akan bilang sesuatu, Nathan,” ujar Damian perlahan. “Ini bukan soal balas dendam saja. Ini soal memastikan kamu tidak pernah lagi, dengan cara apa pun, menyentuh atau bahkan memikirkan Nayla. Karena setiap rencana kotor yang kamu punya tentang dia akan berakhir di sini. Di ruangan ini. Bersamaku.”Nathan menatap balik. Bibirnya sedikit terangkat ke satu sisi. Bukan senyum, melainkan sisa ejekan yang terselip di antara rasa sakit. Sorotnya menyiratkan benci yang begitu murni, seolah keberadaan Damian adalah penghinaan baginya. Tidak ada kata-kata yang lolos dari bibirnya, tapi itu cukup bagi Damian untuk menangkap pesan yang tersimpan di balik tatapan itu.Dan semua itu membuat Damian muak.“Seharusnya kamu paham kalau kamu salah memilih lawan, Nathan,
Terakhir Diperbarui: 2025-08-12
Chapter: 92. Ruang Bawah TanahRumah dengan dinding kaca super besar, bertingkat tinggi, dan cahaya lampu keemasan sudah menampakkan kemewahannya. Damian turun lebih dulu, disusul Andy yang berjalan di belakangnya sambil menyeret tubuh Nathan yang terikat. Tangga tersembunyi di ujung ruang tamu membawa mereka ke basement. Tidak gelap, tapi dingin luar biasa.Salah satu ruang yang mereka masuki, secara kasat mata, hanyalah sebuah gym pribadi. Bagi orang luar, ruang itu akan terlihat biasa. Alat olah raga lengkap dengan rak barbel, treadmill, punching bag, bangku beban, dan cermin besar menutupi dinding. Namun, di tangan Damian, benda-benda itu punya fungsi kedua yang tak pernah diiklankan dalam katalog olahraga. “Tinggalkan kami berdua,” ucap Damian kepada Andy.Nathan didudukkan pada kursi logam dengan pergelangan tangan yang diborgol ke belakang. Lampu sorot di atasnya persis tertuju ke tubuh Nathan, membuat bayangannya jatuh di lantai matras. Keringat di pelipisnya berjatuhan, meski ruangan tidak panas.Damian t
Terakhir Diperbarui: 2025-08-12
Chapter: 91. KonfrontasiNayla masih berdiri di balik pintu. Napasnya nyaris tak terdengar. Namun, entah berapa jumlah mata kedua pria itu, mereka begitu cepat menyadari kalau ada telinga lain yang menangkap pembicaraan mereka. “Nayla?” Suara Damian rendah, tapi cukup jelas.Denyut di pelipis Nayla makin terasa. Tak ada waktu untuk menimbang lagi, dan terus bersembunyi bukanlah pilihan. Tanpa sepatah kata, dia meraih gagang pintu, menariknya hingga terbuka lebar, lalu melangkah keluar.“Apa maksud kalian?” tanya Nayla datar, tapi matanya menusuk.“Na–Nayla. Ini bukan seperti yang kamu pikir.”Adrian sempat tergagap. Wajahnya pucat. Berbanding terbalik dengan Damian yang hanya menarik sudut bibir, lalu memasukkan kedua tangannya ke saku celana sambil bersandar santai pada dinding.“Lalu seperti apa?” Nayla menjawab sambil melangkah mendekat. “Kalian membicarakan kematian, baju Damian berdarah, dan sekarang kalian pura-pura tidak ada yang salah?”Damian mengayunkan kaki satu langkah. “Kamu sedang mencoba menyus
Terakhir Diperbarui: 2025-08-11
Chapter: 90. Sebuah RahasiaNayla bukan tipe yang terlalu memusingkan urusan orang lain. Bahkan, untuk hal-hal yang menyangkut Damian, dia sering memilih untuk pura-pura tidak melihat, pura-pura tidak tahu. Sebagian karena malas berurusan, sebagian lagi karena dia tahu, atau setidaknya merasa, bahwa pria itu memang menyimpan terlalu banyak rahasia.Sejak mereka masih tinggal di Milan, Damian selalu seperti itu. Dia sering muncul dengan luka yang tak pernah dijelaskan, menghilang tanpa kabar selama berminggu-minggu, bahkan bulan, lalu kembali dengan penampilan yang berbeda. Entah dengan memangkas habis rambutnya, atau sekadar mewarnainya dengan warna pirang atau kemerahan serupa pria Irlandia.Namun, kali ini berbeda. Sejak melihat noda merah di kemejanya, rasa ingin tahu itu tumbuh. Bukan pelan-pelan, tapi seperti bara yang langsung tersulut. Ada sesuatu yang membuat Nayla merasa dia perlu tahu. Bukan karena penasaran semata, melainkan karena firasat bahwa jawabannya akan terpaut dengan dirirnya.“Kamu masih men
Terakhir Diperbarui: 2025-08-11
Chapter: 89. DarahGelisah.Otak Nayla berdesir, menolak untuk tenang. Dia mencoba menukar makna warna merah itu dengan apapun yang lebih masuk akal. Tumpahan saus, kopi, atau mungkin cat. Namun, tidak. Polanya, warnanya, bahkan cara serat kain menyerapnya, Nayla bisa memastikan kalau itu memang darah.Pikiran Nayla berisik. Kemungkinan demi kemungkinan berdesakan, saling bertubrukan. Apakah darah itu milik Damian sendiri? Sepertinya bukan. Kalau miliknya, Damian pasti akan tahu. Lalu milik siapa? Apa yang baru saja Damian lalui sebelum datang ke sini? Dan kenapa? Kenapa selalu ada sesuatu yang disembunyikan di balik tatapan dan perilakunya yang selalu tenang?Nayla memalingkan wajah sepersekian detik, cukup untuk mengatur ulang ekspresinya. Saat dia kembali menatap, Damian sudah menangkap kedua manik miliknya. Tatapan pria itu tidak bertanya, tidak pula menantang. Namun, sepertinya dia mulai sadar tentang alasan Nayla melihatnya dengan cara yang berbeda.“Bukankah kamu lebih baik tidur?” ucap Damian tib
Terakhir Diperbarui: 2025-08-10
Chapter: 69. Di Balik Tirai Rumah SakitAzura memeluk dirinya sendiri. Penolakan tegas dari Darren cukup menampar dan bisa membuatnya sadar. Dia sudah terlalu gegabah.Ketakutan dan kekhawatiran yang berlebihan membuat Azura terlalu ingin cepat menemukan Gavin. Dia terkesan terlalu memaksakan diri. Sampai-sampai, dia lupa kalau dirinya mulai menjadi egois dan tidak rasional."Maaf," ucap Azura lirih. "Aku yang seharusnya minta maaf."Ada rasa sakit yang tak bisa dijelaskan ketika menyadari bahwa setiap langkah yang dia ambil mungkin akan menyeret Darren dan Laura ke jurang yang tak seharusnya. Ini salah. Ini terlalu jauh.Azura tidak ingin membuat siapa pun masuk ke dalam luka yang pada awalnya hanya miliknya sendiri.“Aku….” Suara Azura pelan, hampir tak terdengar. “Aku nggak ingin ada yang dirugikan karena aku. Termasuk kalian berdua.”“Azura—”Suara dari ponsel kembali terdengar. Darren belum menutup sambungan. Nada bicaranya masih terdengar berat, tapi juga tidak sekeras sebelumnya.“Aku bisa mengerti posisimu,” kata Da
Terakhir Diperbarui: 2025-04-17
Chapter: 68. Antara Hidup dan MatiCahaya.Begitu silau, tapi tak menghangatkan.Begitu dekat, tapi tak bisa digapai.Gavin mencoba mengangkat kelopak matanya, tapi tubuhnya tak merespons. Raganya seolah masih tertinggal di tempat yang gelap, jauh di kedalaman yang tak bernama.Lamat-lamat, dia lantas mendengar suara. Pelan. Samar. Namun, jelas menusuk ke dalam kesadarannya yang rapuh.“Tingkatkan dosisnya. Dia belum boleh sadar. Belum sekarang.”Ada desis perintah. Ada langkah-langkah yang tergesa.Suara alat medis berdenting halus, monoton, seperti detak waktu yang terus berbunyi tanpa empati.Gavin ingin bertanya. Dia ingin tahu di mana dia, kenapa dia di sini, dan siapa yang sedang berbicara. Namun, semua pertanyaan itu hanya menggema di dalam pikirannya sendiri.Satu-satunya hal yang bisa dia rasakan hanyalah dingin. Dingin yang menjalari tulang, memeluk nyawanya erat-erat. Dalam kegelapan yang kembali menelannya, satu nama lantas melintas.Azura.Nama itu muncul seperti bisikan paling jujur di tengah kekacauan. M
Terakhir Diperbarui: 2025-04-15
Chapter: 67. Kehabisan WaktuWarna senja sudah menjilat tepian cakrawala saat Laura mengulirkan jari di layar ponselnya. Dia sedang mencari sebuah nama di daftar kontak yang saat ini mungkin bisa membawanya ke jalan keluar. Rowan Stewart, kakak laki-laki Gavin.“Aku nggak tahu dia masih pakai nomor ini atau nggak,” gumam Laura pelan, nyaris seperti minta izin untuk merasa gugup.David mengangguk. “Coba saja. Kita nggak punya banyak pilihan.”Azura tak ikut berkomentar. Namun, tatapan penuh harap darinya sudah cukup untuk memberikan Laura dukungan, atau bisa disebut juga dengan permohonan. Sungguh, wajahnya senada dengan langit mendung yang hanya sedikit disiram dengan rona jingga yang murung."Semoga tersambung," ucap Laura kemudian.Setelah mengembuskan napas panjang, Laura menekan tombol hijau. Tak lupa, dia juga membiarkan telepon berada pada mode loud speaker. Hanya butuh jeda satu detik hingga suara nada sambung berhasil mempercepat laju detak jantung.Sekali.Dua kali.Tiga kali.Lalu terdengar jawaban lela
Terakhir Diperbarui: 2025-04-15
Chapter: 66. Keluarga GavinAzura tak ingat kapan terakhir kali dirinya merasa begitu lelah. Bukan sekadar kelelahan fisik, tapi sesuatu yang lebih dalam. Seperti tersesat di tempat yang seharusnya familiar, mencari seseorang yang seharusnya mudah ditemukan, tapi semakin dikejar, semakin jauh bayangannya.Tentu ada seberkas rasa ingin menyerah. Hari-hari yang selama ini Azura lewati bukanlah masa yang mudah. Untungnya, Azura masih menemukan satu nama yang mungkin bisa membantunya bangun dari kubangan lumpur.Laura datang. Langkahnya mantap dan cepat. Mantel panjangnya berkibar tertiup angin, menampakkan tubuh yang tampak lebih berisi. Di sebelahnya, David berjalan lebih pelan sambil mendorong stroller bayi."Azura." Suara Laura pelan, nyaris tenggelam dalam kebisuan.Sejenak, mereka hanya berdiri berhadapan. Dua orang yang dulu saling terikat dalam simpul yang rumit, kini kembali bertemu dalam keadaan yang sama sekali berbeda."Kamu baik-baik saja?" tanya Laura. Dia sadar kalau itu adalah pertanyaan bodoh yang t
Terakhir Diperbarui: 2025-03-26
Chapter: 65. Telepon Laura"Azura? Itu kamu, 'kan?"Tidak ada sapaan terburu-buru. Nada suara Laura memang terdengar terkejut. Mungkin dia tidak menyangka kalau Azura tiba-tiba menghubunginya. Namun, kalimat kedua darinya sudah meluncur dengan lebih tenang."Ra? Are you there?""Iya, ini aku," timpal Azura. "Hai, Laura."Azura menutup mata sejenak, meresapi kenyataan bahwa akhirnya mereka berbicara lagi setelah sekian lama tidak ada kontak. Ada perasaan aneh di dadanya. Bukan hanya canggung, tapi juga sedikit rindu.Laura pernah menjadi cahaya di tengah kegelapan yang hampir menelan Azura. Sebagai seorang pengacara, Laura tidak hanya menyelamatkan hidupnya dalam arti hukum, tapi juga dalam makna yang lebih dalam. Wanita itu pernah berhasil membebaskan Azura dari jerat yang hampir membunuh dirinya. Azura mengingat hari itu dengan jelas, bagaimana Laura berdiri di depan, berani melawan badai yang nyaris meruntuhkan.Hubungan mereka pun tidak sesederhana itu. Selain interaksi profesional antara klien dan pengacara
Terakhir Diperbarui: 2025-03-19
Chapter: 64. Menyusuri Setiap Sudut BarntonAzura masih diam pada pijak yang sama.Ada sesuatu.Bahu dan tengkuknya menegang. Bukan karena lelah, tapi lebih seperti ada sesuatu yang menariknya. Kepalanya seolah dipaksa untuk tetap menoleh ke lantai dua.Sejak beberapa detik yang lalu, ruangan itu sudah gelap. Cahaya dari luar hanya menyisakan kilasan samar di balik kaca besar. Semua kosong. Tak ada siapa pun.Namun, … tunggu dulu. Masih ada seseorang di atas sana.Azura menajamkan pandangan, tapi gelap di sana terlalu pekat. Sosok lelaki itu terbungkus dalam siluet yang buram. Namun, meski samar, Azura tetap bisa mengenalinya. Cara lelaki itu berdiri, garis bahunya yang kokoh, kemiringan kepalanya, dan satu tangannya yang diselipkan ke dalam saku, semua terasa begitu akrab."Gavin?" Azura berbisik pada dirinya sendiri.Udara yang semula bisa Azura hirup dengan bebas, kini berubah jadi beban yang menghimpit. Sebelum dia bisa mencari kepastian, sebelum otaknya mampu memproses lebih jauh, sosok itu lantas bergerak. Tak sampai tiga
Terakhir Diperbarui: 2025-03-17