author-banner
Bentoo Sicikal
Author

Novels by Bentoo Sicikal

Sebelum Cinta Itu Hilang

Sebelum Cinta Itu Hilang

Nadine percaya rumah adalah tempat untuk pulang. Tapi ketika suaminya, Raka, semakin sering membawa pulang lelah—bukan cinta—dan nama perempuan lain mulai muncul di sela-sela telepon, Nadine mulai mempertanyakan segalanya. Tania, rekan kerja Raka, hadir tanpa banyak suara. Ia tahu celah itu sudah ada. Ia hanya tinggal masuk. Di tengah keretakan itu, Adrian—teman lama sekaligus sahabat Raka—muncul sebagai sosok yang mengerti. Tapi Nadine tahu: perasaan yang datang di tengah luka, bisa jadi jebakan yang lebih halus. "Rumah Tanpa Pulang" adalah kisah tentang cinta yang tak lagi kembali, kebisuan yang menyakitkan, dan langkah paling berat: memilih diri sendiri saat cinta tak lagi tinggal.
Read
Chapter: Bab 12 - Adrian Yang Menawarkan Bahu
Pagi yang begitu panjang akhirnya berganti siang. Nadine masih duduk di kursi rotan di teras rumah ibunya, tempat ia tadi membaca surat pengakuan yang membuat jantungnya seperti diremas. Di atas meja kecil, lembaran kertas itu terlipat rapi, seakan sudah menjadi bagian dari perabot rumah yang tak bisa ia singkirkan begitu saja. Ia menatapnya lama, tak tahu apakah lebih baik membuang atau menyimpannya.Tapi hari itu, ia terlalu letih untuk mengambil keputusan. Jadi ia hanya duduk, membiarkan waktu menetes tanpa upaya apa pun untuk menghentikannya. Angin siang bergerak pelan di sela dedaunan. Burung gereja hinggap di pagar, berkicau seakan dunia tak peduli pada luka-luka manusia.Ketika akhirnya ia berdiri dan masuk kembali ke kamar tamu yang sekarang menjadi tempatnya pulang, kepalanya berat. Ia melepas karet rambut, membiarkan helaian panjang itu jatuh berantakan di bahu. Ada denyut perih di pelipis, rasa lelah yang tak hanya datang dari kurang tidur tapi juga dari pikiran yang tak be
Last Updated: 2025-07-15
Chapter: Bab 11 - Surat Pengakuan
Kesunyian pagi itu menenangkan dengan caranya sendiri. Setelah malam yang panjang dan sesak oleh segala percakapan yang tak pernah tuntas di kepalanya, Nadine terbangun tanpa mimpi. Rasanya seperti kosong, tapi bukan kosong yang mematikan. Lebih seperti ruang baru yang masih asing, menunggu diisi sesuatu yang lebih jujur dari kebohongan yang dulu menyesakkan napasnya.Ia duduk lama di tepi ranjang, mendengar detak jam di dinding seakan mengingatkannya bahwa waktu tak menunggu siapa pun. Bahkan bila hidupmu berantakan, pagi tetap akan datang, lampu-lampu tetap padam, suara ayam dari halaman rumah sebelah tetap terdengar. Semua berjalan, entah kau siap atau tidak.Langkah kakinya terasa berat saat menuju pintu depan. Matahari baru saja naik, menebar cahaya lembut di teras rumah ibunya. Nadine membuka pintu, berniat sekadar menarik napas segar, mencoba memulai hari dengan sedikit keberanian. Tapi matanya langsung menangkap sesuatu di atas keset. Sebuah amplop putih, bersih, tak bergeming
Last Updated: 2025-07-15
Chapter: Bab 10 - Titik Balik Pertama
Kesunyian yang tertinggal di dalam rumah itu berbeda dari yang biasa Nadine rasakan. Ada ruang kecil di dadanya yang tidak lagi penuh amarah, meski belum juga diisi ketenangan. Barangkali itu yang disebut orang-orang sebagai awal dari pemulihan—ruang kosong yang pelan-pelan siap dihuni keberanian. Malam berlalu tanpa mimpi, hanya kelelahan yang mendekapnya hingga pagi.Saat sinar matahari merayap di lantai ubin, Nadine terbangun dengan jantung yang masih berdebar. Di dalam kepalanya, suara-suara masa lalu masih sering berbisik—Tania yang menelpon dengan nada lembut penuh kemenangan, Raka yang memohon maaf, bayang-bayang malam saat ia mengepak koper sambil menahan tangis. Tetapi pagi ini, sesuatu di dalam dirinya mendesak untuk tidak hanya diam. Ada sisa harga diri yang enggan mati.Ia menarik selimut, duduk di pinggir ranjang sempit kamar tamu. Pandangannya jatuh pada meja kecil di sudut, tempat laptop lama tergeletak berdebu. Sudah berapa lama sejak terakhir kali ia menyalakannya? Mu
Last Updated: 2025-07-08
Chapter: Bab 9 - Tekad Yang Tumbuh
Tangannya masih gemetar saat menyeka pipi yang basah, memeluk Lio lebih erat. Anak itu hanya diam, wajahnya tertunduk di bahu Nadine, tubuh mungilnya hangat meski dunia di sekitar mereka terasa dingin dan remuk. Di ruang tamu yang hening, waktu berjalan pelan seperti ragu hendak bergerak maju.Tapi Nadine tahu: ia tak bisa terus seperti ini. Tangis, marah, dan rasa terhina bisa membuatnya hancur. Tapi jika ia diam saja, ia akan tenggelam di dalamnya.Malam itu, Nadine tidur dengan mata terbuka di ranjang kecil kamar tamu. Suara pesan suara Tania masih bergema di kepalanya, berulang-ulang, seperti lagu pahit yang tak mau berhenti. Bukan hanya kata-katanya yang menyakitkan, tapi nada suaranya. Lembut. Tenang. Penuh rasa menang."Aku minta maaf kau harus tahu begini. Tapi Raka lebih mencintaiku."Begitu mudah, begitu ringan ia mengatakannya. Seakan cinta bisa dicuri, seakan hati seseorang adalah milik umum yang bisa dimiliki siapa pun yang cukup berani merampasnya. Dan yang lebih menyaki
Last Updated: 2025-07-08
Chapter: Bab 8 - Percikan Dendam
Malam yang panjang itu meninggalkan sisa kelelahan di seluruh tubuh Nadine. Pagi datang tanpa belas kasihan, menyingkap segala yang semalam hanya bisa ia sembunyikan dalam gelap. Ketika sinar matahari menembus tirai tipis, Nadine terbaring di ranjang kecil kamar tamu, menatap plafon yang bercak catnya menguning. Ia merasa seakan baru saja melewati berhari-hari di dalam satu malam saja.Beberapa saat ia hanya diam, membiarkan napasnya berhembus panjang, mencoba memastikan ia belum sepenuhnya hancur. Lalu pelan-pelan ia bangkit. Di ujung tempat tidur, buku jurnal terbuka menunggunya. Sampul cokelat yang usang seakan menjadi satu-satunya tempat di mana ia masih bisa mengaku pada dirinya sendiri sejujurnya.Ia duduk bersila, meraih pena, dan mulai menulis kalimat-kalimat yang tak sempat keluar dari bibirnya semalam. Tangannya bergerak cepat, tinta hitam meninggalkan jejak marah, sedih, dan penghinaan yang bercampur menjadi satu. Halaman demi halaman penuh coretan yang goyah. Jemarinya gem
Last Updated: 2025-07-08
Chapter: Bab 7 - Adrian Yang Hadir
Langit belum sepenuhnya gelap saat Nadine mendengar suara mobil berhenti di depan pagar. Ia sedang duduk di ruang tamu, mengenakan kaus longgar dan celana rumah, kakinya terlipat di atas sofa. Rambutnya diikat asal, wajahnya tanpa riasan, hanya sisa lelah yang melekat di mata dan kulit yang belum sempat disentuh pelembap sejak pagi. Ia terlalu letih untuk peduli siapa yang datang, terlalu penuh oleh keheningan yang menggema seperti gema di dalam kepalanya.Langkah-langkah pelan mendekat ke pintu. Sri Ningsih yang sedang menyiram tanaman di belakang rumah berjalan tergesa ke depan dan membukanya. Nadine tak langsung bangkit. Tapi begitu sosok di ambang pintu muncul, tubuhnya menegang tanpa sadar.Adrian.Ia berdiri dengan raut lelah, jasnya masih rapi, dasi dilonggarkan, rambutnya sedikit acak seperti baru saja melewati hari panjang yang buruk. Tapi matanya menatap Nadine seperti seseorang yang baru menemukan kembali sesuatu yang hilang.“Boleh aku masuk?” tanyanya pelan.Nadine tidak
Last Updated: 2025-07-01
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status