Luka Istriku karena Cinta

Luka Istriku karena Cinta

Oleh:  NH. Soetardjo  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
18 Peringkat
110Bab
18.3KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Haruskah aku pergi karena luka yang tersebab oleh cinta? Bagaimana kalau aku memilih bertahan? Widia terkejut saat mendapati bubur bayi di dapur rumah mertuanya. Ia merasa aneh karena tak ada yang mempunyai anak kecil di rumah itu. Ibu mertuanya hanya tinggal bersama Laras, anak bungsu yang masih kuliah dan belum menikah. Keanehan berikutnya ia temukan berkali-kali. Anehnya, sang suami seolah berusaha menutupi semua keanehan yang terjadi hingga menimbulkan kecurigaan dalam benak Widia. Perempuan itu bertekad untuk mencari benang merah dari semua kejadian yang ia temui. Akankah ia berhasil?

Lihat lebih banyak
Luka Istriku karena Cinta Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
default avatar
Mamah Cantikaputri
udah terbit belum yah buku y kak......
2023-10-24 00:32:05
0
user avatar
Parumaen Ni Bouk
sangat bagus
2023-10-18 08:45:17
0
user avatar
galaxy official
udah tamat kah ini thor???
2023-05-21 05:28:26
3
user avatar
Fida Yaumil Fitri
suka sekali dengan ceritanya Thor
2022-10-11 02:23:06
0
user avatar
cut ika
Keren Thor ceritanya. Bayi siapa ya? penasaran......
2022-10-10 22:20:52
0
user avatar
HannaH Ell3
......... suka, Kak. semangat terus menulisnya
2022-10-10 09:42:34
0
user avatar
D Lista
menarik untuk dibaca nih, yuk cuz.
2022-10-09 19:44:08
0
user avatar
ER_IN
Rekomendasi cerita yang bagus ...
2022-10-09 19:07:22
0
user avatar
Anquin Dienna
recomended
2022-10-09 18:36:15
0
user avatar
Anquin Dienna
recomended buat dibaca
2022-10-09 18:35:55
0
user avatar
Mumtaza wafa
semangat kak
2022-10-09 18:27:19
0
user avatar
ET. Widyastuti
Ceritanya recommended. Seru.
2022-10-08 19:49:36
0
user avatar
Asda Witah busrin
next, Thor, semangat Up
2022-10-08 17:04:01
0
user avatar
Ais Aisih
Mantap Thor semoga karyanya barokah dan manfaat ... .........
2022-10-08 16:44:09
0
user avatar
Kim Yeon Ra
ceritanya keren
2022-10-06 15:06:10
0
  • 1
  • 2
110 Bab
Bubur Bayi di Dapur Mertua
"Bu, ini bubur bayi siapa?" tanyaku pada ibu mertua saat melihat ada semangkuk bubur bayi di meja dapur. Tak ada bayi di rumah ini. Ibu hanya tinggal bersama Laras, anak bungsunya. Adik suamiku itu masih kuliah dan belum menikah. Saat ini ia sedang melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Kebumen. Jadi, bubur bayi milik siapakah itu?"Eh, i-itu ... ta-tadi si Fina tetangga sebelah main di sini sambil nyuapin bayinya. Ketinggalan malah pas pulang."Aku mengangguk, tapi merasa heran melihat ibu mertua yang menjawab dengan gugup. Rasa heranku bertambah saat Ibu menyebut bubur bayi itu milik Fina, tetangganya. Setahuku perempuan itu sejak dulu hampir tak pernah bertandang ke rumah ini. Selain karena pribadinya yang kurang senang bergaul, rumah Fina juga agak jauh dari sini."Kamu nginep di sini, Wid?""Pasti, Bu. Aku nggak tega kalau Ibu sendirian pas lagi sakit kayak gini. Laras masih lama di Kebumen, 'kan?""Masih dua hari lagi dia KKN di sana.""Nah, sekarang mumpung aku lagi di sini, Ibu m
Baca selengkapnya
Nitip Lagi
"Mungkin memang punya Fina juga," ujar Mas Zaki saat aku menyampaikan padanya tentang hal-hal aneh di rumah Ibu.Aku baru menceritakannya pagi ini setelah salat subuh. Semalam tak sempat karena sudah tidur saat Mas Zaki pulang. "Kayaknya ada sesuatu yang disembunyikan sama Ibu, Mas. Beliau terlihat gugup saat kutanya.""Jangan sembarangan kamu, Wid," tukas Mas Zaki dengan nada tinggi. "Beliau ibuku. Masa iya kamu curiga ke mertua sendiri."Aku terdiam, sementara Mas Zaki menatapku dengan pandangan menusuk."Lebih baik sekarang kamu bantu Ibu bikin sarapan. Jangan sampai keduluan beliau buat turun ke dapur."Tanpa bicara lagi, aku segera melangkah keluar kamar. Sampai di dapur, bergegas aku hendak menghangatkan soto. Saat membuka tutup panci, aku tertegun melihat isinya yang sudah raib. Padahal semalam masih banyak di sana. Sementara sebelum tidur aku sudah memisahkan untuk Ibu dan Mas Zaki masing-masing satu mangkok. Mungkinkah mereka yang menghabiskannya? Rasanya mustahil keduanya s
Baca selengkapnya
Baju Bayi
Apa? Nitip bubur bayi sehat lagi? Jadi, kecurigaanku sepertinya benar. Bubur bayi yang ada di dapur Ibu memang bukan ketinggalan. Kalau begitu, bisa jadi bubur itu juga bukan milik Fina. "Widia!" seru Mas Zaki dari dalam, tepat saat tanganku hendak meraih handle pintu. "Udah, biar Ibu aja. Itu Zaki manggil kamu." Tiba-tiba saja Ibu sudah ada di dekatku. Tergopoh-gopoh ia membuka pintu dan setengah mendorong tubuhku agar segera masuk ke dalam. Masih sempat kulihat Ibu mengedipkan sebelah matanya pada perempuan di depan pintu, yang ternyata adalah Mbak Rinda. Ia tetangga di sebelah rumah ini. Aku melangkah masuk sambil kepala menoleh ke belakang beberapa kali. Memperhatikan Ibu yang merengkuh bahu Mbak Rinda dan melangkah menjauh dari rumah. Aneh. Melihat pertanyaan Mbak Rinda tadi, sepertinya Ibu memang pernah membeli bubur bayi sehat. Namun, untuk siapa bubur itu jika tak ada anak kecil di rumah ini? Atau memang ada bayi di sini? Kalau benar, anak siapa dan di mana sekarang?"Sayan
Baca selengkapnya
Bertemu
Wajah keduanya tiba-tiba pucat. Mata mereka membulat saat menatap apa yang kugenggam. Masihkah mereka berdalih sekarang?Ibu seketika bangkit dari duduknya dan mendekatiku. Mengambil pakaian bayi itu, lalu sejenak ia mengamati. "Oo, ini kemarin baju anaknya Fina pas main di sini. Karena kotor pas disuapi, jadi diganti. Ketinggalan di kursi."Duh, mertuaku ini. Masa semua barang Fina ketinggalan? Haruskah aku percaya, sementara bahasa tubuh Ibu begitu mencurigakan?"Kalau punya Fina, kenapa ditaruh ke keranjang kotor, Bu?""Ya, Ibu pikir biar sekalian aja dicuci. Nanti kalau Fina main ke sini lagi udah bersih, jadi bawa pulangnya enak."Aku hanya mengangguk ragu. Mas Zaki yang sejak tadi hanya memandang ke arah kami berdua, kini mulai angkat bicara. "Udah, Wid. Lekas diselesaikan aja nyucinya. Nanti kita kesiangan ke pasarnya.""Iya, Mas."Dengan pikiran yang dipenuhi pertanyaan, aku beranjak ke belakang. Melanjutkan aktivitas mencuci pakaian sambil memikirkan semua keanehan yang ada
Baca selengkapnya
Bukti Foto
"Hah? Serius, Fin?""Buat apa aku bohong, Wid. Lagipula aku memang nggak akrab sama keluarga suamimu. Kamu juga tahu itu, 'kan? Jadi, mana mungkin aku main sampai nyuapin dan gantiin baju anakku segala di sana?""Iya juga, ya? Kalau gitu Ibu mertuaku bohong, tapi kenapa?"Fina menarik napas perlahan. Sejenak wanita berambut panjang itu mengedarkan pandang ke sekeliling pasar yang mulai ramai pengunjung."Kayaknya memang mencurigakan. Kamu harus cari tahu, Wid.""Cari tahu tentang apa?" ujar Mas Zaki yang tiba-tiba muncul dan mengejutkan kami berdua. Tubuhku kaku, tak tahu harus berkata apa, sementara Fina menoleh ke arah Mas Zaki dan memberi senyum yang terlihat dipaksakan."Eh, i-ini, Mas. Saya cuma bilang ke Widia agar dia mencari tahu tentang terapi supaya cepat hamil. Nggak apa 'kan, Mas?""Oh, nggak apa. Kami permisi mau melanjutkan belanja dulu, ya.""Baik, Mas. Take care ya, Wid?" ujar Fina dengan kikuk. Wajahnya masih terlihat merah, mungkin saat ini aku pun sama. Semoga Mas
Baca selengkapnya
Malam Pertama
Setahun lalu."Saya terima nikahnya Widia Afridia Sukma binti Rahadian dengan mas kawin perhiasan emas dua puluh lima gram dibayar tunai.""Sah!" "Alhamdulillah. Allahu Akbar!" ucap Ayah bersama semua yang hadir. Aku langsung sujud di kamar pengantin, sebagai tanda syukur telah sah menjadi istri dari Zaki Indra Rahmadian. Selang beberapa menit kemudian, Ayah masuk membawa buku nikah."Tanda tangani ini dulu, Nak." Ayah menyerahkan buku nikah dengan tangan yang gemetar. Ada kristal di dua matanya yang susah payah ia tahan. Aku meraih buku itu dan menandatanganinya. Mas Zaki yang ikut masuk dan berdiri di belakang Ayah, kini melangkah mendekat. Ia juga memegang buku nikah yang sepertinya sudah ditandatangani.Lelaki itu kemudian memberikan punggung tangannya untuk kukecup. Kulit kami sama-sama terasa dingin. Untuk sesaat masih terpaku saat ia melepaskan tangannya dan menggapai kepalaku lalu mengucapkan sebaris doa. Ada getar di dada saat ia kemudian mencium keningku. Tak lama. "Teri
Baca selengkapnya
Siapa Dia
Ia terkejut dan langsung menurunkan tangannya yang memegang ponsel, lalu berbalik."Wid? Sejak kapan kamu bangun?" Aku diam sambil merapikan rambut yang berantakan. Mas Zaki mendekat lalu duduk di sampingku. Aroma khasnya yang menenangkan langsung menyergap hidungku."Kenapa? Mimpi buruk?"Aku menggeleng. "Kemarilah."Ia merengkuh tubuhku dan membawa ke pelukannya. Mengusap rambutku berulang kali. Gerakannya yang lembut, dan detak jantungnya yang teratur ternyata menyalurkan rasa hangat dan nyaman ke seluruh tubuhku. Hingga rasa kantuk itu kembali datang.Sesaat sebelum mataku benar-benar terpejam, ia berkata lirih."Aku berharap bisa membahagiakanmu, Wid. Suatu hari, jika aku menyakitimu, pergilah. Namun, aku tak akan pernah pergi, seberapa besar pun sakit yang akan kau berikan."Suaranya terdengar sangat jauh, kemudian hilang saat aku benar-benar terlelap. ***Aku tak pernah bertanya dengan siapa ia bertelepon malam itu. Juga tentang ucapan Mas Zaki yang menjadi pengantar tidurku
Baca selengkapnya
Menguntit
Aku membuka galeri di ponsel. Sengaja chat dengan Fina sudah kuhapus setelah menyimpan nomor permpuan itu dalam kontak handphone. Foto yang dikirimkannya masih tersimpan, dan kini kutunjukkan pada Mas Zaki. "Ini," ujarku menunjukkan foto itu. "Mas kenal dia?"Mas Zaki mengambil ponselku. Ia memperbesar tampilan foto yang terpampang di layar dengan mimik wajah terlihat natural. Tak kulihat ekspresi yang dibuat-buat. Sedetik berikutnya Mas Zaki menggeleng. "Aku nggak kenal. Mungkin temannya Laras.""Mas beneran nggak kenal?""Nggak, Sayang. Buat apa aku bohong?"Mata itu, bicara jujur. Tak kutemukan dusta di kedalamannya. Memangnya apa yang aku harapkan? Bahwa Mas Zaki mengenal dan bahkan punya hubungan dengan perempuan itu? Tidak. Aku tak akan pernah sanggup mendengarnya. Kurasakan lengan kekar Mas Zaki merengkuh bahuku, membawanya ke dalam dekapan. "Kenapa? Kamu curiga sama aku? Karena kamu nemu bubur bayi dan segala macamnya di rumah Ibu?"Aku tak menjawab. Ada yang perlahan mend
Baca selengkapnya
Ada yang Lain
Di tengah pikiran yang resah, aku kembali mengirim pesan. "Aku izin ke ke salon, ya."Sejak awal menikah, aku selalu izin padanya saat hendak keluar rumah. Biasanya aku akan menunggu hingga mendapat jawaban. Kali ini tidak. Karena tak yakin ia akan cepat membaca pesan itu, aku langsung pergi setelah bersiap. Sebelum memesan taksi online, aku menelepon Seva. Sahabatku sejak di bangku kuliah itu memiliki tempat perawatan kecantikan yang cabangnya sudah tersebar di banyak tempat. Di Jakarta bahkan ia sudah membuka enam cabang. Seva langsung menjawab di dering pertama. Suaranya terdengar renyah seperti biasa. Wanita itu tak berubah."Hai, cantik. Udah lama nggak muncul. Gue lagi di Cilandak, nih.""Oke, aku ke sana sekarang, ya.""Serius? Perawatan atau mau ketemu gue doang?"Aku tertawa."Sekalian, lah. Kalau mau perawatan doang, mending aku ke tempat kamu yang di Bintaro. Lebih deket dari rumah."Seva yang tertawa kali ini."Oke. Gue tunggu, Widia Sayang."Bergegas aku membuka aplik
Baca selengkapnya
Wanita yang Berbeda
Setelah keduanya menghilang di balik pintu, aku menyeberang jalan dan mulai memasuki pelataran parkir samping bakery. Sengaja kupilih sisi yang lain agar tak langsung terlihat oleh Mas Zaki. Masuk dari bagian samping yang difungsikan sebagai coffee shop, membuatku lebih mudah mengawasi bagian dalam bangunan itu.Tak banyak pengunjung di sana, sehingga hanya sebagian meja yang terisi. Aku mengedarkan pandang sejenak, mencari sosok Mas Zaki dan perempuan yang dibimbingnya masuk ke tempat ini. Tepat saat mataku mencapai sisi kiri bakery, dua orang itu terlihat duduk di salah satu meja yang nyaris menempel dengan jendela. Aku segera mengambil posisi duduk yang agak tersembunyi dari mereka. Saat ini Mas Zaki sedang berbicara serius dengan perempuan di depannya. Keduanya tampak tegang. Mereka seperti dua peserta debat terbuka yang saling ngotot mempertahankan argumen masing-masing. Bedanya, Mas Zaki dan perempuan itu menahan volume suara mereka, sehingga tidak semua pengunjung di tempat i
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status