Chapter: Bab 6Ketika Riana melangkah keluar dari kafe, ponselnya bergetar. Ia melihat layar, dan ada pesan dari Dina: "Bagaimana tadi? Kamu baik-baik saja?"Riana menghela napas panjang sebelum menjawab, "Sudah selesai. Aku rasa ini benar-benar berakhir."Tidak butuh waktu lama sebelum Dina membalas, "Akhirnya. Kamu sudah terlalu lama terseret dalam masalah ini. Mau aku jemput?""Tidak perlu, aku butuh waktu sendiri," balas Riana, memasukkan ponselnya ke dalam tas. Namun langkahnya belum sempat jauh ketika pintu kafe di belakangnya terbuka dengan keras."Riana, tunggu!" Arman keluar, setengah berlari. Riana menoleh, menatapnya tanpa emosi. "Apa lagi, Arman?""Aku nggak bisa biarin kita berakhir seperti ini." Arman mendekat, matanya terlihat penuh putus asa. "Beri aku kesempatan. Aku akan berubah. Demi kita.""Kamu sudah bilang itu berkali-kali," jawab Riana, suaranya tetap tenang. "Tapi tidak ada yang berubah.""Tapi kali ini aku serius, Riana!" Arman menyentuh lengan Riana, memohon. "Aku rela me
Last Updated: 2024-09-21
Chapter: Bab 5: Hari-hari berlalu dengan cepat, namun waktu seolah berjalan lambat di hati Riana. Meski ia telah memulai langkah-langkah kecil untuk membangun hidupnya kembali, bayangan masa lalu terus membayangi pikirannya. Setiap kali ia mencoba melangkah maju, selalu ada sesuatu yang menariknya kembali—entah itu pesan dari Arman yang tak kunjung berhenti, atau kenangan-kenangan yang masih melekat erat di setiap sudut rumah. Riana menghabiskan sebagian besar waktunya di galeri kecil tempat ia bekerja sebagai asisten kurator. Pekerjaan itu memberikan rasa tenang yang tak bisa ia temukan di tempat lain. Dikelilingi oleh karya seni, ia merasa bahwa ia mulai menemukan dirinya kembali, seperti cat yang perlahan melapisi kanvas kosong, menciptakan gambar baru dari reruntuhan masa lalu. Namun, di balik semua itu, ada perasaan yang tak bisa ia singkirkan—apakah ia benar-benar bisa melupakan semuanya? Apakah ia mampu mengampuni Arman, atau apakah dendam masih berkecamuk di dalam hatinya? Suatu sore, keti
Last Updated: 2024-08-20
Chapter: Bab 4: Dua minggu telah berlalu sejak Riana meninggalkan Arman di kafe itu. Sejak hari itu, hidupnya terasa seperti berjalan di atas kepingan kaca—setiap langkah yang diambilnya terasa menyakitkan, namun setiap pecahan kecil yang terinjak memaksanya untuk terus maju, perlahan-lahan menyatukan potongan-potongan dirinya yang hancur. Rumah yang dulu penuh dengan kenangan manis kini terasa hampa. Setiap sudutnya mengingatkan Riana pada cinta yang pernah ada, namun kini hanya ada bayangan masa lalu yang terus menghantui. Foto pernikahan mereka yang masih tergantung di dinding terasa seperti ejekan, pengingat akan janji-janji yang tak pernah ditepati. Riana memutuskan untuk tidak tinggal diam. Selama bertahun-tahun, ia mengorbankan banyak hal demi pernikahannya. Cintanya pada Arman membuatnya lupa akan dirinya sendiri. Namun, sekarang segalanya telah berubah. Kali ini, Riana memilih untuk merawat luka-lukanya sendiri, tanpa lagi berharap pada orang lain untuk menyembuhkannya. Sore itu, ketika
Last Updated: 2024-08-20
Chapter: Bab 3:Hari itu hujan turun lagi, seperti langit turut berduka atas apa yang terjadi dalam kehidupan Riana. Ia menatap jendela, menyaksikan butir-butir air yang jatuh dengan cepat, memantul di permukaan kaca. Hatinya bergemuruh, penuh dengan emosi yang bercampur aduk—marah, sedih, dan yang paling menyakitkan, pengkhianatan. Hujan seperti mengiringi langkah-langkahnya, seakan alam paham betul bahwa badai besar sedang menanti di depan. Sore itu, Dina duduk di seberang Riana di sebuah kafe kecil di tengah kota. Dina menatap sahabatnya dengan penuh perhatian, mencoba membaca ekspresi Riana yang dari tadi hanya diam, menundukkan kepala sambil menatap cangkir kopi di tangannya. Dina tahu bahwa dalam diri Riana, ada ribuan pertanyaan yang ingin keluar, tetapi tertahan oleh ketakutan dan rasa sakit yang terus menggerogotinya. "Jadi, apa rencanamu sekarang?" Dina akhirnya memecah kesunyian, suaranya pelan tapi penuh pengertian. Riana mengangkat kepalanya, menatap sahabatnya dengan mata yang masi
Last Updated: 2024-08-20
Chapter: Bab 2:Pagi menjelang tanpa Arman di sisi Riana. Suara jam dinding berdetak dengan ritme lambat, seolah mengingatkan Riana akan kesunyian yang semakin menyesakkan hatinya. Ia terbangun dengan kepala yang terasa berat, matanya sembab karena tangisan yang tak kunjung berhenti semalam. Kepastian yang ia minta, akhirnya ia dapatkan. Namun, bukannya jawaban yang menenangkan, kepastian itu menghancurkan segala harapan yang pernah ia miliki tentang cinta mereka. Arman tidak secara eksplisit mengatakan bahwa ia berselingkuh, tetapi kehadiran wanita lain yang menjadi tempat curhatnya sudah cukup untuk membunuh setiap sisa kepercayaan dalam hati Riana. Riana menatap dirinya di cermin kamar mandi. Wajah yang dulu penuh dengan harapan dan cinta kini berubah. Matanya redup, seperti nyala lilin yang nyaris padam. Ia bertanya-tanya, bagaimana semua bisa berubah secepat ini? Di mana pria yang dulu mencintainya dengan sepenuh hati? Hari itu, Riana memutuskan untuk tidak berdiam diri lagi. Ia tidak bisa
Last Updated: 2024-08-20
Chapter: Bab 1:Malam itu, hujan turun deras membasahi jendela kamar, seakan menggambarkan suasana hati Riana yang kelabu. Di luar, kilat sesekali menyambar, menerangi langit yang gelap, tapi di dalam kamar, hanya ada kesunyian yang terasa mencekam. Arman belum pulang, lagi. Riana menatap jam dinding, jarum-jarumnya bergerak lambat, seolah mengejeknya dengan waktu yang tak kunjung memberi jawaban. Di meja makan, piring-piring yang tertata rapi kini sudah dingin. Makan malam yang disiapkannya dengan penuh cinta tadi sore kini tampak seperti hiasan tak berarti. Riana menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan hatinya yang gelisah. Tapi pikiran-pikirannya terus berputar, menebak-nebak alasan mengapa Arman semakin sering pulang larut. "Ini hanya pekerjaan," bisiknya pada diri sendiri, mencoba meyakinkan dirinya. "Arman sibuk dengan proyek baru. Itu saja." Tapi bayangan pesan singkat yang tak sengaja ia temukan di ponsel Arman beberapa hari lalu terus menghantuinya. Pesan singkat itu hanya berbun
Last Updated: 2024-08-20
Chapter: Bab 9Aksa tetap terpaku, matanya menyiratkan keterkejutan yang sulit disembunyikan. Elena yang biasanya tunduk dan patuh kini berdiri di depannya dengan gunting di tangan, mata bersinar penuh dengan tekad dan kemarahan. Seolah-olah seluruh dunia mereka terhenti, hanya menyisakan ketegangan yang menggantung di udara.Vania, yang semula tampak menikmati situasi ini, kini mulai merasa ada sesuatu yang berubah. Dia melangkah mundur perlahan, mulai memahami bahwa situasinya sudah tidak bisa dikendalikan lagi. Aksa yang biasanya mendominasi kini justru kehilangan kontrol, dan itu membuatnya merasa terancam.“Elena, jangan lakukan sesuatu yang bodoh,” Aksa berkata dengan suara serak, mencoba mengambil kembali kendali. Namun, suaranya tidak lagi sekuat sebelumnya. Ada keraguan di sana, dan Elena bisa merasakannya.“Kau yang bodoh, Aksa. Kau pikir aku akan terus membiarkan diriku diperlakukan seperti ini?” Elena membalas, menggertakkan giginya. Tangan yang memegang gunting bergetar, tapi bukan kare
Last Updated: 2024-08-09
Chapter: Bab 8Aksa terdiam, wajahnya memerah karena amarah yang membuncah, tapi ada kilatan keraguan di matanya. Sebelum ia bisa merespons, Vania muncul di ambang pintu dapur, wajahnya cemas. “Sayang, sudahlah. Kita bisa bicarakan masalah ini baik-baik,” katanya dengan suara yang dilembut-lembutkan, membuat Elena jijik melihatnya. Elena dengan napas masih memburu, memandang Vania dengan tatapan dingin. "Kau bilang bicara baik-baik? Lucu, karena seingatku, kau tak pernah memberi kesempatan untuk berbicara sebelum merebut suamiku," kata Elena dengan tajam, lalu berbalik untuk melanjutkan memasak, seolah ingin menutup pembicaraan.Namun, Aksa tidak bisa menahan amarahnya lagi. Dengan gerakan cepat, dia meraih lengan Elena dan menariknya keras hingga tubuh Elena berputar menghadapnya. “Jangan berpura-pura jadi korban, Elena! Kamu tahu apa yang terjadi! Kamu yang tak bisa memberikan aku anak! Kau pikir aku bisa terus bersabar?!" Aksa membentak, napasnya berat karena emosi yang tak terkendali.Elena men
Last Updated: 2024-08-08
Chapter: Bab 7Elena kembali pulang ke apartemen tempatnya tinggal. Saat ia membuka pintu, ternyata Aksa dan Vania sedang bercumbu mesra di atas sofa depan TV. Elena terdiam sejenak, kemudian melanjutkan langkahnya ke dalam kamar dengan raut datar. “Elena! Dari mana saja kamu?” tanya Aksa, menghentikan langkah Elena. Elena berhenti, mengambil napas dalam-dalam sebelum berbalik menghadap Aksa dan Vania. “Aku hanya keluar sebentar, mencari udara segar,” jawabnya dengan nada tenang. Namun, di dalam hatinya, perasaannya bergemuruh. Ternyata, tidak semudah itu menghilangkan rasa cinta sepenuhnya pada Aksa, dan ia baru menyadarinya. "Kenapa kamu keluar, tidak pamit sama aku, hah?!" desis Aksa dengan nada tajam, membuat Elena mengernyitkan dahinya. "Pamit?" Elena menatap Aksa dengan tajam, mencoba menahan amarah yang mendidih di dalam dirinya. "Pamit untuk apa? Toh, kamu lagi sibuk bercumbu dengan istri barumu itu, gak usah terlalu membatasi ku mulai saat ini!" jawabnya dengan nada yang tegas dan d
Last Updated: 2024-08-07
Chapter: Bab 6Keesokan paginya, Aksa dan Vania membereskan barang-barangnya untuk pindah ke apartemen yang telah diberikan oleh Kirana. Begitu pula dengan Elena, ia dengan santai dan raut malas menyiapkan barang-barangnya. Saat ini Elena sudah tidak tidur bersama dengan Aksa melainkan ia pindah kamar, tentu saja atas perintah Naomi.Tok... Tok... Tok...Suara pintu kamarnya diketuk dari luar. Elena dengan langkah malas berjalan untuk membuka pintu itu. Ia menghembuskan napas kasar di balik pintu kemudian membukanya. Ia mendatarkan wajahnya saat melihat Aksa yang berdiri di depan pintu kamarnya, tentu saja bersama dengan Vania yang bergelayut manja di lengan Aksa.“Udah selesai? Lama banget sih!” ketus Aksa dengan nada datar, sementara Vania tersenyum tipis menatap Elena.Elena menangkap pandangan tanda cinta yang menghiasi leher Vania, seakan-akan gadis itu sengaja mengenakan tank top untuk memancing emosinya. Tak hanya itu, tanda merah di leher Aksa juga tampak begitu mencolok. Dada Elena terasa s
Last Updated: 2024-07-25
Chapter: Bab 5Satu minggu kemudianAksa menatap Vania dengan mata berbinar, tangan gemetar memegang mikrofon. Napasnya terasa berat seiring dengan detak jantung yang kencang.Dengan suara yang berusaha dikendalikan namun tetap lantang, ia melafalkan, "Saya terima nikah dan kawinnya Vania Clarista binti Arya Adipati dengan seperangkat alat sholat dibayar tunai!" Ruangan itu seakan menahan napas, menyaksikan janji suci yang terucap."Bagaimana, para saksi? Sah!""SAAHH!!!""Alhamdulillah......."Tatapan kosong Elena Grace yang berada di antara para tamu undangan menyaksikan suaminya yang selama ini ia cintai bersanding dengan perempuan lain. Tak ada air mata yang terjatuh dari pelupuk matanya, hanya ada tatapan pasrah menatap punggung Aksa yang telah selesai mengucapkan ijab qabul dengan lantang.Di sisi lain, Naomi dan Jovita tersenyum lebar. Sebentar lagi mereka akan menjadi orang kaya, dan pasti orang lain akan segan pada keluarga mereka. Kirana dikenal sebagai janda anak satu dengan kekayaan meli
Last Updated: 2024-07-23
Chapter: Bab 4Aksa kembali bergabung dengan mereka yang ada di ruang tamu. Ia melihat ayahnya juga sudah tidak ada di ruangan itu. Aksa tahu ayahnya pasti kecewa dengan keputusannya, tapi ia juga tidak ingin mengecewakan ibunya yang sudah mengatur semua rencana perjodohan itu.Vania menatap lekat wajah Aksa yang tampan itu, senyum manis terukir di bibirnya. Aksa yang ditatap seperti itu juga tersenyum manis pada Vania."Ya ampun, belum sah udah senyum-senyum aja nih!" goda Jovita yang duduk di dekat Vania.Naomi tertawa pelan, "Oke, karena Aksa sudah ada di sini, bagaimana kalau kita tentukan saja hari pernikahan mereka?" usul Naomi yang sudah tidak sabar punya menantu kaya raya.Kirana menganggukkan kepalanya sambil menatap Aksa dan Vania bergantian. Ia kemudian berucap, "Bagaimana kalau satu minggu lagi? Menurutku, lebih cepat lebih baik," saran Kirana.Vania dan Aksa mengangguk setuju, begitu pun dengan Jovita dan Naomi. Mereka berdua tersenyum lebar. Sebentar lagi mereka akan jadi orang kaya, b
Last Updated: 2024-07-23
Chapter: Bab 13 Meira KesalNayla keluar dari toko dengan langkah tenang. Ia menyilangkan kedua tangannya di dada, sambil tersenyum tipis dengan penuh kemenangan. Tatapannya mengarah ke punggung Rendy dan Meira yang sedang dipermalukan di dalam mal. "Mampus," gumamnya pelan. Setelah keduanya benar-benar menghilang dari pandangannya, Nayla melangkah ke toko perhiasan yang sebelumnya sempat didatangi oleh Rendy dan Meira."Huh, cuma bikin repot saja orang tadi," gerutu salah satu staf sambil membereskan kembali perhiasan yang sudah sempat dibungkus."Iya, gayanya saja yang elite, tapi nggak bisa bayar," timpal rekannya. Nayla ingin tertawa keras mendengar percakapan staff itu. Ia berdiri di depan etalase dan mengamati barisan perhiasan mahal di dalamnya."Maaf, Mbak..." ucap salah satu staf hendak menghampirinya."Saya akan bayar," sela Nayla dengan tenang, ia sudah bisa menebak apa yang akan dikatakan sang staf. Ia menyadari ekspresi ragu di wajah karyawan tersebut.Tanpa basa-basi, Nayla mengeluarkan kartu kr
Last Updated: 2025-07-11
Chapter: Bab 12 Mempermalukan Sang PelakorDewi berdiri membeku di ambang pintu, matanya menatap tubuh Nayla dari ujung kaki hingga rambut. Bibirnya sedikit terbuka, ia benar-benar terkejut melihat perubahan drastis putri angkatnya itu.Penampilan Nayla kini jauh dari bayangan lamanya. Elegan. Tegas. Tak lagi terlihat seperti gadis kusam yang dulu sering ia rendahkan.Nayla menyunggingkan senyum tipis, mencoba menahan rasa muak yang tiba-tiba menyeruak saat melihat wajah perempuan yang telah menjadi sumber penderitaannya sejak kecil."Ibu nggak ajak aku masuk?" tanyanya datar, sambil mengangkat sebelah alis dengan santai.Dewi mendengus keras. Ia menyilangkan tangan di dada dan memutar bola matanya dengan sinis. Bibirnya yang merah merona itu mencibir."Cih! Sekarang kamu mau pamer, ya? Karena suamimu kaya?" cercanya tajam. "Bangga banget pegang duit dari laki-laki! Dasar istri beban!"Nayla menghela napas panjang, seandainya ia bisa merobek mulut tua itu, mungkin sudah ia lakukan sedari dulu."Sayang banget dong kalau uang su
Last Updated: 2025-07-07
Chapter: Bab 11 Itu... Nayla?Nayla berdiri di tengah ruang tamu, senyum tipis masih menghiasi wajahnya. Ia menarik napas panjang, menikmati kemenangan kecil yang begitu memuaskan."Seharusnya dari dulu aku seperti ini,” gumamnya lirih.Ia menatap kartu kredit di tangannya, lalu menyunggingkan senyum puas. Dengan langkah santai, ia berjalan menuju dapur untuk mengambil segelas air putih.Setibanya di dapur, pandangannya langsung tertuju pada Mbok Marni yang tengah membungkuk, memunguti pecahan piring di lantai."Istirahatlah, Mbok. Jangan sampai kecapekan, ya,” ucap Nayla lembut.Mbok Marni menoleh dengan cepat, ia sedikit terkejut. Matanya langsung menangkap sosok Nayla yang berdiri di depan meja makan yang menuang air ke dalam gelas.“Iya, Nyonya. Ini tinggal sedikit lagi, kok,” jawab Mbok Marni, ia tersenyum tipis sambil mengusap keringat di pelipisnya.Nayla hanya mengangguk pelan, lalu meminum air perlahan. Beberapa detik kemudian, Mbok Marni meliriknya ragu-ragu, lalu memberanikan diri berkata,"Mmm, tadi...
Last Updated: 2025-06-30
Chapter: Bab 10 Tak Bisa BerkutikMeira membasuh wajahnya dengan air dingin, mencoba menenangkan pikirannya yang berkecamuk. Ia mengangkat kepala perlahan dan menatap pantulan dirinya di cermin wastafel.'Dasar Nayla brengsek! Kenapa perempuan lemah itu sekarang bisa berubah seperti ini?! Sial!' gerutunya dalam hati sambil menggigit bibir bawahnya hingga hampir berdarah.Dari balik pintu, ia mendengar tawa Nayla dan Maharani yang semakin keras. Meira mengepalkan kedua tangannya erat, sorot matanya yang tajam seolah bisa menghancurkan cermin wastafel di depannya.'Aku nggak boleh kalah dari perempuan selemah dia.'Dengan cepat, ia mengambil ponselnya yang tergeletak di samping wastafel. Jarinya mengetik di ponsel dengan cepat.'Ibu, Nayla sudah pulang ke rumah. Tapi sikapnya berubah total. Meira juga nggak tahu kenapa. Tadi dia bilang nggak mau ketemu Ibu lagi.'Tanpa ragu, Meira menekan tombol kirim. Senyum tipis tersungging di bibirnya. Ia tahu benar kalau Nayla selalu tunduk pada Dewi, ibunya yang keras dan pemarah.
Last Updated: 2025-06-29
Chapter: Bab 9 Membuat Meira KesalDiam-diam, Nayla menyunggingkan senyum tipis penuh kemenangan. Sore tadi, mertuanya menghubunginya melalui telepon dan memberitahunya kalau ia akan makan malam bersama mereka malam ini.Sementara itu, Meira buru-buru melepaskan tangannya dari lengan Rendy. Itu semua tak luput dari sorot mata Maharani."Ta-Tante..." sapa Meira dengan suara terbata-bata.Namun Maharani tak menggubrisnya. Pandangannya beralih pada Rendy yang berdiri canggung dengan wajah sedikit pucat."Ibu... kok nggak bilang kalau mau datang ke rumah?" tanya Rendy dengan suara lembut.Maharani menatapnya tajam. "Kenapa perempuan itu memegang tanganmu?" tanyanya dingin, matanya melirik sekilas ke arah Meira.Selama ini, Maharani memang tidak mengetahui permasalahan rumah tangga putranya. Bahkan Nayla pun tak pernah mengadu satu kata pun tentang suaminya.“Oh... dia tadi hanya bercanda dengan Nayla, Bu,” jawab Rendy tergagap, berusaha tersenyum walau canggung. “Ibu kan tahu sendiri, walaupun mereka saudara angkat, mereka
Last Updated: 2025-06-28
Chapter: Bab 8 Pertengkaran Rendy dan NaylaRendy mengusap pipinya yang masih terasa panas. Matanya membelalak tak percaya, sementara dadanya sesak dipenuhi kemarahan dan keterkejutan. "Berani-beraninya kamu...!" desisnya tajam, rahangnya mengeras menahan emosi. Nayla berdiri tegak dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Tatapannya dingin, tajam dan tanpa rasa takut sedikit pun saat memandang Rendy. "Tentu saja," sahutnya tenang. "Kenapa aku harus takut sama kamu?" Wajah Rendy semakin memerah. Tangannya teracung, menunjuk Nayla dengan jari yang gemetar karena amarah. "Kurang ajar! Kamu istri durhaka!" bentaknya lantang. Namun Nayla hanya tersenyum kecil. Senyum tipis yang penuh sindiran dan luka yang telah membatu. "Kata 'durhaka' itu justru lebih pantas disematkan untukmu," balasnya pelan, namun tajam seperti pisau yang menoreh harga diri Rendy. Rendy terdiam. Tubuhnya menegang, dan wajahnya seketika berubah. Tak disangkanya, Nayla yang dulu penurut, kini berani menantangnya dengan suara setegas itu. Sem
Last Updated: 2025-06-25