MYSTERIOUS PAPER
"Keberadaannya menjadi teka-teki yang menarik untuk dipecahkan."
✈✈✈
Tahun Ajaran 2005-2006
Masa Orientasi Siswa
Masa yang dikenal momok bagi peserta didik baru. Pada masa ini tak jarang ditemukan senior mengerjai atau memelonco calon adik kelasnya.
Seorang siswi berpakaian kaos putih lusuh seperti tiduran di kubangan lumpur. Berdiri tegap menghadap ratusan orang berstatus sama sepertinya-junior.
Hanya seorang diri. Karena itu dia menjadi titik fokus penglihatan orang-orang.
Matanya menyipit. Setiap menit berganti matahari menyingsing bagai api neraka. Topi berbentuk kerucut-terbuat dari karton yang melingkari kepalanya-hampir remuk lantaran beribu bulir keringat mengepul di kening.
Dia melirik puluhan orang duduk di depannya. Sebagian besar mereka berwajah pucat dan lemas tak berdaya. Lirikannya berganti pada senior yang berkumpul di bawah rindangan pohon ketapang-tempat yang dingin dan teduh. Tidak seperti dia dan junior lain yang mati kepanasan.
Siswi itu mendengkus kesal. Ini adalah hari penindasan terjadi kembali usai Kemerdekaan.
Teriknya sinar matahari membakar kulit para junior. Hal ini sudah menjadi bagian sakral dalam aktivitas MOS. Tak ada yang berani memprotes senior yang selalu berkata benar.
Kaki siswi itu gemetaran. Keringat dingin mulai membasahi wajahnya yang pucat pasi. Dia melirik papan pengenal nama-terbuat dari karton-yang dikalungkan sejak awal mula MOS dilaksanakan.
Andin Apriliani, untaian nama yang tertulis di papan pengenalnya.
Andin merasa kepalanya dipukul beribu martil. Amat sangat menyakitkan. Penglihatannya kian memburam. Badan mungilnya lemah lesu bagai daun lalang tertiup angin.
Kali ini dia melepaskan semua keluh penatnya. Kakinya sudah tak berdaya menopangi tubuh mungilnya. Perlahan badan Andin tergelincir ke belakang. Terakhir kali dia melihat seorang cowok berlari cepat ke arahnya.
✈✈✈
Kelopak mata Andin mengerjap hingga cahaya masuk sedikit demi sedikit sampai terlihat jelas. Pertama kali yang dia lihat adalah langit-langit berwarna putih. Dia melihat lambang segitiga bertuliskan 'UKS' terpaku di depannya.
Andin berpaling melihat segelas air putih di atas nakas. Ada satu kertas yang menempel di permukaan gelas.
Dari siapa?
Satu kata itu mewakili rasa penasarannya. Dalam posisi fowler Andin mengulurkan tangan mengambil kertas itu.
Andin memandang kertas di tangannya cukup lama. Tulisan di kertas itu sangat bagus dan rapi. Menarik dipandang. Otot disekitar bibirnya refleks menarik hingga membentuk suatu lekukan. Iya, Andin tersenyum.
Dia melipat dua kertas itu dan menyimpannya di saku rok. Gorden di sampingnya pun menyingkap tatkala dua siswi masuk menjinjing tas berwarna cokelat.
Mereka duduk di kursi samping ranjang Andin dan memberikan tas itu padanya. "Makasih," ungkapnya.
Andin mengamati kedua temannya. Seragam yang mereka kenakan sama-sama lusuh sepertinya. Kini yang menjadi pembeda hanyalah kuncir rambut. Mereka masih berkuncir kepang dua sedangkan rambut Andin tergerai lurus. Seseorang pasti membuka kuncirnya ketika dia pingsan.
Para siswi wajib menguncir kepang dua selama MOS. Hal itu telah diperjelas senior sebelumnya. Bagi siapapun yang tidak mematuhi tata tertib senior, lari keliling lapangan lima kali adalah hukumannya.
"Awalnya kita cariin lo di barisan, tapi mereka bilang lo lagi di UKS," jelas temannya, Meysa.
Andin menghela napas sambil mengurut keningnya. "Iya. Gue pingsan tadi."
Untuk kelompok MOS terbagi menjadi dua. Andin dari regu Anggrek termasuk dalam kelompok A, sedangkan Meysa dan Putri kelompok B. Pelaksanaan tempatnya berbeda dimana kelompok A di hulu lapangan dan kelompok B di hilir lapangan.
"Sekarang lo udah baikan?" tanya Putri.
Siswi itu mengangguk pelan. Dia mengambil segelas air dan meneguknya.
"Lo bawa bekal, kan?" sahut Meysa.
"Iya."
"Makan dulu, Din. Cepet makannya. Bentar lagi kita disuruh baris."
Andin mengambil kotak bekal dari tasnya. Dia membuka pelan kotak itu dan melahap seporsi nasi beserta lauk seadanya.
Keadaan di UKS dapat dikatakan cukup ramai. Bukan Andin saja yang pingsan, ada beberapa siswa lain yang merasakan hal serupa. Mereka tergabung dari kelompok A dan Kelompok B.
✈✈✈
Siang hari ini sinar surya tidak ingin bersahabat dengan ratusan junior. Tak ada belas kasih untuk memadamkan sinarnya. Mungkin satu menit saja sudah lebih dari cukup bagi mereka.
Ah, tak apalah. Hari ini juga hari terakhir penindasan yang terhitung selama tiga hari berturut-turut menghantui mereka. Paling tidak alasan para junior baris saat ini untuk mengikuti pelantikan.
Baik kelompok A maupun kelompok B tergabung menjadi satu dalam pertemuan terakhir ini. Mereka berbaris rapi di tengah lapangan menyaksikan kegiatan yang baru saja dimulai.
Berhubung Andin baris paling depan di regunya, otomatis dia dapat melihat jelas berlangsungnya kegiatan ini.
Dari sekian banyaknya orang-orang di depan sana, mata Andin berfokus pada dua orang yang berdiri di pojok lapangan. Mereka adalah perwakilan siswa dan siswi yang terpilih untuk acara pelantikan.
Andin menilik satu per satu wajah mereka. Dia belum pernah melihat mereka dalam barisan regu maupun kelompok yang sama sepertinya. Mungkin.
Mereka kini berhadapan langsung dengan Kepala Sekolah yang sedang memberikan amanat kepada calon peserta didik. Tak berselang lama berpindah pada sesi pelantikan peserta didik baru yang telah diwakilkan.
Andin sempat mendengar desas-desus di sekitarnya. Mereka membicarakan seorang siswi yang menjadi perwakilan di sana adalah anak seorang guru.
Andin memasati wajahnya dari kejauhan. Warna kulit putih dan wajah ayu, tak sedikit beberapa cowok dari regunya memuji kecantikan siswi itu.
Kedua muda-mudi itu serempak menunduk usai Kepala Sekolah mengambil papan pengenal yang mengalungi leher mereka.
"Dengan pelepasan ini saya ucapkan selamat kepada peserta didik. Sekarang kalian resmi menjadi anak SMA Bakti Nusa." Ucapan Ibu Nurhayati disambut tepuk tangan meriah dari ratusan orang di depannya.
Sejak tahun kemarin, sekolah bernama SMU Bakti Nusa resmi diubah dengan SMA Bakti Nusa. Meski perbedaannya hanya pada singkatan akhir, namun tetap saja sama. Hal ini berlaku pada seluruh SMU yang ada di Indonesia. Selain SMU, SLTP juga ikut berubah menjadi SMP.
✈✈✈
Perlahan Andin membuka pintu sambil mengucap salam. Dia melepas sepatu dan menaruhnya di rak. Indra pendengarannya menangkap suara yang bersumber dari televisi. Seseorang di rumah yang biasa menyalakan tv di siang hari adalah ibunya, Ria.
Pada waktu siang menjelang sore seperti ini beberapa stasiun televisi akan menyuguhkan berita seputar selebriti. Dari berita terkini, hingga gaya hidup selebriti.
Dugaan Andin sangat tepat. Siapa lagi jika bukan Ria duduk santai di atas sofa empuk. Sepasang mata menyaksikan acara dari tv tabung. Acara yang meliput aktris cantik Dewi Sandra yang merubah penampilannya dengan busana tertutup.
Andin mendekati wanita itu dan duduk di sampingnya. Ria mengalihkan pandangan sejenak, lalu memberikan tangannya yang disambut kecupan hangat dari bibir Andin.
"Gimana kegiatan MOS tadi?" Ria membelai lembut kepala akanya.
Keringat dingin menitik di ujung kening Andin. Terasa sulit baginya menelan saliva, seperti ada sesuatu yang mengganjal. Andin bingung harus menjawab jujur atau berbohong hingga ia memilih diam.
Ria tersenyum. Dia dapat memahami perasaan anaknya meski belum diutarakan. Ternyata penindasan MOS belum juga memudar di tahun 2000-an. Ria pun pernah menjadi korban perpeloncoan seniornya di masa SMA. Kini dia memandang anaknya yang terlihat lelah. "Kamu mandi dulu, gih. Badan kamu kotor banget."
Andin mengangguk pelan. Dia bergegas melangkah menuju kamarnya di lantai atas. Andin masuk ke dalam kamar bernuansa pink, yaitu kamarnya.
Usai melepas ransel di atas kursi, Andin membaringkan tubuhnya di atas ranjang dengan sepasang tangan menutup rapat wajahnya. Kelopak matanya menutup dengan berat. Hari ini adalah hari yang sangat melelahkan.
Matanya mengerjap menatap langit-langit kamar berwarna putih, mengingatkannya dengan UKS. Dia meraba sesuatu dari saku rok dan mengambil lipatan kertas putih. Andin memandangi kertas itu cukup lama hingga membuatnya tersenyum
'Lekas sembuh'
HIS SMILE"Tersenyumlah. Dengan begitu kebahagiaan akan terpancar di sekelilingmu"✈✈✈Pertama kalinya Andin mengenakan pakaian SMA. Baju putih sekolah yang kecil dan rok abu-abu didesain sedikit ketat di atas lutut, itulah ciri khas seragam SMA Bakti Nusa di tahun 2005.Andin berdiri di depan cermin memandang bayangan semu. Dia tersenyum riang memakai dasi panjang khas Bakti Nusa.Andin pun beranjak mengambil tas punggung berwarna cokelat dan merangkulnya. Dia bergegas pergi dari kamarnya ke lantai bawah.Dari anak tangga terakhir Andin memperhatikan kedua orangtuanya sibuk dengan kegiatannya di pagi hari. Ayahnya sibuk membaca koran sambil menyeruput secangkir kopi sementara Ria berada di dapur menyiapkan sarapan untuknya."Pagi, Ayah." Andin menghampiri lelaki itu dan mencium pipinya."Iya," jawab Syafril singkat.
SOMEONE"Kau takkan pernah tahu bila seseorang yang kau temui hari ini bisa menjadi orang yang sangat penting dalam hidupmu suatu saat nanti."✈✈✈Andin mengunjungi perpustakaan sekolah yang identik dengan interior klasik. Hanya Andin sendiri. Tidak ditemani Meysa dan Putri. Dia menginginkan ketenangan ketika membaca buku.Andin menyukai karya sastra fiksi. Maka tak mengherankan bila dia sering ke sini selama proses pembelajaran belum intensif.Saat ini Andin duduk di sudut ruang. Dia begitu larut membaca Dealova, novel karya Dira Nuranindya yang banyak diminati remaja bahkan orang dewasa.Tanpa Andin ketahui seseorang memandanginya dari jauh. Dia bersandar di rak buku dengan kedua tangan melipat. Bibirnya membentuk suatu lekukan tipis.Suasana perpustakaan begitu tenang. Inilah yang membuat Andin betah berlama-lama di sini. Kombinasi zat
LOVE LETTER"Terkesan klasik namun sangat berkelas, itulah surat cinta."✈✈✈Andin duduk di sofa empuk dengan kaki terlentang. Meminum secangkir teh hangat untuk menetralisir hawa dingin di sekitarnya. Lalu Andin berpaling ke jendela bening di sampingnya. Begitu derasnya hujan di malam hari.Ria tersenyum memandangnya. Andin pasti tengah menunggu kehadiran Syafril. Ralat. Dia tengah menunggu muffin kesukaannya."Ayah lama banget pulangnya," gerutu Andin disusul ekspresi cemberut.Ria mengelus kepalanya. "Di luar lagi hujan. Bisa bahaya kalo Ayah bawa mobil ngebut."Andin mengangguk paham. "Iya juga."Dia kembali memperhatikan tv tabung di depannya. Menyaksikan sinetron Liontin, sinetron yang tengah naik daun.Andin bergegas menuju ruang depan setelah mendengar gerbang terbuka. Mengintip sesu
HOPE"Semua orang pasti memiliki harapan. Namun tak semua harapan bisa berwujud nyata."✈✈✈Kegiatan ekstrakurikuler SMA Bakti Nusa selalu diselenggarakan setiap hari sabtu. Usai mengikuti kegiatan belajar, para peserta didik berpencar menuju ekstrakurikuler masing-masing. Mulai dari bidang olahraga, seni, dan lainnya.Andin telah menetapkan pilihannya untuk mengikuti kegiatan seni lukis yang dipandu oleh wali kelasnya sendiri, Siti.Kisaran peserta didik yang mengikuti ekstrakurikuler ini sebanyak 35 peserta yang terdiri dari kelas sepuluh sampai kelas dua belas. Semuanya tergabung menjadi satu kesatuan.Saat ini mereka tengah berkumpul di ruang seni. Memegangi sebuah kanvas dan alat lukis, mereka begitu khusyuk mendengarkan petuah yang disampaikan Siti.Ruangan seni sekolah belum cukup memadai. Beberapa kursi yang ada tak dapat me
HOPE"Semua orang pasti memiliki harapan. Namun tak semua harapan bisa berwujud nyata."✈✈✈Kegiatan ekstrakurikuler SMA Bakti Nusa selalu diselenggarakan setiap hari sabtu. Usai mengikuti kegiatan belajar, para peserta didik berpencar menuju ekstrakurikuler masing-masing. Mulai dari bidang olahraga, seni, dan lainnya.Andin telah menetapkan pilihannya untuk mengikuti kegiatan seni lukis yang dipandu oleh wali kelasnya sendiri, Siti.Kisaran peserta didik yang mengikuti ekstrakurikuler ini sebanyak 35 peserta yang terdiri dari kelas sepuluh sampai kelas dua belas. Semuanya tergabung menjadi satu kesatuan.Saat ini mereka tengah berkumpul di ruang seni. Memegangi sebuah kanvas dan alat lukis, mereka begitu khusyuk mendengarkan petuah yang disampaikan Siti.Ruangan seni sekolah belum cukup memadai. Beberapa kursi yang ada tak dapat me
LOVE SONG"Ketika seseorang memintamu mendengarkan suatu lagu, maka dengarkanlah. Karena pada lagu itu tersimpan makna tersirat untukmu."✈✈✈Andin mendecis sebal. Kebisingan dari barisan belakang sungguh mengganggunya. Berani sekali mereka berbuat onar kala sesi amanat. Apalagi yang menjadi amanat saat ini adalah Ibu Nis, guru yang sangat dihormati.Andin melirik barisan yang terdiri dari satu orang, itu adalah barisan ketua kelas. Tampaknya Arya tak terganggu dengan kebisingan di barisang belakang. Tentu saja karena jaraknya cukup jauh."Siapa sih yang ribut di barisan belakang?" keluhnya.Meysa melirik ke belakang. Mendapati empat cowok duduk mengapar di lapangan ini. Apa yang sedang mereka lakukan? Apa kalian dapat menebaknya?Beberapa kartu berciri khas gambar koi tergenggam di masing-masing tangan. Tidak, ini bukanlah perjudia
AWKWARD"Ketika kau bertemu dengan orang yang kau sukai, tanpa sadar kau akan menunjukkan tingkah aneh di depannya."✈✈✈Agustus, 2005.Agustus adalah satu bulan yang sangat berarti bagi Indonesia. Kalian pasti tahu peristiwa apa yang terjadi puluhan tahun lalu pada bulan ini, bukan? Tepatnya 17 Agustus 1945, dimana Ir. Soekarno selaku Bapak Proklamator, memproklamasikan kemerdekaan yang berlatar tempat di rumahnya.Pada hari itu pula berkibarnya saka merah-putih yang dijahit istrinya bernama Fatmawati. Rakyat Indonesia sangat antusias. Sudah saatnya mereka bebas dari belenggu penjajahan dan penindasan.Sambutan hangat dari rakyat tak pernah lepas dari pemasangan bendera di setiap rumah. Ruas jalan pun diramaikan pernak-pernik berwarna yang sama dengan bendera kita.Satu minggu sebelum hari besar, tepatnya tanggal 10 Agustus,
SCENARIO"Tak ada yang namanya kebetulan di dunia ini. Semua mengikuti skenario yang ada. Entah memang skenario dari Semesta atau skenario yang dia rancang sendiri."✈✈✈Suara yang bersumber dari benda elektronik memecah keheningan di ruangan besar ini. Bila tak ada benda tersebut mungkin suara jangkrik di luar akan terdengar sampai ke dalam rumah. Rumah bertingkat dua itu memang terlihat sunyi. Hanya berpenghuni satu keluarga yang terdiri dari tiga orang.Seorang gadis duduk di atas sofa empuk. Menghiraukan benda di depannya berbicara sendiri. Seakan tak ada artinya benda itu menyala. Dia sedang sibuk. Matanya tak henti mengawasi telepon rumah yang terletak di atas meja. Berharap ada dering panggilan dari seseorang.Wanita yang duduk di samping meliriknya gemas. Anak semata wayangnya itu memasang muka kecut dengan bibir manyun. Kedua tangannya melipat di depan.&nbs