HIS SMILE
"Tersenyumlah. Dengan begitu kebahagiaan akan terpancar di sekelilingmu"
✈✈✈
Pertama kalinya Andin mengenakan pakaian SMA. Baju putih sekolah yang kecil dan rok abu-abu didesain sedikit ketat di atas lutut, itulah ciri khas seragam SMA Bakti Nusa di tahun 2005.
Andin berdiri di depan cermin memandang bayangan semu. Dia tersenyum riang memakai dasi panjang khas Bakti Nusa.
Andin pun beranjak mengambil tas punggung berwarna cokelat dan merangkulnya. Dia bergegas pergi dari kamarnya ke lantai bawah.
Dari anak tangga terakhir Andin memperhatikan kedua orangtuanya sibuk dengan kegiatannya di pagi hari. Ayahnya sibuk membaca koran sambil menyeruput secangkir kopi sementara Ria berada di dapur menyiapkan sarapan untuknya.
"Pagi, Ayah." Andin menghampiri lelaki itu dan mencium pipinya.
"Iya," jawab Syafril singkat. Dia begitu larut membaca berita bola di koran.
Bibir Andin memanyun. Tak biasanya Syafril merespon seperti itu. Mungkin berita bola kali ini benar-benar menarik perhatiannya.
Lalu Andin menghampiri Ria di dapur dan duduk di kursi makan. Ria yang hendak memberikan seporsi nasi goreng-lengkap dengan telur mata sapi-tersenyum mendapati anaknya cemberut.
"Ayah jangan terlalu sibuk baca koran. Andin ngambek nih," jelas Ria.
Andin tak menampik bila dia anak yang manja. Sebagai anak tunggal, tentulah dia selalu mendapat perlakukan istimewa dari kedua orangtuanya.
Syafril menghela napas panjang dan melipat dua koran itu. "Iya, Bu." Syafril pun mendatangi istri dan anaknya.
"Pulang kerja nanti Ayah beliin muffin. Jangan ngambek lagi ya," tawar Syafril sambil mengusap kepala Andin.
Andin berpaling padanya dan tersenyum riang. Dialah ahlinya membuat Andin tersenyum kembali. "Janji." Andin menunjukkan kelingkingnya.
"Iya, Janji." Mereka saling mengaitkan kelingking.
Ria tersenyum melihat keakuran ayah dan anak itu. Mereka begitu lahap menghabiskan sarapan yang dibuat Ria.
"Andin pergi ya, Bu," pamit Andin.
"Nggak pergi bareng Ayah?"
"Nungguin Ayah lama banget, Bu. Lagian Andin udah janji pergi bareng Meysa sama Putri," papar Andin sambil memakai sepatu sekolahnya.
"Yah, Andin pergi," pekik Andin agar Syafril dapat mendengarnya dari dapur.
"Iya," sahutnya.
Jarak tempuh rumah dengan sekolah tak terlalu jauh jika Andin melewati gang tembusan. Karena itulah dia memilih berjalan kaki ketimbang naik angkutan umum.
Andin melihat dua siswi mengenakan seragam sepertinya berdiri di perempatan gang. Dia tersenyum sembari melambai pada mereka.
"Udah lama kalian nunggu?"
"Nggak juga," jawab Putri.
Ketiganya berjalan beriringan memenuhi lapak gang kecil ini menuju satu tempat.
"Kira-kira kita bakalan satu kelas nggak?"
"Keknya nggak mungkin," jawab Andin pasrah.
"Kita bisa kok satu kelas."
"Iya, bisa. Itu kalo nyokap lo kepala sekolah," cibir Meysa.
Putri menatap Meysa sinis dan menyilang kedua tangannya. Andin hanya terkekeh melihat perdebatan kecil mereka. Sudah mejadi hal biasa api dan api saling menyembur hawa panasnya.
✈✈✈
Para senior memerintahkan peserta didik baru untuk membentuk barisan di lapangan utama. Namun cara yang mereka lakukan terkesan menjengkelkan. Bagaimana tidak? Mereka berteriak seolah junior adalah budak Romusha dan mereka penjajahnya.
Sunyi. Seperti itulah keadaan saat ini. Dalam posisi istirahat di tempat mereka mengamati Nurhayati bercakap di belakang mimbarnya.
"Saya ucapkan selamat kepada kalian yang telah berhasil menjadi peserta didik SMA Bakti Nusa. Saya harap kalian dapat menyalurkan bakat kalian di sini untuk mengharumkan dan meninggikan harkat dan martabat sekolah," ucap Nurhayati dibalas anggukan dari beberapa peserta didik.
Nurhayati-yang kerap disapa Nur-juga memberitahukan mekanisme pembagian kelas secara detail agar mereka paham dan mengerti maksudnya. Setelah itu dia meninggalkan mimbar menuju ruangannya.
Dikomandoi para senior, tiap regu melewati koridor khusus kelas sepuluh untuk mencari nama mereka pada kertas yang tertempel di jendela kelas. Andin beserta anggota regu Anggrek berlari kecil di koridor yang membawa mereka ke sederetan kelas IPA.
Singgahan pertama di kelas IPA-1. Andin menilik satu per satu nama di kertas. Dia menunjuk satu nama yang merupakan nama temannya, Putri. Dengan nama super lengkapnya Auliya Bunga Putri Indah Novita Talia Latifa Kusumawardhana
Andin menengok beberapa regu yang tersisa di lapangan. Meski puluhan orang berdiri di sana, Andin dapat mengetahui Putri dan Meysa hanya dengan postur tubuh dan gaya rambut mereka. Putri sama Meysa masih di sana.
Berlanjut pada kelas kedua, Andin kembali berkutik pada kertas putih. Dia hanya fokus bagian atas saja karena namanya merupakan huruf abjad pertama. Hasil akhir dia tak menemukan namanya. Mungkin di kelas sebelah.
Andin beranjak menuju kelas selanjutnya. Masih dengan cara yang sama namun hasilnya nihil. Andin tak menemukan namanya dan nama Meysa. Itu berarti nama mereka tercantum di kelas selanjutnya.
Meski sudah dapat ditebak, namun Andin tetap saja mencari namanya. Hanya sekadar memastikan.
Andin berdiri di belakang kerumunan. Badan mungilnya tak cukup sampai melihat di depan sana sehingga dia harus berjinjit. Dia membaca lagi beberapa nama di kertas itu. Nama Andin berada di posisi pertama sekaligus menjadi absen pertama. Sementara nama Meysa berada di posisi tengah.
Andin menghela napas. Dia lega bisa satu kelas dengan Meysa. Andin bukan tipe orang yang mudah bergaul. Karena itu dia sulit beradaptasi dengan orang yang baru dia kenal.
Saat Andin berbalik, matanya terbelalak mendapati dada bidang-yang bersembunyi dibalik seragam putih-tepat di depannya. Pupilnya bergerak pelan ke atas. Seorang cowok berpostur tinggi sedang memandangi kertas di depannya.
Andin terdiam memandangnya. Meninjau tiap ruas wajahnya dari dahi lurus, alis tebal, monolid eyes, hidung mancung, bibir tipis dan rahang persegi. Tak salah lagi. Dialah yang menjadi perwakilan siswa kemarin.
Mata mereka saling bertemu. Iya, cowok itu menangkap basah Andin yang memperhatikannya. Buru-buru Andin berpaling melihat beberapa orang baru saja datang. Mereka adalah regu Melati, tak lain regunya Meysa.
"Din, kita sekelas." Meysa menghampiri Andin dan memegang pergelangannya.
Cowok itu melangkah pergi dan bersinggungan dengan Meysa. Andin sempat meliriknya berjalan lurus menyusuri koridor ini.
"Din, lo liatin siapa?" tegur Meysa menepuk bahunya.
"Ng... iya, Sya?" Andin gelagapan.
Meysa mengikuti arah mata Andin namun dia tidak menemukan apa-apa selain orang yang melintas.
"Putri di kelas IPA-1."
"Iya. Tadi gue liat namanya."
Meysa mengangguk. Lalu dia menuntun Andin masuk ke dalam kelas. "Kita harus cepet cari tempat duduk."
Keduanya berdiri di ambang pintu. Pandangan mereka memencar tak tentu arah.
"Kita duduk di sana." Meysa menunjuk kursi ketiga di barisan pertama.
"Kenapa di belakang?" Andin memiringkan kepala. Bingung.
"Gue alergi duduk di depan," kekehnya.
"Serius, Sya."
"Kita duduk belakang aja, biar gue bisa nyusun siasat kalo lagi ulangan."
Andin mengangguk pasrah. Sejujurnya dia tidak memerlukan hal seperti itu. Meysa pun menuntun Andin ke bangku yang dia pilih.
"Din, gue duduk di pojok," sanggahnya melihat Andin hendak menaruh tas.
"Iya, Sya," jawabnya tersenyum. Andin memang dikenal pengalur dari kedua temannya.
"Eh, kita ke kelas Putri, yuk?"
"Lo duluan aja, Sya. Nanti gue nyusul," jelas Andin sibuk menyuluk sesuatu dari dalam tasnya.
"Oke," tandasnya melangkah pergi keluar kelas.
Kemana jam tangan gue? Andin mengeluarkan semua barangnya hingga benda yang dia cari jatuh bebas ke lantai.
Andin membungkuk. Tangan kanannya menjulur hendak mengambil jam. Dia sedikit terkejut mendapati satu tangan mengulur lebih panjang darinya. Andin kalah cepat mengambil jamnya dari orang itu.
Spontan Andin mendongak. Dia kembali menemukan orang itu, cowok yang tidak dia ketahui namanya. Tangannya menengadah. Sebuah jam tangan silver bereksistensi di atasnya.
Andin mengambil jam tangan itu dan memandangnya. "Makasih."
Dia senyum, batin Andin.
SOMEONE"Kau takkan pernah tahu bila seseorang yang kau temui hari ini bisa menjadi orang yang sangat penting dalam hidupmu suatu saat nanti."✈✈✈Andin mengunjungi perpustakaan sekolah yang identik dengan interior klasik. Hanya Andin sendiri. Tidak ditemani Meysa dan Putri. Dia menginginkan ketenangan ketika membaca buku.Andin menyukai karya sastra fiksi. Maka tak mengherankan bila dia sering ke sini selama proses pembelajaran belum intensif.Saat ini Andin duduk di sudut ruang. Dia begitu larut membaca Dealova, novel karya Dira Nuranindya yang banyak diminati remaja bahkan orang dewasa.Tanpa Andin ketahui seseorang memandanginya dari jauh. Dia bersandar di rak buku dengan kedua tangan melipat. Bibirnya membentuk suatu lekukan tipis.Suasana perpustakaan begitu tenang. Inilah yang membuat Andin betah berlama-lama di sini. Kombinasi zat
LOVE LETTER"Terkesan klasik namun sangat berkelas, itulah surat cinta."✈✈✈Andin duduk di sofa empuk dengan kaki terlentang. Meminum secangkir teh hangat untuk menetralisir hawa dingin di sekitarnya. Lalu Andin berpaling ke jendela bening di sampingnya. Begitu derasnya hujan di malam hari.Ria tersenyum memandangnya. Andin pasti tengah menunggu kehadiran Syafril. Ralat. Dia tengah menunggu muffin kesukaannya."Ayah lama banget pulangnya," gerutu Andin disusul ekspresi cemberut.Ria mengelus kepalanya. "Di luar lagi hujan. Bisa bahaya kalo Ayah bawa mobil ngebut."Andin mengangguk paham. "Iya juga."Dia kembali memperhatikan tv tabung di depannya. Menyaksikan sinetron Liontin, sinetron yang tengah naik daun.Andin bergegas menuju ruang depan setelah mendengar gerbang terbuka. Mengintip sesu
HOPE"Semua orang pasti memiliki harapan. Namun tak semua harapan bisa berwujud nyata."✈✈✈Kegiatan ekstrakurikuler SMA Bakti Nusa selalu diselenggarakan setiap hari sabtu. Usai mengikuti kegiatan belajar, para peserta didik berpencar menuju ekstrakurikuler masing-masing. Mulai dari bidang olahraga, seni, dan lainnya.Andin telah menetapkan pilihannya untuk mengikuti kegiatan seni lukis yang dipandu oleh wali kelasnya sendiri, Siti.Kisaran peserta didik yang mengikuti ekstrakurikuler ini sebanyak 35 peserta yang terdiri dari kelas sepuluh sampai kelas dua belas. Semuanya tergabung menjadi satu kesatuan.Saat ini mereka tengah berkumpul di ruang seni. Memegangi sebuah kanvas dan alat lukis, mereka begitu khusyuk mendengarkan petuah yang disampaikan Siti.Ruangan seni sekolah belum cukup memadai. Beberapa kursi yang ada tak dapat me
HOPE"Semua orang pasti memiliki harapan. Namun tak semua harapan bisa berwujud nyata."✈✈✈Kegiatan ekstrakurikuler SMA Bakti Nusa selalu diselenggarakan setiap hari sabtu. Usai mengikuti kegiatan belajar, para peserta didik berpencar menuju ekstrakurikuler masing-masing. Mulai dari bidang olahraga, seni, dan lainnya.Andin telah menetapkan pilihannya untuk mengikuti kegiatan seni lukis yang dipandu oleh wali kelasnya sendiri, Siti.Kisaran peserta didik yang mengikuti ekstrakurikuler ini sebanyak 35 peserta yang terdiri dari kelas sepuluh sampai kelas dua belas. Semuanya tergabung menjadi satu kesatuan.Saat ini mereka tengah berkumpul di ruang seni. Memegangi sebuah kanvas dan alat lukis, mereka begitu khusyuk mendengarkan petuah yang disampaikan Siti.Ruangan seni sekolah belum cukup memadai. Beberapa kursi yang ada tak dapat me
LOVE SONG"Ketika seseorang memintamu mendengarkan suatu lagu, maka dengarkanlah. Karena pada lagu itu tersimpan makna tersirat untukmu."✈✈✈Andin mendecis sebal. Kebisingan dari barisan belakang sungguh mengganggunya. Berani sekali mereka berbuat onar kala sesi amanat. Apalagi yang menjadi amanat saat ini adalah Ibu Nis, guru yang sangat dihormati.Andin melirik barisan yang terdiri dari satu orang, itu adalah barisan ketua kelas. Tampaknya Arya tak terganggu dengan kebisingan di barisang belakang. Tentu saja karena jaraknya cukup jauh."Siapa sih yang ribut di barisan belakang?" keluhnya.Meysa melirik ke belakang. Mendapati empat cowok duduk mengapar di lapangan ini. Apa yang sedang mereka lakukan? Apa kalian dapat menebaknya?Beberapa kartu berciri khas gambar koi tergenggam di masing-masing tangan. Tidak, ini bukanlah perjudia
AWKWARD"Ketika kau bertemu dengan orang yang kau sukai, tanpa sadar kau akan menunjukkan tingkah aneh di depannya."✈✈✈Agustus, 2005.Agustus adalah satu bulan yang sangat berarti bagi Indonesia. Kalian pasti tahu peristiwa apa yang terjadi puluhan tahun lalu pada bulan ini, bukan? Tepatnya 17 Agustus 1945, dimana Ir. Soekarno selaku Bapak Proklamator, memproklamasikan kemerdekaan yang berlatar tempat di rumahnya.Pada hari itu pula berkibarnya saka merah-putih yang dijahit istrinya bernama Fatmawati. Rakyat Indonesia sangat antusias. Sudah saatnya mereka bebas dari belenggu penjajahan dan penindasan.Sambutan hangat dari rakyat tak pernah lepas dari pemasangan bendera di setiap rumah. Ruas jalan pun diramaikan pernak-pernik berwarna yang sama dengan bendera kita.Satu minggu sebelum hari besar, tepatnya tanggal 10 Agustus,
SCENARIO"Tak ada yang namanya kebetulan di dunia ini. Semua mengikuti skenario yang ada. Entah memang skenario dari Semesta atau skenario yang dia rancang sendiri."✈✈✈Suara yang bersumber dari benda elektronik memecah keheningan di ruangan besar ini. Bila tak ada benda tersebut mungkin suara jangkrik di luar akan terdengar sampai ke dalam rumah. Rumah bertingkat dua itu memang terlihat sunyi. Hanya berpenghuni satu keluarga yang terdiri dari tiga orang.Seorang gadis duduk di atas sofa empuk. Menghiraukan benda di depannya berbicara sendiri. Seakan tak ada artinya benda itu menyala. Dia sedang sibuk. Matanya tak henti mengawasi telepon rumah yang terletak di atas meja. Berharap ada dering panggilan dari seseorang.Wanita yang duduk di samping meliriknya gemas. Anak semata wayangnya itu memasang muka kecut dengan bibir manyun. Kedua tangannya melipat di depan.&nbs
ABILITY"Tuhan menciptakan manusia dengan kemampuannya masing-masing. Kamu hanya perlu mengeksplorasi diri untuk mengetahuinya."✈✈✈Ketika tujuh belasan, beberapa instansi melakukan kegiatan upacara untuk memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia. Namun yang paling utama dan dihadiri tokoh-tokoh penting adalah upacara yang dilaksanakan di Istana Negara. Diinspekturi Pemimpin Negara yang menjabat di tahun 2005, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono bersama wakilnya Bapak Jusuf Kalla, menyelenggarakan Hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-60 tahun. Tentunya upacara ini akan diliput langsung oleh stasiun televisi di Indonesia, baik stasiun televisi negeri maupun swasta.SMA Bakti Nusa turut berperan andil. Seluruh warga sekolah wajib berkumpul di lapangan terlebih dahulu untuk mengikuti serangkaian upacara di hari istimewa ini. Mereka mengenakan seragam sekolah dengan atribut lengkap, mulai dari topi, dasi,