Share

Chapter 7

Author: nrs_putriy
last update Last Updated: 2021-07-29 11:58:31

LOVE SONG

"Ketika seseorang memintamu mendengarkan suatu lagu, maka dengarkanlah. Karena pada lagu itu tersimpan makna tersirat untukmu."

✈✈✈

Andin mendecis sebal. Kebisingan dari barisan belakang sungguh mengganggunya. Berani sekali mereka berbuat onar kala sesi amanat. Apalagi yang menjadi amanat saat ini adalah Ibu Nis, guru yang sangat dihormati.

Andin melirik barisan yang terdiri dari satu orang, itu adalah barisan ketua kelas. Tampaknya Arya tak terganggu dengan kebisingan di barisang belakang. Tentu saja karena jaraknya cukup jauh. 

"Siapa sih yang ribut di barisan belakang?" keluhnya.

Meysa melirik ke belakang. Mendapati empat cowok duduk mengapar di lapangan ini. Apa yang sedang mereka lakukan? Apa kalian dapat menebaknya?

Beberapa kartu berciri khas gambar koi tergenggam di masing-masing tangan. Tidak, ini bukanlah perjudian. Mereka memainkannya untuk kesenangan semata.

"Astaga." Meysa memutar kepalanya menghadap Andin.

"Kenapa?"

"Lagi upacara gini mereka malah main kartu di belakang."

"Hah?" kejut Andin. Dia langsung berbalik untuk membuktikan fakta yang ada.

Andin menilik seseorang mengenakan topi sekolah terbalik yang jarang sekali dia temui di kelas. Bahkan Andin berpikir jika dia adalah siswa baru di IPA-4.

"Sya, gue baru lihat cowok itu. Siswa baru?"

"Gue juga baru lihat."

Seorang siswi yang baris di belakang Andin berpaling menghadap biang keributan. Kepalanya menggeleng pelan usai mengetahui tingkah Empat Perewa. "Asep, diem!" suruh siswi itu. Jari telunjuknya menempel di depan bibir tipis.

"Oke." Cowok itu menunjukkan ibu jari padanya.

Bukan ketenangan yang ditawarkan, dia justru masih berkutik dengan permainan kartu. Mereka masih saja lanjut. Semakin lama keributan itu semakin jadi.

Andin dan siswi di belakangnya sama-sama mengawasi seorang wanita berseragam putih-hitam. Wanita itu berkacak pinggang di tempatnya. Menatap tajam empat siswa yang biasa berlangganan dengannya.

"Sep, berhenti! Ada Bu Ulfa," peringatnya terakhir kali. Dia gugup untuk menoleh karena wanita itu telah berdiri di belakang barisan kelasnya.

"Sekarang giliran siapa?" tanya cowok berambut gondrong. Sepasang mata sibuk menilik satu per satu kartu di tangannya.

"Giliran saya," celetuk seseorang di belakangnya.

Aneh sekali. Tak ada yang menyadari siapa yang menyahut ucapan Asep. Mereka serempak menghadap seseorang yang berdiri di belakang Asep. Seorang wanita berwajah sangar menatap sinis dengan tangan menyilang di bawah dada.

Semuanya tampak mati kutu kecuali Asep. Hanya dia sendiri yang belum menyadari. Tatkala dia menoleh ke belakang, dia tersentak kaget sampai melompat kecil di tempatnya. "Astaghfirullah."

"Antonio Septhian," ucapnya bernada panjang, "kamu lagi yang berbuat ulah."

Tanpa basa-basi Ulfa langsung memelintir telinga kirinya. Bahu cowok itu refleks menaik. "Aduh... sakit, Bu," ringisnya.

Bukan hanya Asep yang mendapat rezeki nomplok, ketiga temannya pun mendapat perlakuan yang sama. Dengan begitu kedudukan menjadi adil, bukan?

Beberapa pasang mata kini menjadikan mereka titik fokus. Semuanya berpaling menghadap belakang, menghiraukan seseorang berkicau di belakang mimbarnya.

"Apa yang kalian lihat? Cepat hadap ke depan!" tegas Ulfa pada seluruh peserta didik yang sempat menjadikannya bahan tontonan.

Andin dan Meysa bergidik ngeri. Ulfa memang dikenal sosok guru yang beringas dan pemarah. Maka tak mengherankan dia disegani banyak orang, kecuali Asep. Ralat. Antonio Septhian.

"Maju ke depan sana!" titah Ulfa. Dia menunjuk barisan di samping paduan suara.

"Ayo, pergi kalian!" seru Asep. Dengan percaya diri dia mengarahkan temannya, seolah dia tak terlibat.

"Kamu juga, Asep!" Ulfa menatap tajam si biang masalah itu.

Dalam posisi terpojok Asep menyempatkan diri untuk tertawa. Meski canda tawa itu sangat canggung dan hambar. Lalu dia berlari menyusul ketiga temannya ke tempat yang diperintahkan Ulfa.

Puluhan pasang mata menyambut kedatangan empat siswa itu. Mereka berbisik membicarakan penampilan Asep dan rekannya. Sebetulnya barisan ini khusus untuk peserta didik yang tidak memakai atribut lengkap. Sedangkan Empat Perewa itu memakai full set mulai dari kaos kaki sampai topi sekolah. Hal inilah yang menjadi perbincangan hangatnya.

✈✈✈

Ruang seni menjadi kunjungan utama Andin setelah bel istirahat bergema. Hanya dia sendiri di ruangan kecil itu. Dia begitu larut memandangi sebuah kanvas di easel.

Lukisan itu hampir selesai. Tinggal membubuhkan beberapa warna lagi untuk memberikan kejelasan. Kali ini dia melakukannya tanpa melihat angsana. Bunganya telah gugur akibat hujan kemarin.

Andin tak menyadari bila seseorang berdiri di ambang pintu. Manik matanya larut memandangi lukisan indah dari hasil tangan Andin. Otot sekitar bibirnya refleks menarik hingga membentuk suatu lekukan tipis. Dia tersenyum.

"Ga, lo ngapain?" sahut temannya.

Andin berpaling mendengar suara yang tak dikenali, mendapati tiga cowok memperhatikannya. Andin memasati lama salah seorang. Cowok itu yang mengantarnya pulang kemarin.

Dia tersenyum samar. Entah gugup atau malu karena tertangkap basah. Satu tangan menggaruk tengkuk leher yang tak gatal. Agaknya dia salah tingkah.

Andin membalas dengan senyuman canggung. Belum terlalu mengenal seseorang yang dia ketahui namanya Dirga. Tak lama cowok itu pergi bersama kedua penguntit yang senantiasa di belakangnya kapanpun dan dimanapun bagai pengawal. 

Andin masih menghadap sana. Memandang kosong ambang pintu dengan secuil pikiran membebani otaknya. Betul apa yang diucapkan Dirga kemarin, mereka berjumpa lagi hari ini seakan dunia begitu sempit. Ralat. Sekolah ini yang sempit.

Andin kembali sadar dari lamunan kala seseorang berdiri di ambang pintu. Bukan, dia bukan cowok yang tadi. Di sini Andin tersenyum paling dulu menyambut kedatangannya.

"Gue kira lo di perpustakaan," ungkapnya. Dia berjalan gagah mendekati Andin.

Andin tak memberi respons sama sekali. Dia begitu larut memandangi seseorang mengenakan earphone putih. Cowok itu tengah mendengarkan musik melalui mp3 player  jadul dilengkapi USB.

Arya duduk di sampingnya. Menatap Andin bingung karena sedari tadi diam tak berkutik. "Din, lo ngelamunin apa?" Arya melambaikan tangannya di hadapan Andin.

Andin mengerjapkan matanya cepat. Sepasang mata kini saling berjumpa. "Lo ngelamunin apa?" tanya Arya sekali lagi.

Andin menggeleng. Buru-buru dia mengalihkan pandangan ke kanvas dan melanjutkan aktivitas melukisnya.

Arya tersenyum memandangnya. Dia mengambil earphone sebelah kanan dan memberikannya pada Andin.

"Apa?" tanya Andin. Bingung.

"Dengerin lagunya, Din." Arya menganggukkan kepala mengikuti lantunan lagu yang diputar.

Andin mengambil earphone itu dan memasangnya di telinga kiri. Dia menatap kosong keramik putih sambil mendengarkan lagu.

♪Betapa sempurna dirimu di mata hatiku

♪Tak pernah ku rasakan damai sedamai bersamamu

♪Tak ada yang bisa yang mungkinkan mengganti tempatmu

Andin mengetahui lagu ini. Lagu ini dirilis grup vokal Tangga di tahun yang sama berjudul "Hebat". Salah satu lagu yang banyak digandrungi anak-anak muda.

♪Jantungku bergerak cepat

Sama seperti yang Andin rasakan, jantungnya berdetak di atas normal. Sangat cepat.

♪Semua yang berat bisa lewat

Hari-hari berat yang dia lalui terasa ringan ketika bersamanya. Semua keluhan hilang hanya dengan melihat wajahnya.

♪Inikah cinta yang sejati, cinta

Andin memandangnya dalam. Melihat wajah Arya dalam jarak dekat seperti ini berhasil merombak suasana hatinya. Andin bahagia. Bahkan lebih dari itu jika harus dideskripsikan.

Lalu mata mereka saling berjumpa. Iya, Arya juga berpaling memandangnya. Sepasang mata antara dua insan bertaut cukup lama.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • 10 Years Ago   Chapter 45

    ANOTHER SIDE“Bersyukurlah atas apa yang Tuhan takdirkan untukmu. Kamu tidak akan pernah tahu bahwa orang di luar sana menginginkan hidup sepertimu, sedangkan kamu tidak mensyukurinya.”✈✈✈Minggu, 8 Januari 2006Mentari pagi membawa pesan baik kepada semua orang, bahwa hari ini adalah hari yang indah untuk melakukan segala aktivitas. Meski hanya ada satu mentari, dia dapat menemani kita kapan pun dan dimana pun.Andin memperhatikan suasana di sekitarnya dari balik jendela mobil. Para pejalan kaki, para pemotor, para pemobil, para penjual koran, dan yang lainnya telah berperan baik seperti yang Tuhan amanahkan.Mobil sedan itu memperlambat laju hingga menepi di pinggir jalan. Kendaaraan itu berhenti tak jauh dari seorang pedagang yang pernah dia temui beberapa waktu lalu."Kita turun dulu," titah seseorang di sampingnya. Pemilik perut buncit itu membuka sabuk pengaman dan keluar dari mobil.Sejenak Andin melihatnya memberi lambaian tangan pada pedagang itu. Kemudian dia membuka pintu

  • 10 Years Ago   Chapter 44

    NEW YEAR “Semua orang memiliki harapan yang ingin dicapai setiap tahunnya. Dan semoga Semesta mempermudahmu mencapai harapan itu.” ✈✈✈ Ini adalah malam terakhirmu, 2005. Melewati 365 hari dengan rasa duka dan rasa cita. Kami merasakan tumbuh, gagal, lalu bangkit, dan berakhir dengan keberhasilan. Perjalanan panjang itu terasa begitu cepat dan singkat. Rasanya seperti kemarin kami menyambutmu di malam pergantian tahun. Di tahunmu, kamu mempertemukanku dengan seseorang yang baik. Dia mengalihkan semua orang, menjadi pusat perhatian, dan dia juga berhasil meleburkan benteng pertahanan ini. Hanya saja ada satu hal yang mengundang benci, kamu tak membiarkan dia untuk dimiliki. Mungkin tugasmu hanyalah mempertemukan. Lalu kamu menggantinya dengan seseorang yang baik pula. Dengannya rasa bahagia terus mengalir dalam jiwa, mengobati harapan yang telah pupus, dan menumbuhkan kembali harapan baru dengannya. Memang awalnya menentang. Namun semakin hari keputusan itu berubah. Mene

  • 10 Years Ago   Chapter 43

    YOU“Kepadamu yang selalu ada di sampingku, mengisi hari indahku, aku tak bisa lagi menyangkal perasaan ini. Apa yang dikatakan Dewa 19 dalam lagunya benar-benar terjadi padaku, bahwa aku telah mencintaimu.”✈✈✈Riuh suara menggema di dalam gedung berukuran besar. Dua kubu bersahut memberi semangat kepada temannya yang bertanding. Ratusan kertas karton berwarna putih dan merah terbentang di setiap sudut. Warna itu sebagai simbol atau penanda, putih untuk SMA Bakti Nusa, sedangkan merah untuk SMA Gadjah Perkasa.Andin sedikit mengangkat kepala. Manik mata menangkap ratusan orang di sekelilingnya. Mereka duduk di kursi penonton yang berada di atas. Tidak seperti dia yang duduk bersama tim cadangan basket.Lalu manik matanya berpindah pelan ke bawah. Menangkap sosok cowok jangkung berseragam basket dengan nomor punggung 14. Di kepalanya melingkar sebuah benda berwarna putih, menyamakan dengan warna seragamnya.Anak basket sering memakainya ketika bermain. Selain untuk menambah tampilan,

  • 10 Years Ago   Chapter 42

    SOMEDAY“Suatu hari nanti kamu akan menyadari bahwa orang yang layak kamu pilih adalah orang yang selalu ada di sampingmu."✈✈✈"Milo, lihat kamera ini sebentar aja," pinta seorang gadis dengan rambut dicepol. Kamera digital di tangannya mengarah pada seekor kucing berwarna hitam.Milo merealisasikan permintaannya. Kucing itu menoleh dan menatap lama kamera. Andin tersenyum menatap layar. Satu jarinya menekan tombol shutter untuk mengambil gambar.Andin melihat hasil foto dengan menunjukkan lekukan tipis di bibirnya. Dia tersenyum sangat lama. Milo terlihat sangat menggemaskan.Lalu Andin menaruh kameranya di atas meja. Sudah saatnya dia berhenti mengambil foto Milo. Dia pun mendaratkan tulang duduknya di atas sofa. Manik mata fokus pada kucing hitam di sampingnya.Satu tangan membelai rambut halusnya. Kucing itu terlihat sangat senang. Andin terkekeh melihatnya. Sesekali Andin melakukan hal jahil dengan mengacak rambutnya. Lantas Milo langsung menatapnya sinis dan bersiap untuk mener

  • 10 Years Ago   Chapter 41

    YOUTH“Nikmati masa muda dengan mengisi harimu bersama teman atau pun seseorang yang istimewa di hatimu. Penuhi masa ini dengan kebahagiaan, jauhkan sesuatu yang dapat merusaknya.”✈✈✈Seluruh peserta didik berbaris rapi sesuai barisan kelasnya masing-masing. Ribuan pasang mata fokus memperhatikan seorang wanita berdiri di belakang mimbar. Dia berbicara seorang diri di sana. Menyampaikan suatu pengumuman, tak lain mengenai hari libur semester gasal. Jangka waktu libur semester ini tak pernah lebih dari dua minggu. Setelah pengumuman selesai dia turun dari sana. Membiarkan pihak OSIS mengambil alih untuk mengumumkan hasil kegiatan class meeting yang telah diselenggarakan dua hari berturut-turut.Salah satu panitia yang bertugas menyebut kelas pemenang dari setiap lomba. Dari cabang olahraga futsal dia menyebut kelas X IPA-4 sebagai juara pertama. Lantas anak kelas itu langsung bersorak menyambut kemenangan. Mereka melompat girang dan saling merangkul. Ada beberapa kelas lain juga yan

  • 10 Years Ago   Chapter 40

    YOUR PRESENCE“Kehadiranmu berhasil mengubah duniaku, membawaku menuju versi yang lebih baik."✈✈✈Sudah kesekian kali dia menoleh ke kanan. Memandangi seseorang yang sekali pun tak pernah melihatnya. Siswi itu larut menyaksikan pertandingan futsal bersama teman kelasnya.Dia menghela napas berat. Harapannya pupus untuk meminta dia datang dan menyemangatinya di pertandingan final nanti. Dia pun menyadari bahwa tak lama lagi pertandingan segera dimulai. Menghitung detik-detik terakhir saja.Manik matanya beralih tatkala mendengar derap langkah seseorang dari arah depan. Seorang cowok mengenakan seragam basket melangkah menujunya."Muka lo kenapa kusut gitu," celetuk Guntur. Dia duduk di samping Dirga dan merangkul lehernya.Dirga memalingkan wajahnya ke kanan. Kali ini dia mendapati Andin tengah tertawa lepas. Dia begit

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status