Share

04. Melindungi Caroline

"Baru surat pertama saja sudah gagal."

Luke hanya cemberut sambil memijat kakinya. Cahaya itu sedari tadi terus berputar di kamarnya sembari mengulang kalimat yang sama.

"Sulit sekali berlari di tubuh yang hanya ada tulang tanpa daging!" kata Luke tidak mau kalah.

"Waktu untuk tugas ini hanya 3 hari. Jika pada hari ketiga Anda tidak berhasil, maka Anda akan mendapat hukuman."

Mata Luke langsung membulat. "Sejak kapan ada waktunya? Aku tidak melihat ada—"

Ucapan Luke terhenti saat kertas yang ada di dalam lemarinya itu melayang, lalu berhenti tepat di depan matanya.

"Perhatikan baik-baik di sudut kiri surat ini. Ada waktunya, bukan?"

Luke mendecih dengan wajah kesal. Bisa-bisanya ia tidak melihat hal tersebut. Padahal itu salah satu yang paling penting.

"Menyebalkan!" kata Luke sembari mengusap wajahnya dengan kasar.

Luke mengintip keluar jendela. Langit malam nampak cerah. Sorot matanya menajam, secepat mungkin ia kembali mengganti pakaian dan mengenakan sepatu.

"Anda mau pergi ke mana, Ksatria Luke?" tanya cahaya itu sambil terus mengikuti Luke sampai ke depan pintu.

Luke tidak menjawab. Ia berlari kecil menelusuri lorong bangunan mewah tersebut. Hingga tanpa sengaja ia bertabrakan dengan Caroline di pintu keluar. Untung saja reflek cepatnya berhasil menangkap gadis tersebut.

"Pakai matamu!" seru Caroline.

Luke tidak menjawab, ia sibuk menetralkan detak jantungnya yang begitu cepat karena terkejut. Secepat mungkin ia mundur dan menjauh. Biasanya Caroline akan melakukan serangan tidak terduga.

"Apa yang kau lakukan tengah malam di luar ruangan seperti ini?" tanya Luke.

Caroline diam, namun Luke bisa melihat kedua tangan gadis itu disembunyikan ke belakang.

"Aku mau ke kamar," katanya.

Luke mengangguk pelan sambil tersenyum. "Baiklah, kalau begitu hati-hati."

Saat Luke hendak pergi, sebelah tangannya ditahan oleh Caroline. "Tunggu! Kau mau ke mana?"

"Olahraga," jawab Luke cepat.

Caroline dengan ragu mulai menunjukkan sebuah tas kecil yang dibawanya. Lalu ia menyodorkan benda tersebut ke arah Luke.

"Tolong buang itu!" ujar Caroline sambil berlari.

Luke memandangi punggung Caroline yang mulai menghilang dengan perasaan bingung. Ia membuka tas yang diperintahkan untuk dibuang. Ternyata di dalamnya ada banyak obat-obatan dan ... sebuah surat.

Secepat mungkin Luke membuka surat itu karena penasaran. Senyumnya langsung terbit setelah membaca isi surat tersebut.

Sebab, hanya ada satu kata di dalamnya.

Bodoh!

~~~

Matahari mulai terbit, namun Luke masih ada di taman. Ia tengah memijat kakinya dengan minyak yang hangat. Entah sudah berapa kali percobaan ia berlari di sana. Namun masih belum berhasil.

"Tuan Joan! Anda harus beristirahat!" seru Elle yang berlari kecil ke arahnya dengan cemas.

Luke langsung bangun, kakinya sudah mulai mati rasa. Ia tidak banyak protes saat wanita itu mulai memukul bahunya berulang kali.

"Kenapa Anda tidak istirahat, Tuan? Bagaimana kalau Nona Caroline tahu? Saya yang akan dimarahi habis-habisan!" oceh Elle tanpa menghentikan pukulannya.

Luke meringis sambil tersenyum. "Memangnya Caroline bisa melakukan itu pada Suster?"

"Tentu saja! Nona Caroline tidak membeda-bedakan pekerjanya. Bahkan Nona memperlakukan Tuan sama seperti pekerja lainnya."

Luke terdiam sejenak. Ia kembali duduk di atas rerumputan taman. Sebelah tangannya menepuk tempat di sampingnya seolah mengisyaratkan Elle untuk duduk.

"Sebenarnya, Caroline itu menganggapku apa sih?" tanya Luke.

"Tentu saja tunangan," jawab Elle yang sudah duduk di samping Luke.

Luke menggeleng. "Tapi aku tidak merasa begitu. Caroline seperti membenciku."

Elle tidak menjawab. Ia tahu semua keadaan luar dan dalam keluarga pemilik TIOR Company. Sebab ia sudah bekerja sejak berusia 10 tahun hingga saat ini usianya ada di pertengahan 40 tahun. Ia tahu tentang Joan dan orang tuanya. Ia juga tahu alasan mengapa Caroline bertunangan dengan Joan. Namun ia memilih untuk bungkam.

Elle langsung tersadar dari lamunannya saat Luke menyentuh bahunya. Pria itu tersenyum tipis dan tentunya membuat Elle merasa nyaman.

"Anda tidak perlu menceritakan apa pun, Suster. Sekarang kita kembali saja ke dalam sebelum orang tua Caroline datang," kata Luke.

Elle mengangguk pelan sambil mengikuti langkah Luke. Matanya seperti menerawang masuk ke dalam pria yang ada di depannya tersebut.

"Anda berubah, Tuan Joan. Anda seperti orang asing."

~~~

Saat berniat mengambil pakaian dari lemari, tiba-tiba saja Luke kembali melihat surat melayang. Ia mendecak kesal, namun dengan terpaksa mengambil benda tersebut. Padahal tugas pertamanya belum selesai, tapi sudah datang surat tugas yang baru.

Berdiri di samping Caroline selama satu hari. Lindungi dia dari semua bahaya.

Luke mengerutkan dahinya. "Bahaya seperti apa yang bisa mendekati tuan putri dengan banyak pengawal seperti dia?"

Ia melirik ke arah sudut surat dan melihat waktunya. Tidak sampai berhari-hari, hanya 2 jam. Secepat mungkin Luke mengambil kemeja dan celana bahan dari lemarinya. Tanpa membuang banyak waktu, ia berlari keluar kamar untuk mencari keberadaan Caroline.

Luke berhasil menemukan gadis itu di taman. Untuk saat ini ia hanya akan memerhatikan Caroline dari kejauhan. Sebab jika didekati sedikit saja, pasti dia akan pergi.

Setengah jam berlalu, Luke mulai bosan mengamati dari kejauhan. Terlebih tidak ada satu pun bahaya yang mendekat. Jelas saja, ada lebih dari 20 orang di sekitar gadis tersebut.

Luke melirik jam tangannya. Ia merasa sangat haus duduk di rumput dengan terpaan sinar matahari sedari tadi. Namun saat ia berbalik, tiba-tiba terdengar suara jeritan.

Matanya melebar begitu melihat lebih daei setengah pengawal Caroline sudah tergeletak bersimbah darah. Secepat mungkin Luke berlari ke arah gadis tersebut. Namun bodohnya ia tidak membawa apa pun selain tubuh kurus keringnya.

"Joan!" seru Caroline begitu melihat Luke sudah berdiri di depannya.

Luke mengamati sekitar melalui ekor matanya. Tidak terlihat pergerakan apa pun. Bahkan dedaunan terlihat sangat tenang.

Siapa yang bisa melakukan pembunuhan seperti ini? batin Luke.

Tiba-tiba saja dari arah belakang, Luke bisa merasakan angin cepat mengarah padanya. Secepat mungkin Luke mendorong Caroline menjauh. Sementara ia berguling ke arah lain.

Jleb!

Sebuah belati menancap di salah satu pohon yang ada di depan meja taman tersebut. Luke sontak berbalik, berusaha mencari orang yang melakukan itu. Kali ini ia menemukan sosok berjas hitam di balik pepohonan nampak sedang bersembunyi.

Ia melirik ke arah Caroline yang nampak ketakutan. Dari arah lain, ia juga melihat ada benda yang melesat cepat ke arah gadis tersebut.

"Ah, sialaaan! Tubuhku sulit sekali diajak bergerak!" kata Luke sembari berlari ke arah Caroline.

Waktu kurang beberapa menit lagi sebelum tugas itu berakhir. Untuk kedua kalinya, belati lagi. Benda itu melesat tepat ke arah wajah Caroline.

Jleb!

"U-ukh!"

Mata Caroline membulat saat melihat Luke terjatuh ke tanah. "Jo-Joan!"

"Syukurlah kau bisa selamat," ujar Luke.

Sebelum pandangannya kabur, ia menyempatkan diri untuk melihat jam tangan. Sudah lebih 2 menit. Senyumnya merekah, melindungi Caroline menjadi tugas pertamanya yang selesai.

"Kurang 99 tugas lagi," gumam Luke sebelum kesadarannya menghilang.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status