Saat Aluna melangkah mendekati baskom plastik dengan udang yang berceceran di dekatannya, dia menoleh ke arah kiri melihat sebuah bayangan yang tampak seperti bergerak tergelepar seperti ikan yang kehabisan oksigen. Setelahnya kucing itu tidak bergerak sama sekali.
"Re-Revaan!" teriak Aluna melengking keras seakan membuat rumah itu bergetar. Revan yang baru keluar dari kamar mandi dengan handuk kecil di kepalanya sampai kaget.
"Ada apa sih? Pagi-pagi sudah teriak-teriak. Bikin orang jantungan saja," celetuk Revan.
"Ini loh, Van," tunjuk Aluna ke bawah kolong meja. Mata Revan langsung turu ke bawah melihat ada apa gerangan di sana.
"Iya, aku lihat ada kucing di bawah kolong," sahut Revan lalu membalikkan badannya.
"Van!" panggil Aluna tegas. "Bukan itu yang aku maksud. Ada yang aneh dengan kucing ini. Coba deh, kau ke sini dan melihatnya sendiri," tutur Aluna.
Revan k
Rencana yang sudah dirancang oleh Aiptu Anang akan dilakukan oleh Aluna besok pagi. Mungkin dia akan melihat reaksi kaget dari si tukang sayur ketika melihat dirinya dalam keadaan sehat.Aluna mendudukkan dirinya di karpet ruang depan. Gadis itu menarik napas panjang dan melirik ke arah Revan yang tengah sibuk dengan laptopnya. Revan terlihat sangat fokus menatap layar laptopnya dan jemari tangannya terus bergerak.Dia kembali mendongak ke atas menatap langit-langit plafon eternit. Pikirannya kembali menerawang saat dirinya masih di Belanda. Aluna mengingat kenangan bersama dengan Alena, Revan, dan Bagas.Apakah aku boleh mengeluh? batinnya dalam hati mengingat kenangan semuanya. Menangis pun tidak akan mengembalikan semuanya.Jujur, aku sudah capek dengan ini semua. Tapi, aku tetap harus bertahan dan mengungkap semua kebenarannya. Ini semua demi Alena dan Bagas.
"Bagaimana ini?" Aluna memperhatikan ikan nila yang ada di depannya. Dilema antara bingung untuk memakannya atau akan dibuang. "Apa kita akan makan ini?" "Kalau kau ragu, coba praktikkan lagi," sahut Revan dari ruang depan. "Apanya yang mau dipraktikkan dan siapa yang ikhlas menjadi kelinci percobaan?" tanya Aluna. "Nah, di belakang rumah banyak kucing liar. Coba saja kasih beberapa potong pada mereka. Kalau setelah memakannya kucing tersebut baik-baik saja, berarti ayam itu aman untuk kita makan. Namun jika kucing itu langsung kejang-kejang, berarti tidak aman untuk kita makan. Jadi, buang saja. Beres 'kan?" "Masa iya kucing dijadikan kelinci percobaan, Van?" "Lalu kau maunya manusia yang jadi kelinci percobaannya?" Aluna melengos mendengarkan kata-kata Revan. Akhirnya dia mengikuti apa kata Revan. Gadis cantik itu mengambil beberapa potong ayam dan membawanya ke sa
Mendapat panggilan dari Revan, Aiptu Anang segera melaju ke rumah si kembar. Setelah sampai di rumah Aluna, polisi muda segera mengecek cumi-cumi yang sudah Aluna masukkan ke dalam baskom plastik. Revan pun menceritakan gerak-gerik si tukang sayur itu. Aiptu Anang memutuskan cumi-cumi itu akan dia bawa ke laboratorium kantornya. Mereka bertiga memutuskan untuk memberi sebuah hadiah pada kang sayur. Sepertinya tukang sayur menjelma menjadi pemuda yang misterius yang membuat Aiptu Anang penasaran. Dia mempunyai rencana akan membuntutinya esok hari. Lebih tepatnya Aiptu Anang ingin tahu siapa dalang dibalik semuanya ini dan anak buah siapa dia. Kalau dugaan Anang tidak meleset, berarti sebentar lagi dalang dari kasus kematian Saraswati akan terungkap. Hasil yang didapat oleh Aiptu Anang dari laboratorium kantornya juga sama persis dengan yang kemarin. Tentu saja ini membuat polisi muda itu semakin semangat dalam mengusut tuntas kasus yang p
Dia mengendarai mobilnya begitu kencang, mencoba menghindari kejaran polisi. Namun, keberuntungan tidak berpihak padanya. Mobil yang dia tumpangi sudah terkepung, bahkan sempat tergelincir karena hampir melarikan diri.Beruntung, Aiptu Anang berhasil menembak salah satu kakinya hingga dia tersungkur jatuh. Jika tidak dia akan melarikan diri lagi. Akhir dari seorang tukang sayur yang berusaha untuk meracuni Aluna dan Revan. Apa motif-nya?Aiptu Anang membawa si tukang sayur, tepatnya Rahmat namanya ke Kantor Polisi untuk diperiksa lebih lanjut. Ternyata setelah sampai kantor pun dia tetap bungkam seribu bahasa. Berbagai cara telah dilakukan oleh Aiptu Anang hingga kekerasan pun dia lakukan hanya untuk membuat Rahmat membuka mulutnya.Namun, usaha yang dilakukannya tidak membuahkan hasil. Kini, semua harus memutar otak untuk menginterogasinya. Pada akhirnya semua dibuat kaget dengan keputusan yang diambil Rahmat. Entah apa y
Aluna mulai bisa mengingat si pemilik tatto kecil bergambar tengkorak tersebut. Ya, tatto itu sangat mirip dengan tatto yang dimiliki oleh si tukang sayur. Aluna mulai berpikir tentang siapa dia? Hal itu masih menjadi teka-teki karena hilal juga belum terlihat dengan jelas. Namun, satu demi satu pasti akan terungkap dengan jelas dan takbir kebenaran akan terlihat. Setelah acara tiup lilin, Aluna duduk di samping tubuh saudara kembarnya. Ditangannya tergenggam sebuah kotak perhiasan yang akan diberikan untuk Alena. "Len, aku berakhir membeli barang yang kau impikan selama ini. Kalung couple dolphin itu sudah ku beli. Aku berharap kau bisa cepat siuman dan kita bisa bersenang-senang lagi. Len, aku kangen ...." Air mata tampak lolos dari pucuk mata Aluna. Dia benar-benar sedih melihat Alena yang terbaring di atas ranjang. Aluna membuka kotak perhiasan tersebut. Dia mengeluarkan sepasang
Jantung Revan berdegup tidak karuan, matanya tidak bisa lepas dari sosok tubuh yang tengah merangkak menempel di dinding kamar Aluna. Revan tampak mematung, ingin berteriak memanggil nama Aluna. Namun, tenggorokannya serasa tercekik dan tidak bisa mengeluarkan suara.Sosok hantu berbalut dress warna merah dengan rambut acak-acakan dan mata menyala merah terus merangkak sampai ke atas. Dia merangkak ke sana dan kemarin, lalu berhenti tepat di depan Revan. Setelah itu dia menghadapkan kepalanya ke bawah dan mendongak menatap tajam ke arah Revan.Revan kaget dan detik itu juga, dia berhasil menelan saliva-nya sendiri dan pada saat yang bersamaan sosok hantu itu meloncat ke arah Revan. Pemuda itu kaget dan otomatis menjerit kencang. Aluna kaget dan terbangun dari tidurnya ketika mendengar suara teriakan lantang dari Revan malam itu."Van ... Revan!" Aluna mencoba menyadarkan Revan yang berteriak seperti orang
Hujan turun dengan lebatnya. Gemuruh petir menyambar-nyambar layaknya seorang sniper sedang membidik sasaran targetnya berkali-kali. Sebuah rumah besar dengan salah satu ruang kamar di lantai atas masih menyala. Si pemilik kamar sedang terjaga pada saat itu. Malam sudah mulai larut, seorang pria tengah duduk di sebuah sofa menghadap ke arah jendela. Dia menatap hambaran petir yang menyambar.Jejak telapak kaki terlihat jelas menapaki lantai demi lantai. Bekas telapak kaki kecil itu perlahan menaiki anak tangga menuju lantai atas. Sosok anak kecil dengan pakaian basah dan kaki yang penuh dengan lumpur tanah berdiri di depan sebuah pintu. Tangan kanannya tampak menggenggam sesuatu. Tangan kirinya terangkat ke atas dan mengayunkannya ke depan.Tokk! Tokk! Tokk!Ta
Malam yang sangat mencekam bagi Aluna saat itu. Dia harus melihat langsung wajah dari hantu penunggu rumah tersebut. Wajah-wajah yang mengerikan dan bertebaran aroma amis darah. Seorang hantu anak kecil laki-laki berkepala buntung dan seorang lagi hantu bergaun merah dengan ikatan taki merah di mulutnya. Apakah kedua hantu ini saling terikat?Memang terlihat sangat ironis melihat penampakan hantu anak laki-laki kecil tersebut. Usianya masih dibilang sangat belia, sekitar 12 tahun, tapi sayang dia harus sudah meninggalkan dunia ini dalam keadaan yang mengenaskan. Hantu anak kecil yang selalu muncul dan mengganggu Aluna serta Revan ini, ternyata hanya ingin memberitahukan dan meminta tolong pada Aluna dan Revan.Malam telah berganti dengan pagi, suasana horor yang sering kali dirasa ketika malam tiba terganti sudah dengan suasana yang hangat dan cerah. Namun, bagi Aluna dan Revan baik pagi, siang, sore, ataupun malam semua sama saja. Tidak a