Ezra berdiri di bawah jendela ruang tidur utama bersama Teddy. Tangan kanannya memegang gelas kristal cantik. Aroma anggur yang tajam menyerbu masuk ke hidung setiap orang yang berada di kamar tidur ini. Sambil menggoyangkan pelan gelasnya, pria tampan itu pun menoleh ke arah Zoya yang masih juga tertidur."Menurut kamu, apa Zoya akan menerima kehadiran aku?" tanya Ezra sambil melemparkan pandangannya ke arah Zoya. Seolah tak percaya dengan dirinya sendiri, dia tak ingin membohongi Zoya."Tuan, apa Anda meragukan rencana kita?" Teddy tidak ingin tuannya gagal dan mundur dari rencana yang sudah dia buat jauh-jauh hari. "Sejak kapan hati Anda begitu lemah menghadapi seorang wanita?"Ezra menengguk habis anggurnya. Lalu, tersenyum tipis ke arah Teddy."Ya, aku nggak pernah kalah dengan wanita manapun. Tapi, Zoya berbeda." Ezra memberikan gelas kosongnya pada Teddy. Dia berjalan meninggalkan asistennya. "Kamu bisa pergi sekarang! Sebentar lagi, Zoya akan buka matanya.""Kalo gitu, s
"Tu—Tuan Jac," tegur Felix. Dia mengamati tuannya yang belakangan ini hobi melamun. Jacquil Brayden Zander adalah identitas terbaru Aldebaran Kellendra yang dibuatkan detektif Lingling. Itu artinya, mulai saat ini seluruh anak buah Aldebaran akan menyebut dirinya dengan nama baru."Tuan Jac!" panggil Felix sekali lagi.Felix menepuk pelan bahu kiri Aldebaran."Aaargghhh!" Aldebaran meringis kesakitan. Dia memegang bahu kiri yang tadi ditepuk Felix.Melihat respon tuannya yang kesakitan, seketika membuat Felix merasa bimbang.Dia cepat-cepat meminta maaf agar tuannya tidak tersinggung."Maafin saya, Tuan. Saya berulang kali panggil Anda, tetapi sepertinya Anda sedang mikirin sesuatu," ucap Felix."Benarkah?" tanya Aldebaran yang juga terlihat bimbang."Ya, Tuan. Jadi, apa bahu Anda terluka?"Felix tidak tahu jika Aldebaran memiliki luka di bahu kiri. Oleh sebab itu dia ingin memastikannya."Ya, tapi bukan karena kamu, Felix." Aldebaran menatap Felix dengan tatapan jauh ke belakang.
Cara cepat melenyapkan musuh adalah berkamuflase menjadi bagian dari musuh itu sendiri—2 Billion Dollars.Tak ada yang bisa menduga tujuan utama Aldebaran melakukan kamuflase. Terlebih lagi, dirinya baru saja selamat dari kecelakaan maut yang merenggut lima korban jiwa. Bukan tidak mungkin jika Aldebaran mengalami luka pada tubuhnya. Namun, Aldebaran tetaplah The King yang mampu melakukan segalanya seorang diri, termasuk mengobati luka yang dideritanya."Tuan, tolong dengarkan baik-baik! Karena aku nggak akan mengulanginya dua kali." Aldebaran memperhatikan raut wajah semua orang yang sedang menatapnya dari layar ponsel. "Anda tahu kan, Tuan? Aku pernah kerja di bawah Ezra?""Terus, apa masalahnya?" tanya Sultan, tidak sabar."Si pecundang itu tau banyak hal tentangku, Tuan," sahut Aldebaran dengan nada tinggi. "Bahkan bisa dipastiin bajingan itu tau cara kerjaku."Semua orang tersentak. Penjelasan Aldebaran memang masuk akal. Sultan buka suara. "Saya akan bantu kamu.""Terima k
Felix berpikir tentang apa yang akan dia katakan kepada Sultan. Dia tidak ingin dicap sebagai pengkhianatan oleh Sultan dan dua orang lainnya. Namun, suara Aldebaran di seberang telepon membuyarkan semua pemikiran negatifnya."Felix, katakan aja apa yang sebenernya terjadi! Hanya dengan berkata jujur, kamu akan dianggap sebagai seorang manusia berakhlak. Jangan lupa, sifat dasar seorang kesatria adalah selalu berbuat dan berkata jujur.""Ya, Tuan," ujar Felix pelan. "Saya akan berkata sesuai dengan saran Anda.""Ada apa, Felix? Apa yang kamu omongin barusan?" tanya Sultan curiga. Sultan berjalan mendekati Felix yang tampak bimbang."Sebelumnya saya mohon maaf jika lancang," ucap Felix membungkukkan badan."Ngomong aja!" perintah Sultan sambil bertolak pinggang.Suasana tegang menyelimuti ruang kerja Sultan yang luas. Setiap orang bisa mendengarkan deru napas masing-masing.Dengan detak jantung yang tidak beraturan, akhirnya Felix mampu menceritakan awal mula kejadian hari itu."Pagi
Siang ini di kediaman keluarga Alexander.Semua orang berkumpul di ruang kerja Sultan. Setelah upacara pemakaman Amanda, Sultan harus menerima fakta tentang anak bungsu mereka."Saya pantas mati, Tuan." Ayu bersimpuh di hadapan Sultan dengan penuh penyesalan. Wanita dengan potongan rambut ala pria itu menundukkan pandangannya. "Demi apapun, saya rela berkorban untuk Nona dan keluarga Anda."Berakhir sudah hidup Ayu. Sebagai salah satu agent wanita yang telah dipercaya Aldebaran untuk menjaga Zoya, dia merasa gagal karena sikap kurang waspadanya. "Kalian semua, keluar!" titah Sultan.Sultan melirik istrinya yang masih menangis didampingi anak ke-2 keluarga Alexander."El dan Felix, kalian tetap di sini! Ada beberapa hal yang ingin saya diskusikan.""Ya, Tuan," sahut El dan Felix bersamaan."Ayu, cepat berdiri!" seru El. "Pergilah istirahat sama Agent Rini." El yang sangat jarang berbelas kasih, entah mengapa saat ini ia begitu memperhatikan salah satu agen wanitanya."Terima kasih,
Zoya terhipnotis saat menatap kedua mata indah pria asing itu. Dengan mudahnya dia mengikuti ajakannya. Si pria menutup pintu mobil BMW X6."Ayo jalan!" seru si pria kepada sopir."Ya, Tuan Lanzo," jawab si sopir."Tidurlah, Nona!" perintah pria bernama Lanzo."Ya, aku udah mengantuk," sahut Zoya lemah dan tak lama kemudian dia tertidur.Lanzo tersenyum puas. Dia tahu, misinya tidak akan pernah gagal. Sesuai dengan janji sang tuan, dia akan menerima upah tiga kali lipat dari biasanya jika ia berhasil membawa Zoya sebelum jam 12 siang hari ini ke kediamannya.Hampir 90 menit, Zoya berada di dalam mobil.Kini, mereka tiba di sebuah rumah besar. Pintu gerbang tinggi berwarna keemasan terbuka dengan otomatis. Mobil yang membawa Zoya masuk ke dalam sana. Suasana rindang begitu terasa ketika mobil itu melaju melewati beberapa pohon beringin yang berbaris rapi. Dua orang penjaga pintu gerbang menganggukkan kepala ketika Lanzo membuka kaca mobil dan melambaikan tangannya serta tersenyum ti