LOGINBastian Dominic menjadi suami bayaran demi menyelamatkan panti asuhan tempatnya dibesarkan. Selama pernikahan, ia dihina dan direndahkan oleh keluarga istrinya. Namun segalanya berubah saat ia dinyatakan sebagai pewaris tunggal pria terkaya di dunia. Kini, uang bekerja untuknya dan ia menggunakannya untuk membahagiakan istrinya serta membungkam semua yang pernah meremehkannya. Bastian Dominic, tidak ternilai. Uang tidak sanggup menilainya karena uang bekerja untuknya.
View More"Halo, Bastian Dominic, aku adalah ayah kandungmu, Sectio Dominic. Maafkan ayahmu ini karena baru sekarang menghubungimu..."
"Aku dulu meninggalkanmu dan ibumu, karena saat itu aku masih naif dan bodoh. Sekarang, waktuku tidak banyak lagi. Aku tidak pernah menikah dengan seorang perempuan lain dalam hidupku, dan aku tidak memiliki anak lain selain kamu. Jadi, aku memutuskan untuk mewariskan semua aset milikku kepadamu, dan kamu juga akan dipercaya sebagai Presdir dan Komisaris Utama BIG Dom Corp." "Asetku yang berjumlah 2500 triliun, semuanya akan kuwariskan kepadamu!" "Aku sudah menyiapkan seseorang yang akan membantu segala kebutuhanmu. Jika nanti kamu membutuhkan bantuan atau menemui masalah apa pun, kamu bisa menghubungi Charlie. Nomor teleponnya sudah terlampir di sini. Bastian, sampai jumpa di Jerman." Tatapan mata Bastian membeku menyaksikan sosok pria yang berdiri tegak setelah putaran video itu selesai. Dia tiba-tiba merasa sulit bernapas, hingga mulutnya harus megap-megap guna menarik banyak oksigen yang kurang. Dia sedang berada di dapur dan sedang berencana untuk memasak makanan. Tiba-tiba dia menerima surel berisi sebuah video. Dengan didorong rasa penasaran, dia pun menekan surel itu dan memutar video di dalamnya. Namun apa yang baru saja dia tonton?! Seseorang di dalam video itu mengaku sebagai ayah kandungnya, dan dia bilang hendak mewariskan padanya aset sejumlah 2500 triliun?! Entah dia yang sudah gila, atau dunia ini memang gila? Apa semua penipu sekarang akan mengiming-imingi calon korbannya dengan jumlah sebanyak 2500 triliun? Siapa juga orang bodoh yang akan percaya ini! Setelah menenangkan diri, Bastian keluar dari dapur. Dia hendak kembali ke kamarnya untuk mengambil sebuah barang. "Ah..." Begitu Bastian membuka pintu kamar, dia mendengar suara embusan napas samar dari dalam kamar mandi. Seharusnya istrinya lah yang sedang mandi di sana. Namun suara itu ada apa dengan suara itu? Dengan suara riak air yang semakin membesar, suara embusan napas yang lebih terdengar seperti sedang terengah-engah itu juga seakin menguat dan semakin memburu, terdengar begitu menyedihkan. Bastian mendengarnya dengan saksama. Dia tiba-tiba menyadari sesuatu. Napasnya pun ikut memburu, dia tak bisa menahan diri untuk berjalan mendekati pintu kamar mandi. Tiba-tiba, suara itu seperti hendak mencapai puncaknya. Dibarengi dengan desahan panjang, suara itu pun tiba-tiba berhenti. Bastian menghentikan langkahnya, namun dia malah tak sengaja menabrak kursi yang ada di sebelahnya dan menimbulkan suara gaduh. "Siapa itu?" Setelah ragu sejenak, Bastian memberanikan diri untuk menjawab, "Ini aku, maaf, aku tidak tahu kalau kamu sedang mandi ...." "Kapan kamu masuk?!" Suara seorang perempuan yang lembut terdengar. Suaranya begitu dingin, dan terdengar seolah sedang menahan sesuatu yang memalukan agar tidak kentara. "Aku... aku baru saja masuk." Bastian menjawab dengan tergagap. Entah kenapa dia tiba-tiba merasa begitu gugup dan panik. "Cepat keluar!" bentak Alexandra dari balik pintu kaca kamar mandi. Tersungging senyum masam di bibir Bastian sebelum dia menjawab, "Baik." Baru saja dia keluar beberapa langkah, "Tunggu,tunggu sebentar!" Bastian menolehkan kepalanya, kemudian bertanya dengan penuh rasa penasaran, "Ada apa?" "Kamu bantu aku ambilkan pakaian dalamku Bastian melihat ke arah kamar mandi dengan tatapan terkejut. Di balik lapisan pintu kaca, siluet tubuh Alexandra yang indah menawan tercetak samar. Ketika membayangkan istrinya yang tak mengenakan apa-apa, dengan kulit putihnya yang halus, Bastian tak kuasa untuk tidak menelan ludahnya. Telinganya memerah, dengan suara yang kembali tergagap dia menjawab, "Eh, i-iya, tunggu sebentar." Ini adalah pertama kalinya istrinya itu memperbolehkan dia menyentuh barang-barang pribadinya. Hati Bastian dipenuhi dengan perasaan tidak percaya. Dia pun segera melangkah ke depan lemari istrinya dan membukanya. Begitu pintu dibuka, sepotong celana dalam renda hitam terjatuh. Bastian dengan panik memungutnya. Aroma wewangian dari celana dalam itu menguar sampai ke hidungnya. Dia tak kuasa menahan diri untuk tidak menghirup dalam-dalam. Dia melirik ke kamar mandi dengan sedikit rasa bersalah, seolah-olah khawatir aksinya ini akan dipergoki oleh istrinya. Bahan celana dalam itu tipe transparan. Celana dalam itu hanya disatukan dengan beberapa tali hitam yang tipis. Ternyata ... Alexandra yang biasanya terlihat sangat konservatif pakaian dalamnya malah kelewatan seksi begini. Tampaknya jauh di lubuk hati, Alexandra masih tipe orang yang terbuka. Bastian tidak mampu menahan gejolak yang ada di dalam hatinya. Tanpa sadar isi kepalanya mulai membayangkan penampilan seksi istrinya yang sedang mengenakan celana dalam menggoda ini sambil memuaskan dirinya. Tidak, tidak. Bastian masih harus mencari bra! Bastian tiba-tiba kembali ke kesadarannya dan tidak berani menunda-nunda lagi. Istrinya masih menunggu di kamar mandi, dia tidak ingin dimarahi oleh istrinya. Dia melirik sebuah kotak kecil di sisi lemari kemudian membukanya. Begitu dibuka, di dalamnya ada beberapa bra yang tersusun rapi. Hanya ada bra warna hitam dan putih. Dia mengambil bra yang berwarna hitam agar pas satu set dengan celana dalam yang warna hitam. Pakaian dalam ini benar-benar model pakaian dalam yang seksi. Hanya ada dua bagian kain kecil yang berguna menutupi bagian dada. Ukuran dada istrinya sangat-sangat memuaskan. Alexandra tidak perlu menambahkan implan seperti wanita-wanita lain agar dada mereka tampak jauh lebih berisi. "Kamu sedang apa, sih? Cepat sedikit!" Suara Alexandra yang tampak tidak sabar terdengar. "Iya, iya, aku datang!" sahut Bastian panik seraya mengambil langkah cepat ke kamar mandi. Di balik pintu kaca kamar mandi, Bastian mengetuk-ketuk lembut seraya berkata, "Aku sudah membawanya nih, kamu ... kamu buka pintunya dan ambil." Jantung Bastian berdebar menunggu sang istri membuka pintu. Dia merasa ada hasrat yang lama terpendam di bawah sana kini bergejolak. Meskipun dia tahu tidak ada yang bisa dia lakukan, bisa melihat saja setidaknya sudah cukup untuk membuat dirinya puas. Mereka sudah menikah selama tiga tahun. Bastian sama sekali belum pernah menyentuh istrinya. Pernikahan ini hanyalah sebuah transaksi. Bastian tidak lebih dari seorang pria miskin dan seorang yatim. Demi mendapatkan uang untuk merawat ibunya di panti yang sakit, dia dan Alexandra akhirnya mengikat diri di sebuah pernikahan kontrak yang konyol ini. Dia sadar akan siapa dirinya. Meskipun dalam tiga tahun ini sebuah rasa dalam hati untuk istrinya perlahan-lahan berkembang, dia hanya bisa menyembunyikannya di dalam hati. Bastian berusaha bertahan dari anggota keluarga istrinya yang selalu memandang rendah dirinya. Dia tidak pernah melakukan apa pun yang seharusnya tidak dia lakukan. Tetapi baru saja ... Alexandra melakukan itu di dalam kamar mandi Tentu saja, Alexandra juga wanita pada umumnya. Ada kebutuhan batin yang harus dipenuhi. Tetapi kenapa dia berinisiatif meminta Bastian untuk mengambilkan pakaian dalamnya? Apa jangan-jangan hati Alexandra sudah mulai bergejolak? Apa dia belum puas dengan yang tadi? Kenapa dia jadi sosok yang tidak seperti biasanya? Belum lagi dengan pakaian seksi itu ... apa jangan-jangan Alexandra.... ——— Novel ini akan di-update sampai tamat, ya. Jadi, jangan ragu untuk membacanya. Terima kasih!‘Siapa yang Amber telepon malam-malam begini?’ Hans berdiri di balik tembok, hanya terpisah beberapa jengkal darinya. Suara Amber terdengar jelas, lembut tapi serius.“Jam berapa kamu luang? Aku jemput,” suara laki-laki di seberang terdengar antusias. Hans langsung mengenalinya, Patrick.“Aku selalu luang kalau kamu yang ajak,” jawab Amber manja. “Makan siang atau makan malam?”“Siang, kalau kamu bisa. Tapi kalau tidak—”“Bisa,” potong Amber cepat. “Kamu kabari saja kalau sudah berangkat.”Hans menatap dinding di depannya, rahangnya mengeras. Ia tahu Amber sedang menjalankan rencana mendekati Patrick, tapi nada suaranya… terlalu lembut untuk sekadar misi.Patrick meminta Amber mengenakan gaun navy dan berdandan cantik. Amber terkekeh pelan, “Baiklah, aku akan tampil sempurna.”Hans mendecak pelan. ‘Belum juga dekat, sudah menuruti semua keinginannya. Kalau benar-benar jatuh hati, bisa gawat.’Ia sempat ingin menegur Amber, tapi urung. Jika ia bicara sekarang, Amber pasti tahu ia mengu
Kabar tentang keluarga Dominic mulai beredar di antara orang-orang yang pernah mengenal Nico. Hans, yang kembali ke klub untuk mencari petunjuk, hanya disambut tawa sinis.Salah satu teman Nico mendengus. “Kami tahu keluarga Dominic sedang di ambang kehancuran.”Hans menatap mereka datar. “Jangan menelan gosip sebelum terbukti. Semua baik-baik saja.”Namun semakin ia menegaskan, semakin besar penolakan di wajah mereka. Nama Nico, utangnya, dan kepergiannya menjadi alasan kuat untuk tak mempercayai apa pun dari mulut Hans.“Benarkah?” tantang seorang pria berjaket kulit. “Kau pikir kami bodoh?”Hans mendekat perlahan, berdiri di hadapan mereka. “Aku tak punya waktu untuk berbohong. Percayalah atau tidak, urusan kalian.”Ia berbalik, siap pergi. “Nikmati malam kalian. Dunia kalian kecil, jangan tersesat di dalam gosip.”Nada suaranya tajam tapi tenang, meninggalkan kesan tak terbantahkan. Setelah itu, ia melangkah pergi tanpa menoleh.Begitu Hans menghilang, meja itu pecah dalam tawa.“
Dukungan Martin bukan sekadar angka; itu tanda bahwa garis kekuasaan mulai berpindah, dan orang-orang yang dulu setia pada Sectio perlahan berkumpul di bawah panji barunya. Di mata Bastian, itu bukan kemenangan sia-sia, itu amanah yang harus dijaga.“Ayo, makan lagi,” ajaknya ringan. Suasana yang tegang disuburkan dengan tawa kecil dan piring yang bergeser. Brigit menghidangkan kue, dan Bastian mencicipinya sejenak, menikmati rasa manis itu seperti memetik sejenak ketenangan di tengah badai yang menjelang.“Kau sangat mirip Sectio,” ujar Martin akhirnya, suaranya dipenuhi kekaguman jujur. Ia melihat bayangan pemimpin lama pada sosok muda di hadapannya, sifat yang tak mudah dipalsukan.“Karena aku anaknya,” Bastian menjawab santai, tetapi matanya menyimpan tekad baja. Puji itu membuatnya tenang; pengakuan itu seperti meneguhkan jalannya.Percakapan bergeser pelan ke topik berat. Charlie masih menyisakan kerut di dahinya, suara sinisnya kadang menusuk. “Sudah banyak yang melindungiku,”
Suasana malam di markas Bastian dipenuhi ketegangan. Hujan baru saja berhenti, meninggalkan aroma tanah basah yang menusuk hidung. Dari kejauhan, konvoi kendaraan berhenti di depan gerbang utama. Martin turun lebih dulu, ditemani sepuluh anak buah yang mengawalnya dengan sikap siaga.‘Jadi ini markas Bastian selama ini,’ batin Martin. Bangunannya megah, berdiri dengan struktur yang menunjukkan kekuasaan dan kehati-hatian. Ia mengeluarkan ponsel dan mengirim pesan singkat.Aku sudah di depan. Cepatlah ke sini.Tak lama kemudian, Brigit muncul dari balik pintu gerbang. Ia berlari kecil mendekati ayahnya. “Kenapa Papa membawa pasukan sebanyak ini? Ini bukan medan perang.”Martin menatap ke arah pengawal yang berjajar di belakangnya. “Hanya berjaga-jaga. Aku tidak tahu seperti apa sambutan di sini.”Brigit menghela napas. “Baik. Tapi jangan sampai salah paham. Kalau Papa datang ke sini atas perintah Bernard, Bastian tidak akan segan membunuhmu.”Martin menggeleng cepat. “Aku tidak lagi di
Alexa menunggu Ethan pulang ke villa dengan dada bergemuruh. Amarahnya sudah mencapai puncak begitu mendengar Ethan membuat keributan di perusahaan Arya. Terlebih, tanpa sepengetahuannya. Ia merasa dikhianati, dikontrol, dan dipermalukan di hadapan dunia luar.Begitu mobil Ethan berhenti di garasi, Alexa langsung menghampirinya. Dua pengawal yang ditugaskan menjaga pintu kamarnya tak berani menahan ketika ia mengancam akan melapor pada Bastian agar mereka dipecat."Ethan, apa yang kau pikirkan, hah?" bentak Alexa, menarik kerah kemeja Ethan hingga tubuhnya menegang. Tatapannya tajam, bergetar oleh emosi.Ethan terpaku sejenak melihat Alexa bisa sampai ke garasi. “Kamu harusnya di kamar. Di luar tidak aman,” ucapnya dingin, menahan diri agar tak terpancing.“Aku tak peduli! Jelaskan dulu, kenapa kau datang ke kantor Arya dan membuat keributan? Aku bukan tahananmu, Ethan. Aku hanya berteman dengan Arya!” seru Alexa. Wajahnya memerah, napasnya memburu.Ethan memicingkan mata. “Dari mana
“Kenapa aku tidak diberi tahu?!” bentak Arya. Suaranya menggema di ruangan, membuat resepsionis yang berdiri di depan meja menunduk ketakutan.“Maaf, Pak Arya. Bapak sendiri bilang tidak ingin diganggu. Saya hanya menjalankan perintah,” jawab resepsionis itu gugup.Arya memijat pelipisnya keras-keras. Sial. Saat bagus untuk berbicara langsung dengan Ethan malah hilang gara-gara salah paham sepele. Ia tahu Ethan datang bukan tanpa alasan.“Kenapa kamu usir dia?!” Arya menekan suaranya agar tetap tenang, tapi nada tajamnya tetap menusuk.Resepsionis menjelaskan dengan suara bergetar, tentang Ethan yang datang tiba-tiba, menolak diatur, memaksa masuk, hingga empat satpam harus turun tangan untuk menenangkannya. Arya mendengarkan tanpa menyela, hanya sesekali mengangguk kecil.Begitu telepon ditutup, suasana ruangan menjadi hening. Langkah lembut terdengar dari belakang. Anya, sekretaris pribadinya, mendekat dengan senyum manis yang menutupi rasa ingin tahunya.“Pak Arya kenapa? Wajahnya












Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments