Share

Stevan Antonius

"Kamu tahu soal pertunangan ini?" tanya Keyla pelan dengan perlahan agar orang lain tak mendengarnya berbicara. Padahal, kalau mendengar pun tak masalah. Namanya juga manusia, punya telinga dan memiliki kebebasan mendengar selama orang tersebut gendang telinganya tidak pecah.

"Tentu saja," jawab pria di sampingnya dengan santai. Datar dan seolah dia adalah pria yang paling tampan dan berwibawa di seluruh jagat raya ini. Meskipun jujur, Keyla juga mengakui itu secara diam-diam dan malu-malu seperti seekor kura-kura yang bersembunyi dalam tempurung miliknya.

"Kamu menyetujuinya?" tanya Keyla lagi. Penasaran. Habisnya, pemuda masa kini mana ada yang mau dijodohkan-jodohkan kecuali dia penyuka sesama jenis, cacat, atau bahkan ...? STOP! Keyla mulai memikirkan yang memang ingin dia pikirkan. Apakah pria berbadan tinggi tegap yang berdiri di belakangnya tidak bisa 'berdiri'?! Oh, No!! Lebih baik Keyla mati digigit Bulldog Ant yang masuk dalam Guinness World Records sebagai semut paling berbahaya di dunia.

"Tentu saja."

Arrrggghhh! Keyla mengeram. Kenapa Pria itu kalau ditanya jawabannya selalu sama? Apakah kosa kata yang ada di dalam otaknya itu-itu saja?!

"Tidak adakah jawaban lain selain tentu saja?" tanya Keyla jengkel setengah mati dan juga setengah lapar.

"Iya," jawabnya singkat padat jelas namun terdengar ambigu di telinga Keyla. Maksudnya apa? Iya, tidak. Atau iya, iya? Bingung, kan?!

Keyla mendengus kemudian berkata,"Bisakah kamu menyingkirkan tanganmu dari pinggangku? Aku merasa sedikit kurang nyaman."

"Tentu saja." Sekali lagi ia menjawab dengan jawaban 'tentu saja' kemudian menyingkirkan tangannya dari pinggang Keyla yang ramping lalu menoleh pada pria yang tiba-tiba muncul di sampingnya. Gadis itu mendongak ke atas agar bisa melihat seperti apa tampang pria yang terdengar sok tampan dan sok cool.

Jadi seperti ini wajah orang misterius yang sejak tadi muncul secara tiba-tiba? Lumayan juga meskipun tidak semanis Bima. Wajahnya blasteran, hidungnya tinggi seperti om Markus. Rahangnya kokoh, bibirnya tipis seperti tante Sabrina dan kulitnya kecoklatan. Batin Keyla.

Gadis itu hanya melihat sekilas dan diam-diam memperhatikan karena sorot mata Stevan Antonius sangat tajam sehingga Keyla tidak berani menatapnya secara langsung.

'Wooo ... rambut-rambut halus dibiarkan tumbuh dengan liar di wajahnya. Sekilas mengingatkanku pada Bima yang suka melakukan hal sama. Yaitu membiarkan jambangnya tumbuh dan tidak suka mencukurnya. Tampan!' Dan tanpa disadari, Keyla wajahnya memerah karena kekagumannya pada tunangannya sendiri.

"Bagaimana menurutmu? Apa aku cukup tampan dan masuk kriteriamu?" tanya Antonius yang sadar betul kalau Keyla diam-diam mencuri pandang dan memberikan penilaian akan dirinya.

"Tidak! Aku tidak menyukaimu. Wajahmu terlihat kotor dan kamu sama sekali tidak tampan!" jawab Keyla ketus. Ia sedang berusaha untuk menutupi rasa gugup dan Antonius pun hanya mengulum senyum.

"Sudah ... sudah. Ngobrolnya nanti lagi. Cepat pakaikan cincinnya, sayang." Tante Sabrina menghampiri sepasang sejoli yang menjadi pusat perhatian dan memberikan kotak cincin pada Antonius yang telah berganti memakai kemeja warna putih. Keyla mencuri pandang lagi, memperhatikannya dari jarak yang sangat dekat dan itu membuat jantungnya berdebar sangat cepat. Perutnya seolah diisi oleh kupu-kupu yang berterbangan dan membuatnya terasa mual, berkeringat dingin, dibarengi dengan perasaan aneh dan tidak biasa.

Kemudian, tanpa permisi, tanpa sepatah katapun pria itu meraih tangan Keyla dan menyematkan cincin bertatakan batu permata di sana. Benda berkilauan itu tidak besar, kecil sekali. Tetapi terlihat indah.

Keyla melirik ke arah Mama dan Papa, mereka terlihat gembira sekali. Rasa-rasanya, hal ini hasil bersekongkolan mereka yang telah direncanakan sejak lama. Begitu pula dengan om Markus dan tante Sabrina. Wajah mereka bersinar cerah sedangkan Keyla? Satu-satunya tak tahu apa yang sedang terjadi. Apa yang dialaminya hari selayaknya sebuah mimpi.

"Pakaikan cincin itu padaku." Antonius memerintah dan bodohnya Keyla menuruti kata-katanya tanpa bisa mengelak. Seharusnya, dia lari saja dari ruangan itu dan kabur dulu entah ke mana sampai suasana kondusif daripada harus bertunangan dengan orang asing dan sama sekali tidak ia cintai.

"Lauren!!! Akhirnya persahabatan kita menjadi besan!!" teriak Sabrina antusias.

"Oh, Sabrina sahabatku. Rasanya aku ingin menangis! Ini seperti mimpi buatku!!"

Dua wanita paruh baya itu berpelukan tanpa menghiraukan sekelilingnya. Mereka bersorak seakan-akan dunia milik mereka sendiri dan yang lain hanyalah numpang lewat. Dan sampai acara itu selesai, Keyla tetap belum mengerti apa yang sedang terjadi. Tubuhnya seperti melayang di awang-awang. Kakinya tidak menginjak tanah dan hatinya, terasa seperti buah plum yang masih belum masak. Kecut!

Di hari Minggu ini, semuanya serba tiba-tiba. Belum genap 24 jam Keyla putus dengan Bima, sekarang ai sudah bertunangan dengan pria yang tidak dikenal.

"Jadi, ini alasannya Papa mengajakku 'jalan-jalan' ke Bandung? Yang katanya ingin mengunjungi sahabatnya? Aku tidak menyangka Papa akan sekejam ini pada putrinya. Aku mengecam keras! Ini namanya eksploitasi terhadap anak dan melanggar HAM!" batin Keyla kesal ketika berhadapan dengan kedua orangtuanya.

"Mama dan Papa pamit pulang ke Jakarta dulu ya, sayang. Kamu stay di Bandung. Oke?" ucap Mama begitu acara telah selesai dan tamu undangan sudah meninggalkan kastil.

"Lho, kok gitu sih, Ma, Pa? Jelasin dulu dong ini maksudnya apa?" tuntut Keyla dengan kesal. Pasalnya, menurut Mama dan Papa ini adalah hal menakjubkan, luar biasa, pencapaian tertinggi dari orangtua yang berhasil mencarikan suami untuk anaknya. Tetapi, tidak untuk Keyla. Semata-mata ini adalah keegoisan orang tuanya yang sama sekali tidak memikirkan bagaimana perasaannya yang jatuh dalam kebingungan.

"Kamu harus terbiasa tinggal di sini. Sampai kamu menikah." Mama berusaha menenangkan putrinya yang sedang emosi. Mereka berdua lalu duduk di sofa. Sedangkan Papa berdiri di samping Mama. Dan pria itu ... maksudnya Antonius, berdiri di dekat jendela dan memperhatikan Keyla secara tidak langsung.

 'Ngapain juga sih dia situ? Aku tahu ini rumahnya, tapi harusnya dia memberikan kami privasi untuk bicara.'

"Pa ...," rengek Keyla pada Papa yang sejak tadi tidak mau berkomentar.

"Papa tahu soal ini? Papa kok gitu, sih? Selama ini Key menganggap Papa yang lebih mengerti Keyla. Gak tahunya, Papa sama saja kayak Mama. E g o i s!"

Keyla berpaling dari mereka. " Dan kamu!" Gadis itu menunjuk ke arah Antonius yang sejak tadi mengejeknya dengan senyum simpul yang luar biasa manis dan membuat wajahnya makin terlihat tampan serta ... menggoda!

"Mau-maunya bersekongkol dengan mereka! Apa kau cacat mental? Penyuka sesama jenis?" lanjut Keyla yang sudah bertanduk.

"Hmmmm ... kalian sepertinya sudah akrab. Ayo, Pa. Kita balik ke Jakarta. Asik ... Mama akan segera dipanggil Oma, nih!"

Seakan tak menghiraukan kemarahan Keyla, Mama dan Papa melenggang meninggalkan putrinya.

' Aku tidak peduli lagi dengan mereka. Toh mereka juga tidak peduli dengan perasaan ku.'

****

Note Author : Kalau banyak yang komen, Author akan update.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status