Sejak kejadian kecelakaan tenggelamnya kapal feri yang Risha tumpangi tenggelam, yang mana menyebabkan banyak korban jiwa dan salah Satunya Risha yang saat ini sedang terbaring dalam kondisi koma sejak kejadian yang menimpanya. Edward selalu berada di samping Risha menunggu dan menjaga selama berhari-hari.
Sehari setelah kejadian nahas itu, Sammuel langsung menyusul sang kakak dan mememani Edward selalu.
Seminggu kemudian."Maaf dok, kondisi pasien tenggelam di ICU semakin lemah," ucap salah satu perawat yang datang menghampiri dokter jaga yang sedang berjaga diruangan di sebelah ICU."Cepat lakukan tindakan," jawab dokter tersebut sambil berlari menuju kedalam ruang ICU. Tetapi di tengah jalan dia di cegah oleh Edward.
"Apa yang terjadi!" pekik Edward yang mengetahui Ruangan ICU tempat Risha dirawat menjadi ricuh.
"Apapun yang terjadi selamatkan dia, jika tidak jangan harap Rumah sakit ini berpenghuni," pekik Edward sambil mencengkeram kerah dokter yang akan memasuki ruang ICU.
"Ba-ba-baik, kami akan berusaha semampunya, Pak," jawab dokter itu terbata-bata ketakutan, dokter itu melihat pistol yang terselip di sela-sela pinggang Edward yang tanpa sengaja terlihat oleh Dokter tersebut ketika Edward mencengkeram kerah bajunya.
"Kak!" lirih Sammuel yang berada di samping Edward sambil menepuk pundak Edward pelan, "dia pasti bisa bertahan, dia pasti sembuh," sambung Sammuel berusaha menenangkan Edward, yang mana membuat Edward melepas cengkraman dari kerah baju dokter itu segera."Argh!" pekik Edward dengan ngusap kasar wajahnya. Emosi Edward tersulut kala mendengar kondisi Risha semakin memburuk.
Berita tentang tenggelamnya kapal feri masih menjadi topik hangat selama seminggu ini. Dari sekitar hampir 157 penumpang yang terdata ada 12 orang dinyatakan hilang dan 14 meninggal dunia, sedangkan 47 masih dirawat di Rumah Sakit yang mana salah satu korban itu adalah Risha, sedangkan sisanya sudah di konfirmasi selamat dan sudah kembali ke kediaman masing-masing.
Keluarga Risha pun sudah di beri kabar oleh orang suruhan Edward.
"Siapkan penerbangan ke California malam ini juga, bawa Risha kesana untuk mendapat pengobatan yang lebih baik," ucap lirih Edward yang duduk menunduk di kursi tunggu."Tapi kondisinya masih belum stabil, Kak," jawab Sammuel yang menghampiri sang kakak dan duduk di samping Edward."Apa aku harus menunggu dia menjadi mayat baru aku bertindak, hah!" pekik Edward dengan tatapan dingin dan mematikan memandang kearah Sammuel. Baru kali ini Sammuel melihat amarah Edward yang tak terkontrol."Cepat urus persiapannya," titah Sammuel ke arah Roland dan Wilson yang berada tak jauh darinya dan di balasi dengan anggukan oleh kedua orang kemudian bergegas melaksanakan perintah dari Tuannya.Perjalanan menuju California yang terletak di pesisir barat Amerika Serikat memakan waktu lebih dari 20jam. Didalam pesawat jet pribadi milik Edward sudah tersedia peralatan medis yang lengkap dengan beberapa dokter yang siap sedia berjaga serta beberapa perawat yang membantu.
Edward selalu berada di samping Risha menggenggam tangan Risha sambil memberikan beberapa kecupan lembut di punggung tangan Risha. "Bertahanlah," lirih Edward yang tak terasa meneteskan butiran bening yg membasahi pipinya.Sammuel yang melihat kakaknya dalam kondisi terpuruk hanya bisa memejamkan mata dan menghembuskan napas berat.
Sesampainya di California, perjalanan langsung menuju ke Rumah sakit terbesar dan terlengkap di Los Angeles. Risha ditempatkan di Rumah Sakit terbaik di negara tersebut dengan pengawasan dan pengawalan penuh oleh Edward, serta fasilitas mewah demi menujang penyembuhan Risha.Bahkan keluarga Risha pun di boyong ke negara tersebut oleh orang suruhan Edward.
"Tuan, keluarga nona sudah tiba di bandara," ucap Wilson sambil memberikan iPad yang menampilkan rekaman CCTV orang tua Risha yang sudah Sampai di bandara.
"Siapkan pelayanan yang terbaik untuk mereka," titah Edward yang diangguki oleh Wilson.
"Apa ini tak terlalu berlebihan? Apa yang akan kita katakan kepada mereka?" ujar cemas Sammuel.
"Biarkan aku yang menjelaskan semuanya," jawab dingin Edward.
Sesampainya di Rumah Sakit, Edward menemui Orang Tua Risha yang sedang menunggu di samping putrinya yang sedang terbaring tak berdaya."Bapak, Ibu, ada yang ingin saya sampaikan," ucap sopan Edward dengan sedikit membungkukkan badan di depan Orang Tua Risha. Kemudian mengajak Orang Tua Risha ke ruangan yang terdapat di sebelah ruang rawat Risha.
Orang Tua Risha pun mengikuti langkah Edward. Yang mana di bawa kesebuah Ruangan di samping Ruang Perawatan Risha berada di ikuti oleh Sammuel, Wilson dan Roland yang berjalan di belakangnya. "Maaf sebelumnya karena belum memperkenalkan diri. Saya Edward Arlando Collins biasa di panggil Edward, sedangkan ini adik saya Sammuel Abraham Collins. Saya mengenal Putri bapak sekitar 6 bulan yang lalu di tempatnya bekerja. Maksud dan tujuan saya bertemu Anda berdua adalah ingin meminta Restu Anda berdua untuk meminang putri anda, Risha," ucap pasti Edward yang mana membuat Orang Tua Risha, Sammuel, Wilson dan Roland terkejut dengan perkataan Edward."Apakah nak Edward sudah yakin dengan perkataan nak Edward?" jawab Bapak Risha penuh tanda tanya dan terkejut. "Dia sekarang sedang sakit, kita bahkan tak tau kedepannya akan menjadi seperti apa," ucap Pak Danu, Bapak Risha penuh hati-hati."Saya bersungguh-sungguh, Pak," jawab Edward penuh keyakinan, "ijinkan saya memberi perawatan yang terbaik untuk Risha disini," sambung Edward menatap kearah orang tua Risha bergantian."Baiklah, kalau itu yang terbaik untuk kesembuhan putriku," ucap pasrah Pak Danu. "Titip Risha ya nak Edward.""Terima Kasih atas kepercayaannya, Pak," jawab Edward sambil membungkukkan badan. "Tapi kita tak bisa berlama-lama di sini, ada beberapa kepentingan di kampung yang tak bisa kita tinggal lama," pinta sopan Pak Danu kearah Edward."Saya harap Bapak menyetujui dan merestui permintaan saya demi Risha," imbuh Edward penuh keyakinan.Pak Danu hanya menjawab dengan mengangguk pelan. Sedangkan Edward membalas dengan senyuman.
Jangan lupa Vote, Like dan Komen yaa...
Trim's
“Apa Nona mencari Tuan Samm?” sapa Emily yang datang ke ruang rawat inap Risha dengan membawa seikat bunga mawar putih yang semerbak wanginya langsung memenuhi ruangan itu. Wajah Risha seketika menjadi sedikit bersemu merah dengan sedikit menunduk seolah sedang menghindari tatapan mata dengan gadis cantik yang menjadi sekertaris pribadi Sammuel itu. Bukan karena takut, tapi Risha tahu betul jika berurusan dengan Emily seakan dirinya tengah dikuliti hidup-hidup. Karena Emily bisa tahu betul apa yang sedang Risha pikirkan dan Risha ucapkan dalam hati. Bahkan hanya lewat tatapan mata saja Emily bisa tahu apa yang sedang ada di dalam benak Risha. “Aku hanya sedang melihat keindahan pantai saja, jangan berpikiran yang tidak-tidak dan jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan,” jawab dusta sekaligus sedikit tergugup dari Risha sambil terus menghindari tatapan mata dari Emily. Dapat Emily tangkap semua tanda vital dan gestur tubuh dari Risha yang menyatakan jika gadis di depannya ini sedan
“Semuanya sudah siap?” pekik Sammuel yang datang ke basecamp Brian dan pasukannya yang sudah terlihat siap siaga dengan pakaian seragam VantaBlack yang lengkap dengan atribut dan senjata sudah di bawa setiap masing-masing personil pasukan yang Brian pimpin. “Semua sudah siap, Tuan. Armada darat, laut, dan udara juga sudah siap menunggu perintah,” jawab Brian yang langsung mendapat anggukan pelan oleh Sammuel. “Baiklah, ayo segera kita selesaikan misi ini. Tetapi, untuk kali ini aku meminta kepada kalian, aku mohon jaga diri kalian baik-baik. Jangan gegabah, ingatlah, nyawa kalian hanya satu tak ada cadangan ataupun gantinya, oleh sebab itu, berhati-hatilah,” ucap Sammuel yang membuat sebagian dan beberapa orang yang menyimak pidato absurb yang singkat dari Sammuel tertawa lirih, Sammuel tahu jika semua yang berada di sana tersenyum hanya saja senyum mereka tak bisa terlihat karena topeng yang mereka kenakan. “Apa aku terlambat?” pekik Kiev yang datang dengan sedikit berlari ke arah
Deru suara tembakan masih saling bersahutan, diiringi dengan beberapa kali terdengar suara ledakan yang terdengar dari kejauhan. “Bagaimana kondisi di sana?” ucap Dimitri sambil memegang earpiece yang terpasang di telinganya. Dimitri masih menyimak suara yang ia dengar dari alat komunikasi yang terhubung dengan beberapa pasukan dan markas pusat dengan di selingi beberapa anggukan kepala serta ke dua matanya masih terus mengawasi dan waspada dengan kondisi di sekitarnya. Demian yang berada di samping Dimitri juga ikut menyimak suara yang sama terdengarnya di alat bantu komunikasi sambil mencocokan dengan iPad yang berada di pangkuannya, rupanya Demian sedang memantau kondisi di sekitar dengan bantuan beberapa drone yang ia terbangkan di beberapa sudut. “Masih ada beberapa musuh dengan persenjataan lengkap di beberapa titik. Melihat dari pola serangan, sepertinya tujuan mereka bukan menyerang pasukan kita, tetapi menurut dugaanku, sepertinya mereka menyasar gudang yang berada di ujung
“Apakah urusanmu sudah selesai, Son?”“Kenapa?” jawab sewot Dimitri yang sedang merakit senjata yang menumpuk dan berada di depannya.“Ibumu sedang mengkhawatirkan kalian. Cepat hubungi dia dan kabari dia, aku sudah lelah di terornya seharian ini, sampai-sampai aku memblokir nomornya hanya untuk pergi ke kamar mandi saja, sungguh menyebalkan sekali,” keluh Sammuel sambil merebahkan tubuhnya di kursi yang berada di samping Demian yang nampak serius sedang menyetel sudut teropong senjata miliknya agar terlihat presisi.Demian menoleh ke arah Dimitri yang masih asik merakit senjatanya tanpa mempedulikan ucapan Sammuel sama sekali, bahkan menoleh sedikitpun tak Dimitri lakukan.“Kenapa lagi dia? Jelek sekali mukanya jika sedang cemberut seperti itu,” sambung Sammuel yang bertanya kepada Demian, yang membuat Demian menoleh ke arah Sammuel yang terlihat mengerutkan keningnya kala memandang Dimitri.“Dia sedang terkena virus malarindu tropi kangen,” jawab spontan Demian tanpa memalingkan muk
“Bagaimana persiapan di Markas, Ben?” ucap Sammuel yang melihat ke arah jalanan yang ternyata sudah mendekati menuju area Markas miliknya. “Semuanya sudah siap, Tuan.” “Baiklah, kita gunakan jalan rahasia di tikungan pertama. Perintahkan pengawas membuka akses ke sana, untuk tamu yang sedari tadi membuntuti kita itu, terserah kalian saja, mau kalian apakan mereka aku tak peduli, hubungi Kiev jika urusannya selesai, aku akan menghubungi Moppie untuk membersihkannya,” jawab Sammuel dengan terus mengawasi pergerakan Klan Hargov yang menyerang bagian timur markas di iPad yang terhubung langsung dengan satelit milik Klan Collins Brothers. “Apa kamu ada acara setelah ini, Ben?” “Sebetulnya saya ingin bergabung dengan Tim Jack, Tuan. Agaknya badan saya sudah terlalu lama tidak berolah raga beberapa waktu ini, ikut andil di Tim Jack mungkin bisa sedikit meregangkan otot-otot saya yang kaku,” sarkas Benny yang sebenarnya ingin ikut dalam misi dari Tim Jack yang sedang menunggu kedatangan tam
Mobil semi truk berwarna biru dongker itu melaju membelah jalanan ibukota. Mobil yang di rancang khusus untuk misi penyamaran itu bahkan sudah sangat detail sekali segala desainnya untuk menyerupai mobil yang biasa digunakan oleh beberapa masyarakat umum dan kalangan luas. Memang terlihat sangat lusuh dan sangat begitu kotor serta banyak sekali titik noda atau beberapa bagian body mobil yang terlihat berkarat seperti tak terawat, namun itu hanya kamuflase saja untuk menyembunyikan kemewahan dan kecanggihan fasilitas yang terdapat di dalam mobil yang memang dirancang khusus untuk keperluan melarikan diri dan menghindar dari musuh. Mobil berbodi besar dan kekar itu bahkan sering kali digunakan Sammuel untuk misi penyamaran beberapa tahun silam, Mobil RAM pick up yang biasa disebut Dodge RAM ini adalah mobil Double Cabin dengan bagian belakang terdapat bak terbuka yang biasa digunakan untuk mengangkut berbagai barang keperluan, seperti layaknya sekarang ini, di belakang mobil sudah terd