Deru suara tembakan masih saling bersahutan, diiringi dengan beberapa kali terdengar suara ledakan yang terdengar dari kejauhan. “Bagaimana kondisi di sana?” ucap Dimitri sambil memegang earpiece yang terpasang di telinganya. Dimitri masih menyimak suara yang ia dengar dari alat komunikasi yang terhubung dengan beberapa pasukan dan markas pusat dengan di selingi beberapa anggukan kepala serta ke dua matanya masih terus mengawasi dan waspada dengan kondisi di sekitarnya. Demian yang berada di samping Dimitri juga ikut menyimak suara yang sama terdengarnya di alat bantu komunikasi sambil mencocokan dengan iPad yang berada di pangkuannya, rupanya Demian sedang memantau kondisi di sekitar dengan bantuan beberapa drone yang ia terbangkan di beberapa sudut. “Masih ada beberapa musuh dengan persenjataan lengkap di beberapa titik. Melihat dari pola serangan, sepertinya tujuan mereka bukan menyerang pasukan kita, tetapi menurut dugaanku, sepertinya mereka menyasar gudang yang berada di ujung
“Semuanya sudah siap?” pekik Sammuel yang datang ke basecamp Brian dan pasukannya yang sudah terlihat siap siaga dengan pakaian seragam VantaBlack yang lengkap dengan atribut dan senjata sudah di bawa setiap masing-masing personil pasukan yang Brian pimpin. “Semua sudah siap, Tuan. Armada darat, laut, dan udara juga sudah siap menunggu perintah,” jawab Brian yang langsung mendapat anggukan pelan oleh Sammuel. “Baiklah, ayo segera kita selesaikan misi ini. Tetapi, untuk kali ini aku meminta kepada kalian, aku mohon jaga diri kalian baik-baik. Jangan gegabah, ingatlah, nyawa kalian hanya satu tak ada cadangan ataupun gantinya, oleh sebab itu, berhati-hatilah,” ucap Sammuel yang membuat sebagian dan beberapa orang yang menyimak pidato absurb yang singkat dari Sammuel tertawa lirih, Sammuel tahu jika semua yang berada di sana tersenyum hanya saja senyum mereka tak bisa terlihat karena topeng yang mereka kenakan. “Apa aku terlambat?” pekik Kiev yang datang dengan sedikit berlari ke arah
“Apa Nona mencari Tuan Samm?” sapa Emily yang datang ke ruang rawat inap Risha dengan membawa seikat bunga mawar putih yang semerbak wanginya langsung memenuhi ruangan itu. Wajah Risha seketika menjadi sedikit bersemu merah dengan sedikit menunduk seolah sedang menghindari tatapan mata dengan gadis cantik yang menjadi sekertaris pribadi Sammuel itu. Bukan karena takut, tapi Risha tahu betul jika berurusan dengan Emily seakan dirinya tengah dikuliti hidup-hidup. Karena Emily bisa tahu betul apa yang sedang Risha pikirkan dan Risha ucapkan dalam hati. Bahkan hanya lewat tatapan mata saja Emily bisa tahu apa yang sedang ada di dalam benak Risha. “Aku hanya sedang melihat keindahan pantai saja, jangan berpikiran yang tidak-tidak dan jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan,” jawab dusta sekaligus sedikit tergugup dari Risha sambil terus menghindari tatapan mata dari Emily. Dapat Emily tangkap semua tanda vital dan gestur tubuh dari Risha yang menyatakan jika gadis di depannya ini sedan
Braaakkk Suara keras benda menabrak mengagetkan Risha yang sedang membersihkan lantai dapur di Restoran tempatnya bekerja. Dengan sedikit gusar dan takut dia melangkah menuju arah suara berasal yang sepertinya berasal dari depan pintu Restoran. Risha mengamati sekeliling kaca Restoran yang sudah tertutup rapat dan lampu Restoran pun sudah sebagian dia matikan. Braakkk Nampak seseorang yang sedang menggedor pintu kaca restoran sambil membopong seseorang yang nampaknya sedang terluka di sebelahnya yang mana dapat dilihat dari bajunya yang sudah berlumuran darah dan beberapa luka di wajahnya. "Tolong! Cepat buka, tolong lah kami. Kumohon," ucap seseorang di depan pintu yang nampak remang-remang sambil menggedor pintu. Dilihat dari gerakannya nampaknya orang itu juga sedang terluka. Awalnya Risha ragu, tapi dia tetap membukakan pintu Restoran dan membantu membopong ses
Di kamar Risha, tepatnya kamar yang sekarang di tempati oleh Edward dan Sammuel yang sedang dalam masa penyembuhan itu terdapat suasana bersitegang antara Sammuel dan Risha. Yang membuat suasana agak sedikit ramai dan lebih hidup menurut dari pandangan Edward, ia menyaksikan pertengkaran adiknya dengan sang penolongnya dengan senyum tipisnya. Karena menurut Edward baru kali ini untuk pertama kalinya Adik kesayangan satu-satunya itu menunjukkan emosi yang normal untuk seukuran Sammuel yang terkenal dingin dan killer, bahkan lawan Sammuel kali ini adalah seorang perempuan. Bukankah suatu kemajuan? Sangat berbanding terbalik dengan sifat Sammuel yang selalu bertindak langsung tanpa ampun, bahkan dari sudut pandang Edward wanita yang sekarang berada di hadapannya mempunyai sifat dan sikap yang menarik serta unik. "Trus apa maksudnya dengan itu hah!" Pekik Sammuel sambil menunjuk kantong plastik yang isinya sudah berhamburan
Awalnya Risha sudah lelah dan jenuh meladeni dua manusia yang telah ia tolong selama beberapa hari ini. Tapi dia hanya bisa pasrah dan masih memberikan segala keperluan dua manusia yang sekarang tinggal di kamarnya. Risha orang yang menjunjung tinggi prinsipnya. Jika ia sudah menolong seseorang ia akan membantu sebisanya dan semampu mungkin dengan tanpa pamrih, serta dia juga tipe orang yang pantang menyerah. Apapun yang dia lalui dan dia mulai maka sekuat tenaga dia akan berusaha menyelesaikannya, itu prinsip yang di pegang teguh Risha selama ini. Seperti saat ini, dia bisa saja meninggalkan dua manusia bar-bar dan arogan yang sekarang tinggal di penginapan yang ia jaga serta mengusir mereka seketika, tetapi nyatanya tak pernah ia lakukan. Tapi sebetulnya dia masih bertanya-tanya siapa kedua orang itu? Dilihat dari luka mereka kemarin itu bukan luka akibat perampokan atau tindak kejahatan t
Setelah beberapa lama berkeliling mencari informasi dan melihat situasi yang mereka hadapi hingga tak terasa hari sudah beranjak petang. Mereka kembali ke penginapan yang mana mendapati penginapan masih dalam keadaan gelap gulita serta lampu jalan dan lampu teras masih tak menyala lampunya. Seketika mereka merasa was-was dan waspada. "Kak, kenapa masih gelap?" tanya Sammuel kemudian mengambil pistol berperedam yang terselip di pinggangnya dengan pandangan awas. Edward yang mendapati sepatu Risha masih dalam posisi semula dan tak berubah sama sekali di depan kamar pojok menatap curiga. Edward berjalan mendekat di arah pintu masuk kamar pojok sambil menyalakan saklar lampu jalan di sebelah tiang bangunan utama yang mana ia ketahui ketika mengamati keseharian Risha dalam empat hari ini dari balik jendela di kamarnya. Seketika lampu penginapan menyala kemudian Edward berjalan menuju kamar pojok yang membuat
Di Rumah Sakit Sammuel bersikeras melarang Edward agar tidak mengisi formulir persyaratan rawat inap Risha. Namun ternyata usahanya sia-sia, Edward tetap bersikeras membantah larangan adiknya dan mencoba menenangkan Sammuel yang terlihat cemas dan khawatir akan keselamatan mereka berdua. Sedangkan disisi lain Sammuel tampak gelisah sambil terus waspada mengamati sekitar Ruang Lobi Rumah Sakit dengan sedikit was-was penuh kejelian. "Permisi, silahkan lengkapi formulir ini Pak dan Membayar biaya administrasi awal terlebih dahulu. Apa bapak membawa kartu identitas pasien guna melengkapi data kami?" tanya perawat tadi sambil menyodorkan beberapa lembar kertas dan pena. Edward hanya mengangguk dan menyerahkan kartu identitas Risha yang dia ambil dari dompet Risha. "Dari mana kakak dapat itu?" tanya heran Sammuel yang terkejut mendapati dompet Risha sudah berada di tangan Edward.&