Chea tidak pernah segugup ini menantikan pengumuman nilai ujian yang sudah selesai. Hari ini setelah Chea menyelesaikan ujiannya seminggu lalu, wali kelas akan membagi hasil ujian mereka setelah pelajaran terakhir berakhir. Chea tidak berharap banyak. Dia hanya ingin nilainya meningkat saja. Dia takut nilainya sama saja atau justru menurun dan membuat Kael akan digantikan oleh tutor baru.
Suasana kelas tidak sesantai biasanya. Teman-teman Chea dan juga Chea sendiri mulai merasa gugup menunggu wali kelas mereka datang. Sudah lebih dari lima belas menit dari pelajaran terakhir selesai.
Seorang wanita mengenakan rok span selutut dengan kemeja merah jambu yang dimasukkan ke dalam rok span hitamnya masuk ke dalam kelas Chea. Kehadiran wanita berusia sekitar awal empat puluh tahunan itu membuat suasana kelas menjadi tegang. Terlebih ketika raut wajah Bu Wanda tidak memperlihatkan seulas senyuman diwajahnya saat memandang murid-muridnya.
“Ibu terima kasih karena kalian udah berusaha di ujian kali ini.” Nada bicaranya terdengar serius.
Posisi duduk Chea mulai turun karena rasa gugup yang semakin menjadi. Perasaan yang tidak pernah hadir ketika Bu Wanda membagi hasil ujiannya. Terakhir kali, kelas mereka mendapatkan peringkat terendah karena ada tiga siswa yang nilainya turun dan Chea salah satunya. Hal itu membuat Ayah harus datang ke sekolah karena mendapat teguran dari Bu Wanda. Bu Wanda sudah mewanti-wanti kepada Ayah untuk memperhatikan Chea belajar karena jika tidak Chea tak akan lulus.
Chea menutup matanya mengingat momen di mana dia duduk bersama Bu Wanda dan Ayah di ruang guru.
“Chea!”
Chea terperanjat ketika namanya dipanggil. Seluruh temannya memandang ke arahnya.
Mati! Nilai aku pasti jelek.
Chea mengacungkan tangannya, “Iya, Bu.”
“Selamat ya.”
Chea tidak mengerti maksud kalimat Bu Wanda, “Mak—maksudnya apa ya, Bu?”
“Nilai kamu naik dari sebelumnya.”
Mata Chea berbinar usai mengetahui nilainya meningkat sesuai dengan harapannya. Dia tidak bisa menutupi rasa bahagia karena berhasil meningkatkan nilainya. Itu artinya, Kael akan tetap menjadi tutornya.
###
Chea menatap wajah Kael yang menunjukkan senyuman bahagia saat melihat hasil ujiannya. Setelah mendapatkan hasil ujiannya, Chea langsung menghubungi Kael dan meminta untuk bertemu. Mereka sepakat bertemu setelah Kael selesai bekerja di Restoran. Chea pikir memang orang pertama yang seharusnya mengetahui hasil nilainya adalah Kael yang sudah membimbingnya belajar.
Kael menaruh lembaran kertas di atas meja dan menatap Chea dengan mata yang berbinar. Tak ragu, Kael membelai rambut Chea sebagai ungkapan rasa bangganya.
Deg! Jantung Chea berhenti beberapa saat karena perlakuan manis Kael kepadanya.
“Saya udah yakin kalo kamu bisa ngerjain ujiannya.”
“Gini doang?”
Kael menatapnya dengan bingung.
“Kasih hadiah gitu. Kan nilai aku bagus dari sebelumnya.”
Kael tersenyum, “Kamu mau hadiah apa emangnya? Boneka?”
Chea menyandarkan tubuhnya di kursi, “Kamu pikir aku anak kecil dikasih boneka.” Melipat tangannya ke dadak.
“Terus apa?”
Chea meletakkan jari telunjuknya ke pipi. Dia mulai berpikir hadiah apa yang dia inginkan dari Kael. Pastinya harus spesial.
“Kita pergi nge-date!”
Chea menggigit bibir bawahnya saat sadar hadiah yang dia inginkan dari Kael. Menurunkan pandangannya karena merasa malu menatap Kael usai mengajak Kael pergi nge-date. Apa yang ada diotaknya sehingga membuat dia percaya diri mengajak Kael nge-date. Dia sendiri pun tidak tahu kenapa hadiah yang diinginkan dari Kael adalah pergi nge-date.
Otak Chea kembali bekerja memikirkan alasan jika Kael menolak ajakannya. Alasan yang logis dan tidak menjatuhkan harga dirinya sebagai seorang perempuan di depan Kael. Tapi, apa? Otaknya tidak bisa diajak kerja sama.
###
Kael hampir tersedak mendengar hadiah yang Chea inginkan. Dia tidak salah mendengar, kan? Chea mengajaknya pergi nge-date. Kael mencari kesungguhan ucapan Chea melalui gerak-gerik Chea yang nampak menyesali perkataannya dan merasa malu membuat Kael ingin tertawa karena tingkah Chea sekarang begitu lucu.
Kael menutupi mulutnya dengan tangannya. Dia tidak boleh ketahuan sedang menertawakan Chea.
“Kalo nggak mau. Nggak usah. Aku nggak mau kamu terpaksa lakuinnya.”
“Bukan gitu, Chea.”
Sebenarnya, dia belum pernah berkencan sebelumnya. Selama ini Kael hanya sibuk bekerja dari satu tempat ke tempat lainnya. Sudah bisa ikut berkumpul bersama teman-temannya saja itu sudah bagus.
“Jadi...?” pertanyaan Chea menggantung.
Kael tidak yakin bahwa dia akan pergi dengan Chea berdua di luar urusan belajar. Dia takut bahwa semakin dekat dengan Chea membuatnya berharap bisa bersama gadis yang kini menanti jawabannya itu.
Terima nggak, ya?
###
Chea terperangah dengan hadiah yang dia dapatkan dari Ayah. Sebuah i-pad keluaran terbaru yang pasarannya belum sampai di Indonesia. Beberapa teman sekolahnya sudah membicarakan gadget mahal ini dan banyak dari mereka menginginkannya. Sayangnya, mereka tidak bisa memilikinya karena orang tua mereka tidak setuju harus membelikan barang mahal hanya untuk mengikuti trend yang sedang berkembang.
Chea menatap Ayah yang berdiri di dekat meja makan, “Ini beneran, Yah? Buat aku?”
“Buat siapa lagi. Masak buat Ayah sih.”
“Tapi kan aku nggak minta ini.”
Ayah membelai sayang rambut Chea, “Ini hadiah dari Ayah sendiri buat putri Ayah yang udah berhasil ningkatin nilainya.”
Chea tidak bisa berhenti tersenyum saat melihat hadiah yang dia dapatkan. Chea lantas memeluk Ayah, “Makasih, Ayah.”
Ets! Chea teringat dengan kesepakatan yang terjadi antara dia dan Ayah sebelum ujian berlangsung. Sebelum Chea melaksanakan ujian di sekolah antara Ayah dan dia memang melakukan kesepakatan di mana Ayah akan mengabulkan permintaan Chea. Apapun itu. Dan kesepakatan itu akhirnya bisa dilaksanakan setelah berulang kali tidak terlaksana karena nilai Chea yang tidak meningkat.
Chea mendadak diingatkan dengan nasihat yang Kael berikan. Nasihat agar Chea mengatakan hal yang dia inginkan kepada Ayah untuk tidak memaksakannya kuliah di Kedokteran.
“Obrolan kita tempo hari.”
“Obrolan yang mana?”
“Aku yang nggak mau masuk Kedokteran. Tolong, bolehin aku ya, Yah. Aku nggak mau.”
Ayah menghela nafas panjang. Dia sempat berpikir bahwa Chea tidak serius dengan kalimatnya.
“Kamu emang mau apa kalo nggak kuliah di Kedokteran?”
Chea termangu mendengar pertanyaan Ayah. Selama ini, dia tidak pernah menginginkan sesuatu hal terkait profesinya di masa depan.
“Lihat! Kamu sendiri aja nggak tahu apa yang kamu mau nanti. Pilihan Ayah udah yang paling tepat, Chea.”
“Kasih aku waktu untuk cari apa yang aku suka dan aku mau, Yah.”
“Sampai ujian kelulusan kamu. Ayah kasih waktu sampai ujian kelulusan kalo kamu nggak punya rencana lain, kamu ikut rencana Ayah tapi Ayah nggak mau kamu asal-asalan menginginkan sesuatu untuk masa depanmu.”
Chea kembali tersenyum bahagia dan memeluk Ayah, “Makasih, Yah.”
###
“Bagus dong. Kalo akhirnya, Ayah kamu nggak maksa kamu lagi,” komentar Kael usai mendengar ceritanya ditengah mereka melakukan les.
“Ini kan berkat kamu juga.”
Chea akui jika bukan karena Kael mungkin Ayah masih belum memahami yang dia inginkan dan dia juga akan tetap memberontak secara tidak langsung pada ujian sekolahnya.
“Tapi, Kael...-”
Belum lama ini, Chea tahu bahwa Ayah akan memberi Kael bonus jika Kael berhasil membuatnya masuk di Fakultas Kedokteran sesuai keinginan Ayah. Tapi, jika Chea memutuskan untuk tidak menuruti kemauan Ayah itu berarti Kael ....-
“Apa?” Kael kembali sibuk memeriksa jawaban Chea.
“Kesepakatan kalian gimana? Kalo aku nggak jadi masuk Kedokteran, berarti kesepakatan sama Ayah gagal dong. ”
Kael memandang ke arah depan lalu menoleh kepada Chea yang duduk disampingnya, “Terpenting kan kamu. Saya di sini bantuin kamu belajar urusan kamu mau lanjut kulian ke mana, itu udah pilihan kamu.”
Kael tidak hentinya membuat dia terkagum-kagum dengan sikapnya. Tidak salah jika dia menaruh hati kepada Kael. Kael memang laki-laki yang tepat untuk dicintai.
“Oh ..iya, Kael. Nge-date kita. Gimana kalo besok?”
Kael nampak memikirkan ajakannya, “Boleh. Mau saya jemput di rumah?”
Chea dibuat sedikit tercengang, “Ng—nggak usah! Kita ketemuan aja.”
Dia bukannya tidak ingin dijemput oleh Kael. Chea hanya tidak ingin Ayah melihat Kael menjemputnya dan bertanya macam-macam.
“Jadi, setelah aku tahu kamu menghilang. Aku sempet lihat kamu di Singapura ...,” Chea menggeleng mengingat peristiwa itu, “Aku pasti udah gila karena halusinasi kamu ada di sana karena terlalu khawatirin kamu.” Kael meletakkan cangkir latte panas di atas meja, “Singapura? Di Stasiun Jurong East?” Chea terkejut ketika Kael mengetahui di mana dia melihat Kael saat masih berada di Singapura. Kael tersenyum melihat Chea yang terkejut, “Itu emang aku lagi. Kamu nggak lagi berhalusinasi.” Alis Chea menyatu karena keningnya yang berkerut. “Aku emang ke Singapura untuk cari kamu dan nggak sengaja aku malah lihat kamu sama sepupumu. Awalnya aku mau langsung temuin kamu tapi ternyata masih ada yang ngenalin aku sebagai K jadi aku nggak jadi nemuin kamu karena takut malah jadi berita baru,” jelas Kael. Chea memberikan pukulan ke Kael membuat Kael merintih terkejut. “Kok dipukul sih?” tanya Kael. “Habisnya kamu buat aku kayak oran
Hari bahagia Zafri dan Shena pun tiba. Keluarga kedua belah pihak beserta tamu undangan yang hadir menyaksikan penyatuan cinta mereka yang diadakan di sebuah taman. Beberapa tahun belakangan ini konsep outdoor memang sedang menjadi trend untuk pasangan pengantin muda seperti mereka. Garden party. Zafri terlihat tampan dan gagah dengan setelan tuxedo putih yang pernah diperlihatkan Shena di obrolan grup mereka bertiga. Bedanya rambut Zafri disisir rapi dihari istimewa Zafri. Shena tak ingin kalah dari Zafri. Dia terlihat cantik dan anggun dengan mengenakan gaun yang warnanya senada dengan Zafri. “Permisi,” ucap seseorang. Sosok pria mengenakan setelan jas hitam menghampiri Chea. Parasnya tampan dengan sepasang mata cokelat menatap Chea dengan lembut. “Saya Richard,” ucapnya mengulurkan tangan kepada Chea. Sedikit ragu Chea menyambut uluran tangan pria itu, “Chea.” “Iya saya tahu. Kamu sepupunya Shena kan?”
Chea asyik dengan ponselnya mencari tahu perkembangan berita Kael yang sudah tiga hari ini menghebohkan jagat hiburan. Media nampaknya mulai mecari tahu alasan Kael mundur dari dunia yang sudah membesarkan namanya. Mulai dari Kael akan menikah dengan seorang gadis dan hidup di pinggir kota, Kael yang mengidap sebuah penyakit dan masih banyak kabar miring tentang Kael. Tapi pihak agensi Kael lekas membantah semua kabar tersebut dan membuat Chea merasa lega meski belum mengetahui keberadaan Kael. “Chea, kamu dengerin aku?” tanya Shena kesal dengan mendorong tubuh Chea pelan. Chea menatap Shena yang berdiri di sampingnya dengan terkejut. Mereka sedang berada di Stasiun. Chea melihat Shena yang kesal karena sudah mengabaikannya. “Ha?” tanya Chea mungkin sebelumnya Shena sempat mengatakan sesuatu tapi tak dia hiraukan karena sibuk dengan ponselnya. Shena memasang wajah gondok, “Kamu masih cari tahu tentang Kael?” Chea enggan menjawab dan ha
Singapura. Sudah hampir sebulan Chea menjadi tutor Karina dan dalam kurun waktu sebuan, Karina bisa dia taklukan. Gadis yang sedang memasuki fase mencari jati diri itu sudah mulai mendengarkan ucapannya. Hadir tepat waktu saat jadwal mereka bertemu untuk belajar. Tidak jarang hadir lebih dulu dibandingkan Chea. “Kak, aku boleh minta sesuatu?” tanya Karina dengan wajah ragu. “Apa?” Karina mulai menimbang-nimbang permintaan yang ingin dikatakan gadis itu kepadanya. Nampaknya sebuah hal yang serius. “Kak, aku kan ikut pameran dan lukisan aku menang.” “Waaah. Selamat, ya,” ucap Chea yang bahagia dengan prestasi Karina. “Tunggu dulu! Masalahnya, yang ambil hadiah harus sama orang tuanya. Kakak bisa nggak wakilin aku sebagai Kakak aku? Nanti aku akan bilang kalo orang tua aku lagi tugas di luar jadi Kakak yang ngegantiin. Mau ya?” “Kenapa kamu nggak bilang aja sama Tante Dewi kalo kamu menang? Beliau pasti seneng deh
Singapura. “Chea! Makan!” teriak Tante Monic memanggilnya untuk lekas keluar dari kamar. Chea pun keluar dan menghampiri Tante Monic yang sudah duduk bersama Paman Joe, suami Tante Monic. Hidangan makan malam sudah tersaji siap untuk mereka santap. Shena tidak ikut bergabung makan malam dengan mereka karena lembur bekerja. Akhir-akhir ini Shena sering lembur bahkan akhir pekan pun Shena masih harus bekerja. “Gimana Karina?” tanya Tante Monic sembari mengambilkan nasi untuk suaminya. Chea menghela nafas. “Tante kan udah bilang kalo anaknya susah diatur. Kamunya ngeyel mau jadi tutor dia.” Tante Monic memang sudah mewanti-wanti karena tidak ingin Chea menjadi terbebani dengan sikap Karina. “Udah terlanjur juga. Lagipula anaknya udah mulai nurut kok,” jawabnya kemudian menyantap makan malamnya. Saat mengunyah masakan Tante Monic tiba-tiba saja Chea rindu masakan Bu Nur. Masakan Tante Monic tidak buruk. Dia bahkan
Bu Nur masih enggan melepaskan Chea yang kini berada dalam dekapan pelukannya. Siang ini adalah hari keberangkatan Chea ke Singapura. Chea mampir ke Restoran askara untuk berpamitan kepada wanita yang sudah seperti Ibu baginya selama kurun waktu setengah dekade dalam hidupnya. Derai air mata tentu tak absen hadir di tengah keduanya yang sudah seperti pasangan Ibu dan anak itu. Padahal Chea sudah bertekad untuk tidak menangis saat berpamitan dengan Bu Nur. Dia bahkan sempat meledek Bu Nur yang menyambutnya dengan mata berkaca-kaca. Ketegarannya runtuh saat Bu Nur memeluknya seakan memintanya untuk tidak perlu pergi padahal beliau juga yang menyuruhnya untuk menenangkan diri ke Singapura. “Bu, udahan pelukannya. Nanti Chea ketinggalan pesawat,” kata Zafri mengingatkan. Bu Nur pun akhirnya melepaskan pelukannya, “Kamu hati-hati ya. Jaga diri baik-baik. Jangan lupa telpon Ibu. Oke?” Chea mengangguk, “Makasih ya Bu udah baik sama aku selama ini.” “
“Kamu habis nemuin dia?” tanya Arumi yang sudha berdiri di depan pintu kamar Hotelnya. Kael enggan menjawab pertanyaan Arumi dan memilih untuk masuk ke kamar Hotelnya. Arumi menyusulnya meski Kael tidak memintanya untuk masuk. “Aku kan udah bilang untuk nggak nemuin dia lagi.” “Semuanya udah selesai,” ucap Kael tanpa berbalik untuk melihat Arumi yang berdiri di belakangnya, “Aku sama Chea udah selesai. Kita nggak akan ketemu lagi.” Hening untuk beberapa saat. Kael menjatuhkan tubuhnya ke sofa panjang. Pandangannya tertuju pada langit-langit kamar hotel yang kosong seperti hatinya kini. “Kenapa?” “Dia mau akhiri semuanya.” “Dan kamu terima?” tanya Arumi yang seakan tak percaya Kael menerima begitu saja keputusan Chea. “Lalu aku harus memaksa dia untuk ada disampingku? Mana mungkin,” Kael tersenyum sinis, “Dunia aku adalah dunia yang nggak pernah dia inginkan.” “Kamu nggak pa-pa?” tanya Arumi yang mulai me
Chea memandang ponselnya yang selama beberapa hari belakangan ini berpindah tangan. Zafri akhirnya mengembalikan ponselnya sebelum kembali bersama Bu Nur ke rumah. Tapi meski begitu, dia tetap meminta agar Chea tidak mencari tahu artikel yang ada sangkut pautannya dengan Chea dan Kael. Chea akhirnya mengambil ponselnya yang hanya dia pandangi. Mengaktifkan kembali ponsel yang sengaja Zafri matikan agar tidak mengganggunya saat dia bawa. Nada notifikasi berbunyi tanpa henti menandakan banyak pesan yang masuk di ponselnya. Zafri benar. Manda, Martin dan rekan kerja lainnya mencemaskan keadaannya. Chea pun lebih memilih membaca pesan dari Kael yang masih belum Zafri baca sama sekali. Pesan dari Kael yang hampir berjumlah 20 pesan belum dibaca. Kael : Hubungi aku kalo kamu siap untuk ketemu. Aku akan tunggu. Dua pesan terakhir yang Chea baca. Chea merasa ragu. Haruskah dia menghubungi Kael atau tetap mengaba
Kael menatap sedih meja kerja Chea yang tidak berpenghuni. Harapannya untuk melihat keadaan Chea dengan berkunjung ke Stage Entertaiment pupus usai mengetahui bahwa Chea tidak ada di kantor. Desas-desus yang Kael dapatkan ketika masuk ke kantor Stage Entertaiment, Chea tidak masuk ke kantor sejak rumor tentang masa lalu tersebar. Kedatangan Kael ke Stage Entertaiment bukan hanya untuk melihat Chea saja. Tapi untuk menemui Pak Eko karena ingin membicarakan perihal konser yang akan digelar kurang dari sebulan. Tentunya Kael datang tak sendirian. Dia datang bersama Arumi yang masih menjadi managernya sampai mereka kembali ke Korea Selatan sesuai dengan permintaan Mr. Lee. “Mr. Lee sudah menghubungi saya. Tentunya permintaan pihak kalian adalah hal yang sulit saya kabulkan. Mengeluarkan staf yang berkompeten disaat dia sudah bekerja sangat baik untuk konser Anda,” ucap Pak Eko yang langsung to the point kepada mereka. Sejak mereka datang suasana kantor S