Home / Romansa / 30 Days Girlfriend / 2 Apa Dia Mengingatku?

Share

2 Apa Dia Mengingatku?

Author: Ans18
last update Huling Na-update: 2024-05-07 20:54:43

“Rhea kenapa?” tanya Dio yang kaget melihat Rhea tiba-tiba menunduk. “Ada yang jatuh?”

“Oh, nggak, Pak. Lagi nyari lap buat kacamata saya, Pak.” Rhea berakting membuka tasnya dan mencari apa yang ia sebut tadi dengan asal.

‘Oh shit! Gue nggak mungkin buka kacamata gue, pasti bakal langsung ketahuan.’ Rhea merutuki kebodohannya.

“Kai, aku ke toilet dulu ya,” bisik Rhea ke Kaira.

“Pak, saya permisi ke toilet sebentar,” ucap Rhea meminta izin kepada atasannya.

Rhea merasa sedang beruntung, Naren sama sekali tidak memperhatikan sekitar karena sedang sibuk memainkan ponselnya.

Setibanya di dalam toilet, Rhea langsung mengelurkan barang-barang bawaannya yang ada di dalam tas. Dia mengingat-ingat kembali bagaimana penampilannya saat SMA.

Rhea seketika tersenyum miris, tidak banyak yang berubah pada dirinya. Bahkan panjang rambutnya masih sama. Satu-satunya yang mungkin bisa jadi penyelamatnya adalah kacamata. Dulu semasa SMA ia tidak memakai kacamata, jadi harusnya Naren tidak akan menyadari siapa dirinya kan. Ia pun mengoleskan lipstik dengan warna lebih cerah, mungkin hal itu juga bisa jadi salah satu kamuflasenya.

‘Rhe ... Rhe ... kepedean amat. Mana pernah dia inget sama pacar-pacarnya yang sekarang jumlahnya entah berapa puluh itu. Calm down Rhe!’ batin Rhea menenangkan diri sendiri.

Setelah berhasil menenangkan diri, Rhea kembali ke tempat duduknya semula dan tidak menemukan Naren di sebelah Dio. Saat itu, Rhea baru benar-benar bisa menghela napasnya dengan lega.

Meskipun dipenuhi rasa penasaran, Rhea menahan dirinya untuk tidak menanyakan keberadaan Naren kepada Dio ataupun Kaira.

Dalam jamuan makan siang itu, Radith selaku Direktur HRD memperkenalkan Rhea dan Kaira kepada Presiden Direktur perusahaan yang menyambut mereka dengan senyuman bangganya.

“Kalian balik ke kantor naik apa?” tanya Dio.

“Naik taksi Pak. Tadi sih berangkatnya dianter sama Mbak Dinda.” jawab Rhea.

“Bareng sama saya aja. Ke kantor juga kan, jangan ngabisin BBM, bahan bakar yang belum terbarukan loh.”

Rhea hanya mengangguk sambil menahan tawanya. ‘Lucu juga ini boss, lumayan lah, nggak terlalu kaku orangnya.’

Rhea dan Kaira berjalan mengekori Dio seperti anak ayam yang mengikuti induknya. Dio berhenti karena disapa seseorang, maka mereka pun berhenti. Dio berhenti di depan lobby, maka mereka pun berhenti di belakangnya.

“Tunggu bentar ya, mobilnya lagi jalan ke sini.”

Keduanya hanya mengangguk lagi.

Sebuah BMW X4 membunhyikan klakson sebagai kode kepada Dio dan berhenti tepat di depan Dio.

“Ayo!” ajak Dio.

Dio membuka pintu mobil penumpang depan, dan membiarkan kedua wanita itu memasuki kursi penumpang belakang.

Rhea dan Kaira saling melirik, dengan pikiran yang sama. Mereka pikir, supir lah yang menjemput Dio, tetapi ternyata dugaan mereka salah. Naren yang duduk di belakang kemudi dan mengumpati Dio yang menjadikannya seperti supir, padahal Dio bisa saja jalan ke parkiran.

“Kan ada cewek-cewek, kasihan jalan ke parkiran.” Dio terbahak dan baru menyadari kalau kedua wanita di belakangnya tampak sedikit kebingungan. “Oh iya, kalian kan belum kenalan. Tadi Naren langsung cabut begitu aja, kebiasaan.” cibirnya.

Naren melajukan mobilnya tanpa mengacuhkan ledekan dari Dio.

Melihat Naren yang masih belum membuka mulutnya untuk berkenalan, Dio memilih menjadi penyambung lidah di antara mereka.

“Ini Pak Naren, Direktur Legal. Temen saya dari kuliah jadi jangan kaget kalo kami sedeket ini. Nah sebutin deh nama kalian.”

“Saya Kaira Pak, di Departemen Humas.”

Naren hanya mengangguk singkat sambil melirik ke arah rear view mirror.

Jantung Rhea berdegup kencang saat tanpa sengaja matanya dan mata Naren bertatapan melalui rear view mirror.

Untuk sesaat, Rhea terhanyut pada tatapan itu. Tatapan yang masih tetap sama, dalam dan menenangkan.

"Rhe." Kaira menyikut Rhea yang masih terdiam.

"Eh, nama saya ... Rhea, staf Pak Dio." ucapnya dengan suara yang agak dibuat lebih berat, semoga saja dengan begitu Naren sama sekali tidak dapat mengenalnya.

Naren kembali menatap rear view mirror, kali ini lebih lama. 'Jingga?'

"Fokus Ren. Sayang mobil lo kalo kegores kendaraan lain di jalanan selagi lo ngelirik melulu ke belakang."

Naren mendengus kesal. Matanya masih ingin melirik ke belakang, ke arah seorang gadis yang membuatnya penasaran.

Dio meminta Rhea dan Kaira untuk turun lebih dulu sesampainya di area parkir kantor mereka. Rhea tentu saja menyambut perintah Dio dengan suka cita. Ia pun segera menarik tangan Kaira untuk turun dari mobil.

"Kayaknya ada yang nggak fokus sepanjang perjalanan. Lo ngincer Rhea? Gue lihat mata lo nggak lepas dari dia."

"Nggak. Kan masih ada Danisha," jawab Naren enteng.

"Ya siapa tau buat cadangan setelah Danisha. Ngaku lo! Staf gue itu, nggak usah macem-macem."

"Emang lo bokapnya apa, ngelarang cowok ngedeketin dia. Bawel ah. Udah sana turun. Apa perlu gue bukain pintu dari luar? Biar totalitas gitu kali ini gue jadi sopir lo."

“Tunggu deh, gue tadi itu mau nanya sesuatu.” Dio masih bertahan di kursinya meskipun sudah melepaskan seat belt.

“Apa lagi?”

“Hubungan lo sama bokap lo masih begitu-begitu aja?”

“Iya lah, berharap apa dari seorang bokap yang kayak dia?”

“Trus bokap lo nggak marah gitu ngeliat lo langsung pergi aja tadi?”

“Udah biasa, udah bosen juga gue denger omelan dia. Nggak ada efeknya buat gue.”

Dio menggelengkan kepalanya mengingat Naren yang langsung meninggalkan restoran saat papanya tiba.

Hubungan Naren dan ayahnya memang tidak selayaknya hubungan orang tua dan anak. Lagipula Naren tidak merasa ada yang perlu dicontoh dari orang tuanya, jadi untuk apa dia menjaga hubungan baik dengan orang tuanya. Pun dia masuk ke perusahaan karena permintaan kakeknya. Kalau tidak, mungkin dia akan memilih menjadi pengacara, konsultan hukum, atau bahkan mendirikan law firm-nya sendiri.

“Dio, beneran staf lo tadi namanya Rhea?” tanya Naren memastikan.

“Selama dia bukan anggota BIN atau intel yang lagi nyamar, gue yakin namanya Rhea. Kenapa sih? Naksir?”

“Nggak, mirip seseorang doang, mungkin ingatan gue yang salah. Lagian sejak kapan gue naksir cewek duluan?”

“Ingatan lo emang nggak pernah bener kalo masalah cewek. Tunggu aja karma lo Ren, beneran gue sumpahin lo.”

‘Tapi gue yakin ingatan gue kali ini bener, dia Jingga. Apa bukan? Oh shit! Gue jadi ragu sendiri,’ batin Naren yang semakin bingung.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • 30 Days Girlfriend   164 Extra Part (Sesak Napas)

    “Dek.” Rhea menatap anak bungsunya yang terlihat pucat. “Kenapa, Dek?”Yara menunjuk ke dadanya, ditambah dengan suara napasnya yang tersendat.Dengan panik, Rhea menghubungi Ega untuk mendapatkan pertolongan pertama untuk Yara.Syukurnya, dalam beberapa dering, Ega langung mengangkat sambungan telepon dari Rhea.“Ga. Yara, Ga.”“Kenapa, Rhe? Yara kenapa? Ceritain kondisinya.”“Dia lagi main di deket kolam renang, kucingnya dia kepleset masuk ke kolam renang, Yara ketakutan, trus nangis, sekarang dia pucet banget, napasnya mengi. Aku mesti gimana?”“Bikin Yara duduk tegak, arahin Yara buat narik napas panjang, berulang-ulang sampai normal lagi. Abis itu, kalo udah mulai normal, kasih air anget ya. Aku on the way ke sana.”Rhea memutus sambungan telepon, kemudian melakukan apa yang disarankan Ega. “Dek, ikutin Mama ya. Tarik napas ….”***Mobil Naren memasuki pelataran rumahnya bertepatan dengan sebuah mobil sedan hitam keluar. Dengan penasaran, Naren bertanya kepada security rumahnya.

  • 30 Days Girlfriend   163 Extra Part (Persidangan untuk Ervin)

    Aileen dan Ervin masuk ke dalam rumah sambil terbahak membicarakan uang jajan Ervin yang habis karena harus menyuap semua teman sekelasnya demi melindungi ia yang bolos setengah jam pelajaran olahraga.“Lagian pake cabut.” Aileen puas tertawa.Sedari kecil mereka sadar kalau kondisi keluarga mereka jauh di atas rata-rata. Mereka hidup berkecukupan. Apa yang mereka mau sebenarnya bisa dituruti orang tua mereka, tapi orang tua mereka memilih untuk tidak melakukannya.Sejak kelas 1 SMP mereka masing-masing diberikan uang saku per minggu. Hal itu sudah berlangsung sejak era Aileen, sekarang Ervin, dan mungkin nanti hingga Yara.Dan saat itu masih hari selasa, ketika Ervin menghabiskan jatah seminggunya.“Gantiin kek, Kak. Aku kan bantuin Kakak.”“Enak aja. Nggak ada yang minta bantuan kok,” sahut Aileen cuek, walau tentu saja Aileen tidak akan membiarkan Ervin gigit jari di sekolah karena kehabisan uang jajan.“Ck! Uang tabunganku buat beli PS, Kak.”“Pilih game apa pilih makan di kantin?

  • 30 Days Girlfriend   162 Extra Part (Pelindung)

    “Vin, kakak lo dipepet sama kakak kelas di deket gudang buat nyimpen alat olahraga.”Saat itu Ervin masih duduk di kelas 1 SMP ketika mendapat laporan dari temannya. Usianya yang hanya berbeda lima belas bulan dengan kakaknya membuat mereka bersekolah di tempat yang sama, beda satu tingkat.Aileen duduk di kelas 3 SMP dan … memiliki musuh bertebaran. Ervin tidak kaget lagi untuk satu hal ini. Ucapan kakaknya yang sepedas cabe dan kegalakan kakaknya yang mengalahkan satpam komplek, tentu saja membuatnya memiliki banyak musuh, baik dari makhluk berjenis kelamin perempuan, maupun lawan jenis.“Cewek apa cowok yang mepet kakak gue?” Karen Ervin yakin kakaknya itu mampu kalau hanya mengatasi sekumpulan gadis puber yang biasa melabraknya karena gebetan mereka naksir berat dengan Aileen dan segala keangkuhannya.“Cowok, dua orang.”Ervin langsung melemparkan bola basket yang sedang ia mainkan. Kelasnya memang sedang ada jam perlajaran olahraga, karena itu ia bingung kenapa kakaknya bisa dipe

  • 30 Days Girlfriend   161 Extra Part (Hilangnya Aileen)

    "Ibu ... Neng Aileen, Bu."Ucapan dari ujung sambungan telepon itu membuat Rhea langsung tersadar bahwa ada yang tidak beres dengan anaknya."Aileen kenapa, Mbak?" tanya Rhea kepada baby sitter yang biasa menjemput anak-anaknya saat ia tidak bisa menjemput. Seperti kali ini Rhea terpaksa meminta baby sitter untuk menjemput Aileen dan Ervin karena Yara sedang sakit."Neng Aileen nggak ada di sekolahannya."Jantung Rhea serasa mencelos saat mendengarnya. "Mbak udah nanya ke temen-temennya? Ke gurunya?""Sudah, Bu. Ini sekolahan udah hampir sepi, tapi nggak ada yang tau Neng Aileen di mana.""Ervin gimana?" tanya Rhea berusaha menutupi paniknya."Mas Ervin sudah di mobil, Bu.""Kamu minta supir pulang nganter Ervin ya. Kamu di situ dulu, cari di sekitaran sekolah, tanya sama temen-temennya, saya langsung jalan ke sana.""Iya, Bu."Rhea menghela napas, mencoba menenangkan diri walau rasanya sulit. Setelah menitipkan Yara yang sedang demam pada baby sitter, Rhea segera berlari, mengambil k

  • 30 Days Girlfriend   160 Extra Part (Tempat Duduk Aileen Callia Candra)

    "Ya ampun Nareeen, kamu tu nggak bisa nahan apa gimana sih? Kasihan kan Aileen masih nyusu, terus sekarang Rhea isi lagi. Mana kemaren pas Aileen kan operasi. Cek ke dokter, pastiin ini bahaya apa nggak."Pukulan bertubi-tubi dan ocehan panjang lebar didapatkan Naren dari tantenya yang langsung terbang ke Jakarta saat mendengar kabar Rhea hamil (lagi).Sementara Naren yang menjadi bulan-bulanan tantenya hanya tersenyum bangga, bukannya merasa bersalah. "Udah ke dokter kok, Mi. Biar rumahnya rame."Adila menggeleng-gelengkan kepalanya dengan tatapan kesal. Kemudian ia mendekat ke sisi Rhea yang sedang menyusui Aileen di atas kasur, yang kadang terkikik mendengar perdebatan unfaedah suami dan tantenya."Rhea lagi pengen sesuatu nggak?""Pengen gelato, Mi.""Naren, tuh denger, Rhea pengen gelato.""Di mana, Sayang? Biar Mas cariin."Rhea menggeleng. "Nggak tau aku."Adila mencebik kesal melihat Naren hanya garuk-garuk kepala. "Udah sana, cari aja di google di mana gelato terenak se-Jakar

  • 30 Days Girlfriend   159 Ending

    "Sayang ...." Naren terdiam sesaat. Sebenarnya ia masih ragu untuk menyampaikan apa yang ada di dalam pikirannya."Kenapa?" Rhea menjawab sambil lalu karena dia juga sedang berkutat memakaikan baju Aileen yang baru saja dimandikan.Sudah seminggu mereka tinggal di kediaman Candra. Rumah itu memang tidak ada yang menempati setelah Aditama pindah ke Dieng dan Adityo memilih tinggal sendiri di rumahnya. Aditama sendiri belum tega menjual atau menyewakan rumah itu. Karenanya, Aditama benar-benar memohon kepada cucu dan cucu menantunya itu agar menempati kediaman keluarga mereka, tidak perlu lagi mencari rumah.Naren mendekat, sambil menowel pipi Aileen dengan gemasnya, mencoba berbicara dengan istrinya. Biasanya mood Rhea lebih bagus kalau Aileen sedang tidak rewel. "Aku nggak tau terlalu cepet atau nggak aku ngomong gini. Tapi kayaknya mulai kita perlu pikirin. Kamu ... setelah ini mau berhenti ngurus Amigos atau gimana?"Rhea melirik suaminya sekilas, tapi kemudian perhatiannya kembali

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status