Dominic mengerjapkan matanya saat mendengar suara deringan ponsel. Pasangan suami istri itu baru kembali ke hotel untuk beristirahat dua jam yang lalu. Sekarang siapa yang mengganggu Dominic? Mata pria itu menyipit karena sinar matahari yang sudah tinggi, dan dia segera meraih ponselnya di atas nakas dengan mendengkus kesal. Namun, kekesalannya langsung hilang begitu saja saat melihat siapa yang menghubunginya. "Halo.""Halo, Mr. Williams. Kami dari rumah sakit, ingin mengabarkan jika pasien atas nama Carolina kondisinya sangat buruk sekarang. Apa Anda bisa datang sebagai walinya?" Suara seorang wanita terdengar cukup cepat dari rumah sakit. "Kami akan ke sana.""Baik, Mr. Williams."Tut! Panggilan mereka terputus begitu saja. Dominic segera beralih pada Anna yang tidur begitu nyenyak. Dia jadi tidak tega untuk membangunkan istrinya itu. Anna baru bisa istirahat sejak semalam. "Hah, apa aku pergi sendiri saja?" tanya Dominic bimbang. Setelah memikirkan banyak hal, pria itu ak
Awan mendung mengiringi acara pemakaman Carolina. Setelah semua prosesi selesai, Dominic mengambil alih semuanya untuk memakamkan ibu mertuanya dengan layak. Dia juga sudah bertukar kabar dengan Elena di New York, setelah menceritakan perjuangan panjang mereka untuk menemukan Carolina. Awalnya, Elena memaksa untuk terbang ke London menemani Anna yang sedang berduka, tetapi Anna melarangnya. Dia tidak mau ada orang lain yang melihat betapa menyedihkan hidupnya. Bahkan di saat-saat terakhir Anna masih sempat meminta agar dia bisa bersama ibunya. Namun, sayangnya Tuhan berkehendak lain. Dominic merengkuh pinggang Anna dari belakang dengan erat. Tidak ada sanak saudara, membuat mereka akhirnya merasa sedih berkali-kali lipat, hingga membuat mereka saling memeluk satu sama lain. Akan tetapi, apa mau dikata. Sejak kecil, Anna memang tidak tahu siapa keluarga ibu dan ayahnya. Pantas saja mereka membenci Anna. Ternyata karena kehadirannya, baik Frank ataupun Carolina sama-sama dibuang
Anna terbangun saat mendengar suara berisik beberapa saat yang lalu dari luar kamar. Setelah cuci muka dan menggosok gigi, akhirnya Anna memutuskan untuk keluar kamar saja, dan dia baru sadar jika sekarang mereka sudah tiba di apartemen. "Mama," panggil Anna pada Elena saat membuka pintu, yang mana membuat wanita paruh baya yang sedang duduk itu langsung menoleh. "Mama, kapan sampai? Kok, tidak membangunkan aku, Dom?" Anna bertanya pada Dominic yang entah kenapa justru mendengkus kesal. "Ah, Mama tidak mau mengganggu waktu istirahatmu, Sayang." Elena segera menghampiri Anna, dan membawa gadis itu untuk duduk. Sedangkan Dominic hanya bisa menghembuskan napas dengan kasar. Tidak mau mengganggu? Padahal tadi Elena tidak percaya saat Dominic bilang kalau Anna masih tidur, dan justru membuat keributan. Menyadari jika putranya sedang kesal, Hamilton mengusap punggung lebar milik Dominic dengan berbisik, "Sabar, wanita memang seperti itu. Mereka selalu benar."Menyadari tatapan putra s
Di Vermont, Daniella masih berusaha membujuk Austin untuk memberikan kunci rumah padanya. Dia ingin kembali ke rumah dan bekerja dengan normal di Sky Crystal lagi, tetapi Austin tetap pada pendiriannya. Yang berbeda hanya sikap Austin yang tidak sekasar seperti pertama kali mereka tidak di Vermont. "Aku mau pulang, brengsek!" maki Daniella lagi. Sudah hampir dua minggu, Daniella menghabiskan hari-hari dalam kurungan penjara yang tanpa sengaja Austin buat. "Aku tidak akan membebaskanmu, sebelum kau berhenti bersikap seperti ini padaku."Daniella mencibir perkataan Austin. Memangnya apa yang pria itu harapkan dari sikap Daniella, yang sudah dipaksa berulang kali untuk membantunya melampiaskan nafsu? Jangan bermimpi! Sampai kapan pun, Daniella tidak akan bersikap lunak lagi seperti dulu. "Kau berharap aku menurut dan menjadi budakmu?" Austin langsung menatap tajam ke arah Daniella setelah mendengar perkataan gadis itu. "Apa aku pernah bilang jika aku ingin kau menjadi budakku, Dan
Austin memandang kepergian Daniella dengan salah satu alis yang terangkat. Dia tidak mengerti kenapa gadis itu terlihat begitu kesal? "Dasar aneh!" gumam Austin. Dia tidak mengerti dengan arah pikiran Daniella. Padahal Austin sudah tidak melakukan kesalahan apa pun, atau memaksa Daniella untuk memasak. Tiba-tiba saja pria itu teringat dengan wajah Daniella saat melihatnya makan tadi. "Apa dia ingin makan, tapi malu mengatakannya?"Menyakini hal itu, Austin menggelengkan kepalanya dengan senyum geli. "Dasar wanita!"***Tok Tok Tok! Daniella menoleh saat mendengar suara pintu yang diketuk dari luar. Gadis itu diam saja karena sudah tahu siapa yang mengetuknya. Apa yang diinginkan oleh pria itu lagi? "Daniella, buka pintunya!" Suara Austin terdengar dari luar sana dengan keras. Namun, Daniella lebih memilih memejamkan mata saja. Dia belum mau berurusan dengan Austin, apalagi setelah kejadian tadi. Pria itu makan dengan enak di depannya tanpa ingin membagi sama sekali. "Daniel
Sinar matahari terasa begitu terik di Vermont. Mungkin karena musim semi yang akan berakhir, dan mulai memasuki musim panas. Dominic dan Anna tiba di Vermont pada siang hari. Pria berkulit cokelat dengan rambut ikal itu hanya memakai celana pendek, dengan kaus tanpa lengan karena merasa sangat kepanasan. Setelah hampir tiga puluh menit menunggu, akhirnya Austin muncul dengan mobil kesayangannya yang berwarna kuning. “Kalian sudah dari tadi?” tanya Austin yang baru turun dari dalam mobil. Dominic hanya mengangguk pelan. “Apa Vermont memang sepanas ini?” “Biasanya tidak, tapi matahari hari ini memang cukup terik. Lagi pula kita akan masuk ke peralihan musim panas, bukan?” Austin menatap Dominic dan Anna secara bergantian, dan dia cukup terkejut melihat wajah Anna yang cukup pucat. “Kau sedang sakit, An?” “Ah, tidak.” Anna menggeleng dengan wajah heran. “Apa aku terlihat seperti orang sakit?” “Hm, wajahmu cukup pucat.” Dominic langsung mendorong Austin untuk menjauh dari pintu, la
Anna merebahkan dirinya ke atas sofa dengan keringat yang membanjiri wajah, setelah beberapa jam membersihkan kabin milik Dominic yang sangat kotor. "Kau pasti kelelahan, Sayang." Dominic ikut duduk di samping Anna. Dia memberikan sebotol air mineral kepada istrinya. "Aku memang sangat cepat lelah Akhir-akhir ini, Dom." Anna berujar dengan menenggak setengah isi botol air yang Dominic berikan. Mendengar hal itu, jelas saja Dominic merasa bersalah karena sudah membiarkan Anna membersihkan kabin miliknya.Meskipun Dominic juga ikut membantu tadi, tetapi tetap saja dia menjadi tidak tega saat melihat istrinya kelelahan. "Kalau begitu kau istirahat saja, setelah ini aku yang akan membuat makan siang untuk kita."Anna langsung terduduk begitu mendengar kata makan siang. "Apa di lemari kita masih ada persediaan makanan?"Dominic menepuk dahinya karena dia baru ingat akan hal itu. Mereka sudah lama tidak berada di Vermont, jadi pria itu langsung bergegas menuju dapur dan melihat lemari pe
“Dominic.” “Ya, Sayang. Ada apa?” Dominic menoleh ketika sang istri memanggilnya. Pria itu sedang membantu Anna mencuci sayuran untuk makan malam mereka. Sekembalinya Anna dari rumah Austin tadi, dia mendapatkan berbagai macam bahan makanan untuk makan siang dan malam. Ada daging sapi, jagung serta selada yang bisa mereka buat salad. Dominic kembali menatap Anna yang sempat memanggilnya. “Ada apa? Katakan saja,” tanya Dominic sekali lagi ketika Anna kembali diam. “Aku pergi ke rumah Austin tadi,” kata Anna yang membuat Dominic langsung menatap istrinya dengan penuh tanda tanya. “Ke rumah Austin? Untuk apa?” Dominic langsung bertanya dengan penuh selidik. Bukankah Anna bilang tadi akan pergi ke tempat Daniella? Lalu mengapa Anna bisa sampai ke rumah Austin? “Iya, Dom. Aku pergi ke rumah Austin tadi setelah mencari Daniella ke mana-mana, dan aku tidak menemuinya sama sekali. Jadi aku mendapatkan makanan ini dari Austin tadi.” “Lalu?” Dominic masih terlihat kebingungan. “Apa ada