Emely merasakan hambar pada rumah tangganya. Apalagi urusan ranjangnya dengan sang suami. Dia yang tidak pernah mendapatkan rasa puas merasa bahwa dirinya hanya pelampiasan belaka. Sampai akhirnya kejadian semalam yang membuatnya terjebak pada sang adik ipar membuat hidup Emely berubah. Sentuhan yang dia dapat dari pria yang tak seharusnya, membuat Emely dilanda dilema. Haruskah dia bertahan dengan rumah tangganya, atau dia membuka hati untuk sosok yang dapat memberinya kehangatan.
view more"Ah ... leganya." Darren baru saja menuntaskan hasratnya, nermain di atas ranjang yang panas bersama sang istri. Pria itu baru saja mencapai puncak kelegaan, melepaskan kepuasan yang mampu menyegarkan isi kepalanya.
Pelan, dia mulai melepaskan inti miliknya dan juga sang istri. Tanpa berkata apa pun, pria itu segera menutupi tubuhnya yang polos dengan sebuah selimut. Darren membalikkan badan memunggungi sang istri. Dia mulai memejamkan mata lalu terlelap. Emely. Istri Darren itu hanya menatap nanar langit-langit kamar. Dia menggigit bibir bawahnya kuat-kuat menahan gejolak amarah yang tertahan di dada. "Selalu seperti ini," bisiknya. Dia menoleh ke arah Darren yang memunggunginya dan menatapnya nanar. Seperti malam-malam biasanya, Darren akan menuntaskan hasrat pada dirinya hingga puas tanpa memedulikan perasaan Emely. Entah perempuan itu menikmati permainan tadi, atau Emely sudah merasakan kepuasan apa belum. "Aku akan mencobanya," ujar Emely kemudian. Perempuan itu sedikit mengangkat tubuh bagian atas lalu menyangganya dengan siku. Satu tangan yang bebas memegang pundak Darren. "Darren. Kau tidur?" tanyanya kemudian. Dia mendengar suaminya itu hanya bergumam. "Tapi ...." Emely menggigit bibir bawahnya merasa ragu untuk mengatakannya. Akan tetapi, kalau tidak dikatakan dia juga yang akan merasa tersiksa. "Tapi apa?" kalimat yang diucapkan Darren terdengar jelas kalau pria itu tengah merasa kesal. "Tapi aku belum org*sme. Apakah kau bisa membantuku?" tanya Emely ragu-ragu. Sekuat tenaga dia memberanikan diri untuk bertanya. Darren segera menggerakkan pundaknya kasar agar tangan sang istri yang ada di sana menyingkir. "Kau urus saja sendiri. Aku mengantuk." Darren berujar kemudian. Selalu seperti ini. Setelah puas Darren akan meninggalkan dirinya tidur, tanpa berpikir kalau dirinya merasa tersiksa sebab Darren yang membawanya ke awan dan tak menuntaskannya. "Tapi, Dar. Ini benar-benar menyiksa. Bisakah kau membantuku sekali saja?" Emely tidak menyerah. Dia mencobanya sekali lagi. Darren yang merasa kesal pun kini marah. Pria itu bangkit dengan kasar lalu menatap Emely dengan sorot matanya yang tajam. "Bisakah kau diam? Aku sudah kelelahan seharian bekerja. Dan sekarang aku hanya ingin beristirahat. Tapi kau malah menggangguku!" bentak Darren dengan suara yang sangat keras. Dibentak seperti itu membuat dada Emely bergemuruh. Perempuan itu mengepalkan tangan di sisi tubuh. "Ya!" balas Emely dengan berteriak. Emely merasa tidak tahan lagi dengan sikap Dave. "Memang seperti itulah dirimu, Darren. Setiap hari sibuk bekerja. Pergi pagi pulang malam. Setelah sampai rumah, apa yang kau lakukan? Meminta aku melayani dirimu sampai puas. Setelah puas, kau langsung tidur tanpa memikirkan apakah aku puas atau tidak. Itulah dirimu, Darren. Itulah dirimu. Pria egois yang hanya mementingkan dirinya sendiri." "Diam kau!" bentak Darren. Pria itu terkejut dengan respons istrinya malam ini. "Aku tidak akan diam!" balas Emely tak kalah keras. "Aku tidak akan diam malam ini. Setiap hari kau melakukan ini padaku. Seenaknya. Aku seperti pelacur yang setelah dipakai lalu ditinggal begitu saja." Emely tertawa, tetapi ada air mata yang jatuh di pipinya. Dia menggeleng. "Tidak-tidak. Kau tahu? Bahkan pelacur di luaran sana lebih terhormat daripada aku. Setidaknya mereka mendapatkan kepuasan itu sedangkan aku tidak." "Kau gila Emely!" bentak Darren. Pria itu bangkit lalu mengenakan kimononya. "Mau ke mana kau?" Emely menatap tajam suaminya. "Lebih baik kau tidur sendiri. Renungkan apa kesalahanmu," ujar Dave yang memutuskan untuk meninggalkan kamar. "Pergi! Pergi saja kau!" Emely menangis dalam gelapnya malam. Perempuan itu menutupi tubuhnya. Memegangi dada, dia merasakan detak jantung yang lebih besar dari sebelumnya. Baru kali ini dia berani melawan Dave. Emely mendengar pintu terbuka. Dia segera menghapus air matanya dan memejamkan mata untuk tidur. Dalam hati sempat bertanya untuk apa Darren kembali. Akan tetapi dia memilih bungkam. Dia merasakan Darren yang menaiki ranjang. Detik kemudian dia dibuat melotot kala Darren mencium pundaknya yang polos. "Dar---" Emely tak bisa melanjutkan kata-katanya kala Dave mulai memberikan rangsangan pada tubuhnya. Darren mulai menciumi leher belakang Emely dan merambat pelan ke telinga perempuan itu. Emely hanya mampu memejamkan mata untuk menikmati setiap pergerakan yang memabukkan itu. "Darren. Ini ...." Kini, Emely dibuat terlentang. Dia merasakan Darren sudah berada di atas tubuhnya, memberikan ciuman bergairan di leher, belakang telinga, dada dan juga segala tempat. "Ah, Dar---" Emely dibuat bungkam oleh sebuah ciuman. Ciuman yang selama ini tak pernah Darren berikan padanya meski mereka saling bergelut di atas ranjang. Inikah rasanya berciuman itu? Tak mampu mengungkapkan melalui kata-kata, Emely hanya mampu mencengkeram sprei ranjangnya untuk menyalurkannya apa yang dia rasakan. Tak lama, Emely merasakan sesuatu menerobos miliknya. Dia sedikit membuka kaki dan membiarkan benda itu memasukinya. Emely mendongak, bibirnya terbuka dan mengeluarkan desahan. Desahan yang semakin lama terdengar semakin bersemangat seiring pergerakan di bawah sana yang semakin cepat. Ciuman itu pun semakin mengganas seolah tak membiarkan dirinya mengambil udara melalui mulut. "Ah." Hanya kata itu yang keluar dari bibir Emely ketika ciuman terhenti. Ketika pergerakan di bawa sana semakin dan semakin cepat, menyentuh titik tersensitif miliknya, Emely mulai mencengkeram kedua pundak pria di atasnya. Pundak ini, kenapa terasa seperti lebih besar dari biasanya? Tak mampu berpikir normal, Emely semakin dibuat kelimpungan kala sesuatu dalam dirinya seperti memaksa untuk dibebaskan. "Ah. Ini ... Ini." Cengkeraman tangannya semakin kuat. Kepala Emely sampai terangkat. Detik kemudian, perempuan itu berteriak seiring sesuatu terlepas dari dalam intinya. Deru napas saling bersahutan. Kepuasan baru saja dia dapat. Ini seperti diirnya baru saja dibawa ke tempat yang menyegarkan. Kepalanya terasa lebih ringan. Ini melegakan. Dia segera memeluk pria di atasnya. "Terima kasih. Terima kasih untuk ini. Ini ... ini terasa ... aku sulit menjelaskannya." Emely tersenyum lalu melabuhkan ciuman di pundak pria itu. Kedua inti mereka masih saling menyatu. Entah kenapa Emely seakan tidak rela melepaskannya meski mereka sudah sama-sama mengalami pelepasan. "Baru kali ini aku merasakannya." Emely berbisik. "Kau menikmatinya?" tanya pria itu kemudian. Saat itulah bola mata Emely melotot seketika. Detik itu juga dia menyadari, kalau pria yang baru saja bergulat dengan dirinya bukanlah sang suami Darren. Emely mendorong tubuh pria itu, menajamkan pandangan untuk melihatnya. Saat itulah dia tahu. "Hans?""Bolehkah hari ini aku ikut kamu ke kantor?" tanya Emely tiba-tiba.Darren mengerutkan kening. "Tumben?" Mereka kini sedang berada di meja makan menikmati sarapan bersama.wajah keduanya tampak sumeringah. Ini semua karena kejadian semalam di mana Emely berhasil menyalurkan hasratnya pada sang suami meski kali ini dia yang bekerja keras. Tidak apa. yang penting sama-sama terasa meski kenyataannya Darren yang keluar duluan."Memangnya tidak boleh?" tanya Emily kemudian.Darren terkekeh. "Pasti ini karena sahabat kamu yang bekerja di kantor," ujarnya kemudian.Emely melebarkan senyumannya. "Tahu aja. Boleh, ya. Boleh?"Darren mengangguk. "Sure. Tapi ingat jangan sampai kamu mengganggu pekerjaannya karena itu akan mengganggu aku juga."Emely mengangguk patuh. Mereka kembali menikmati sarapan mereka. sepertinya hubungan mereka menjadi baik.Kegiatan keduanya tak luput dari perhatian seseorang. Hans, melihat interaksi itu dengan kesal. Dia mengepalkan tangan tetapi harus menahannya.Pria i
"Sudah beberapa hari ini Darren selalu pulang larut malam. Sebanyak itukah pekerjaannya?" Dia bertanya penuh penasaran. Waktu sudah menunjukkan pukul sembilang malam, tetapi Emely belum juga bisa tertidur dan membuatnya memilih untuk duduk di taman samping rumah ditemani dengan secangkir teh hangat.Emely terkekeh sinis kemudian. "Kenapa aku ini? Kenapa juga aku memikirkan dia? Apa bedanya dia mau pulang lebih awal atau terlambat? Sama saja bukan. Tidak ada yang dirindukan di antara kami."Emely menatap gelas yang ada di tangannya, menggambar bayangan pohon kamboja di seberangnya yang terpantul. "Hambar. Dia yang hanya akan memuaskan dirinya sendiri dan setelahnya, dia buang aku begitu saja," ujarnya seraya melempar gelas di tangan.Tak terdengar suara pecahan dari gelas itu karena benda itu terjattuh di atas rerumputan di bawahnya. Emely memejamkan matanya sembari menghela napas dalam. Tiba-tiba saja gambaran wajah seseorang terlintas di benaknya."Hans." Sontak saja perempuan itu me
"Isabel!""Emily!"Dua perempuan saling meneriakkan nama. Detik kemudian mereka berlari mendekat lalu saling memeluk satu sama lain. Keduanya saling berputar meluapkan kerinduan."Aku kangen banget sama kamu," ujar Emily."Aku juga kangen sama kamu," sambung Isabel. Pelukan mereka pun terlepas dan keduanya saling melempar senyum."Kita cari tempat makan sekarang? Kamu yang traktir sekarang?" Isabel berujar dengan senyuman lebar menunjukkan giginya yang rapi.Sementara Emily malah mendelik. "Seharusnya kamu yang traktir aku tahu. Kmau baru aja pulang kerja di luar dan pastinya dapat uang banyak."Isabel langsung memeluk lengan Emily lalu mengajaknya jalan bersama. "Mana ada? Aku baru datang. Ya harus kamu yang traktir. Memanjakan tamu.""Tamu kamu bilang?" Dua sahabat itu tertawa bersama. Mereka mulai mencari restoran untuk makan bersama secara santai dan mengobrol ringan.Emily memasukkan kue ke dalam mulutnya. "Jadi, bagaimana pengalaman kamu di luar negri?" tanyanya pada isabel.Isa
3. Tak Ada Rasa *** "Mama? Papa?" Emely terkejut melihat kedatangan kedua mertuanya. Dia pun segera membuka pintu rumahnya lebar-lebar. "Masuk, Pa, Ma. Semuanya sedang sarapan." Emely memberitahu kedua mertuanya lalu mengajak mereka untuk ke meja makan. "Pa, Ma." Darren dan Hans menyapa kedua orang tuanya. Mereka juga merasa terkejut melihat kedatangan mereka. "Tumben datang pagi sekali? Tidak memberitahu sebelumnya juga. Tahu begitu Darren jemput," ujar Darren. "Kami memang sengaja datang pagi-pagi, Dar. Cuma mau lihat anak nakal ini loh," ujar Gita, mamanya Darren dan Hans. Perempuan itu menjewer telinga Hans. "Kembali ke negaranya bukannya ke rumah orang tua malah ke rumah kakaknya," lanjut Gita sembari menatap marah Hans. "Ma. Aku sampai di Indonesia malam hari. Karena rumah Kakak yang lebih dekat, makanya aku pulang ke sini biar cepat istirahat. Kakak saja juga tidak tahu aku datang." Hans berujar. "Karena kamu sukanya yang mendadak memang," ujar Gita kesal. "Terus seja
2. Akwward.***"Ingat. Kamu harus segera memberi Papa sama Mama cucu, Dar. Kami menunggu kabar baiknya," ujar seorang perempuan dari seberang sana. Pagi sekali Darren mendapatkan panggilan dari mamanya dan menanyakan perihal apakah istrinya sudah hamil atau belum. Dia membanting ponselnya marah karena pagi-pagi sudah mendapat ceramah."Astaga! Sampai kapan mereka menanyakan perihal cucu?" tanyanya merasa frustrasi.Pria itu menarik napas dalam lalu megembuskannya kasar. Dia segera mengenakan pakaiannya karena dia harus pergi bekerja.Menuruni tangga, dia bisa melihat Emely yang sedang menyiapkan sarapan untuknya. Mereka memang memiliki asisten rumah tangga, tetapi Emely lebih suka memasak sendiri meski terkadang ada yang membantu.Darremn mendekati meja makan dan menyadari suasana hati istrinya yang tidak baik. Pasti karena masalah semalam. Dia segera menarik tangan istrinya ketika melihat Emely akan pergi ke dapur."Aku harus mengambil minuman kamu di dapur," ujar Emely dengan eksp
"Ah ... leganya." Darren baru saja menuntaskan hasratnya, nermain di atas ranjang yang panas bersama sang istri. Pria itu baru saja mencapai puncak kelegaan, melepaskan kepuasan yang mampu menyegarkan isi kepalanya.Pelan, dia mulai melepaskan inti miliknya dan juga sang istri. Tanpa berkata apa pun, pria itu segera menutupi tubuhnya yang polos dengan sebuah selimut.Darren membalikkan badan memunggungi sang istri. Dia mulai memejamkan mata lalu terlelap.Emely. Istri Darren itu hanya menatap nanar langit-langit kamar. Dia menggigit bibir bawahnya kuat-kuat menahan gejolak amarah yang tertahan di dada."Selalu seperti ini," bisiknya. Dia menoleh ke arah Darren yang memunggunginya dan menatapnya nanar.Seperti malam-malam biasanya, Darren akan menuntaskan hasrat pada dirinya hingga puas tanpa memedulikan perasaan Emely. Entah perempuan itu menikmati permainan tadi, atau Emely sudah merasakan kepuasan apa belum."Aku akan mencobanya," ujar Emely kemudian. Perempuan itu sedikit mengangka
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments