Dominic tertawa hambar mendengar pertanyaan Harry. “Aku bisa cari sendiri jika aku mau."
"Hanya saja, apa kau lihat aku seperti pria tua, Harry?” tanya Dominic yang memang terlalu sensitif jika membahas usia.Melihat Harry menggeleng cepat, Dominic menghembuskan napasnya dengan kasar. “Tepat sekali! Memang gadis itu yang tidak punya mata! Apa dia tidak bisa membedakan pria tua dengan pria matang?" “Ya, kau memang pria matang. Dia tidak bisa menyadari itu.” Harry tertawa dengan terpaksa.Untungnya, Dominic tidak menyadarinya.Pria itu pun meletakkan botol anggur yang dia bawa dari dapur. “Aku tidak habis pikir, di mana Austin menemukan gadis seperti itu. Kau lihat tingkahnya tadi, Harry? Dia menarik kemejaku seperti preman. Oh, Tuhan, kau harus segera menghubungi Austin dan memintanya menjauhi gadis preman itu,” ujar Dominic dengan wajah bergidik ngeri.Selain tidak memiliki penglihatan yang bagus, ternyata gadis itu juga preman. Dominic ingat bagaimana dia diperlakukan dengan kasar di depan umum.Harry tertawa lepas setelah mendengar perkataan Dominic.Dia baru ingat bagaimana tingkah gadis yang seperti ingin memukul Dominic tanpa rasa takut sama sekali.“Kenapa kau tertawa?”“Kurasa dia tidak tau siapa kau, Dom. Kau lihat bagaimana dirinya menggebu-gebu ingin memukulmu tadi. Beruntung Austin bisa mencegahnya.” Harry terkekeh geli.Jika gadis muda itu benar-benar memukul Dominic tadi, sudah bisa dipastikan akan ada berita heboh besok pagi.“Aku tidak akan membiarkan itu. Kau pikir aku lemah? Aku tidak melawan hanya karena dia wanita. Tidak dia bukan wanita, dia hanya gadis ingusan.” Dominic menaikkan sudut bibirnya dengan ekspresi kesal. “Huh, selera Austin benar-benar buruk!”Entah mengapa perkataan dan perlakuan gadis itu terus saja mengusik benak Dominic.“Hanya dia gadis yang berani padamu, Dom.” Harry menggeleng dengan senyum ejekan. Setelah itu, Harry menuangkan anggur yang dibawa Dominic tadi.Dominic terdiam sesaat. Perkataan Harry benar juga. Selama ini semua wanita selalu berbicara lembut dan menatapnya dengan “lapar”.“Ya, kau benar. Aku rasa dia begitu karena sedikit gila.” Dominic menatap Harry dengan tersenyum miring. Siapa lagi yang seberani seperti itu dengannya, selain orang yang tidak waras?“Kuharap kau tidak akan berjodoh dengan gadis gila seperti dia,” ejek Harry mendadak.Dominic tersedak mendengar perkataan Harry. Berjodoh dengan gadis seperti itu? Tidak mungkin!“Aku rasa aku tidak segila itu, Harry.” Dominic menekankan setiap kata yang dia ucapkan. Dia yakin itu. Hanya orang gila yang akan menyukai gadis gila seperti itu, bukan? Untuk itu, dia tak akan bertemu atau mencari tahu tentang wanita gila tadi! Toh, dia yakin Austin yang playboy—akan membuangnya sebentar lagi.Itu adalah hukuman yang pas untuknya!Melihat wajah serius Dominic, Harry pun tertawa. “Kalau begitu, mari kita bersantai saja!” ucapnya.****"Cuaca di sini memang lebih dingin dari New York. Mari kita ke kabin yang lebih hangat. Harry juga sudah menunggu kita."Dominic mengangguk mendengar penuturan Austin. Sudah berbulan-bulan berlalu sejak kejadian memalukan itu.Kini musim dingin tinggal menghitung hari.Oleh sebab itu, Dominic dan Harry berniat berlibur di Vermont selama satu minggu.Resort yang dikelola Austin adalah tempat yang tepat untuk itu.Toh, hubungan keduanya sudah membaik karena tak ada tanda-tanda temannya itu berhubungan dengan wanita tak jelas itu.Hanya saja, Dominic tiba-tiba merasa lapar.Kebetulan, keduanya di depan restoran Sky Crystal.“Aku lapar. Sepertinya tidak masalah jika kita makan dulu," ucapnya berhenti mendadak.Austin seketika berubah panik. “Di sini banyak orang. Kau tidak ingin—“Sayangnya, Dominic sama sekali tidak peduli. Pria itu pergi—meninggalkan Austin yang tampak panik.Di restoran itu, ada Anna!Jika sendiri, dia tak yakin dapat membujuk Dominic. Jadi, pria itu pun bergegas ke kabin untuk meminta bantuan Harry!Di sisi lain, hal yang ditakutkan Austin terjadi.Keduanya telah bertemu!“Kau .... “Keduanya saling bertatapan, hingga akhirnya Anna memutuskan kontak mata.“Silakan, Sir. Semoga kau suka,” ucap perempuan itu sembari menduduk.Dengan cepat, dia melayani Dominic tanpa berani melihatnya.Bahkan ketika menyajikan makanan, Anna pun penuh perasaan waswas.Di sisi lain, Dominic menatap Anna dengan penuh dendam. Dia sama sekali tidak menduga jika akan bertemu Anna di tempat ini!“Dom, mari segera habiskan makananmu. Aku akan menjelaskan semuanya.” Austin menoleh dan meminta Anna untuk segera pergi melalui sorot matanya.Anna hanya mengangguk, dan berniat melakukan apa yang Austin pinta. Namun, belum ada selangkah, kaki gadis itu pergi, suara berat milik Dominic kembali mengintimidasi.“Kau mau ke mana? Apa ini etikamu dalam bekerja?”“Maaf, Sir,” ucap Anna.“Dom—“ Austin tampak panik. Di sampingnya, sudah ada Harry yang berhasil dibujuknya ke restoran.Namun, lagi-lagi Austin diabaikan.“Kalian berdua bisa pergi sekarang!” ucap Dominic dengan tegas.“Dom, lupakan kejadian itu.” Suara Austin terdengar lirih, agar semua pelanggan tidak melihat ke arah mereka.“Harry, jangan ganggu waktu makanku!”Mendengar ucapan Dominic, Harry menghembuskan napas dengan berat. Jika sudah berkata seperti itu, artinya Dominic benar-benar ingin dia dan Austin pergi.“Ayo, Austin!”“Tapi, Harry—““Dia tidak akan berbuat kasar,” bisik Harry.Austin tidak punya pilihan lain. Sebelum pergi meninggalkan Anna bersama dengan Dominic, dia menghampiri dan menepuk pundak gadis itu.“Jadi, kau bekerja di sini atas rekomendasi siapa?” Pada akhirnya Dominic yang memulai percakapan.“Austin. Maaf, Sir. Maksudku Mr. Austin.” Anna menundukkan kepalanya. Dia sama sekali tidak berani menatap Dominic.Dominic berdecak. Pria itu mengelap pinggiran bibir, dan mendorong piring berisi daging steak yang masih tersisa.“Apa kau sedang berbicara dengan hantu?” tanyanya sinis.Anna sontak mendongakkan kepala, dan menatap Dominic dengan bingung.“Tatap lawan bicaramu, saat dia sedang berbicara. Aku bukan sedang berbicara dengan makhluk tak kasat mata!” ucap Dominic lagi.“Ya, Sir. Maaf.”“Ck! Selera Austin benar-benar buruk."“Maksud Anda?”“Ya, makanan yang kau masak sama sekali tidak enak!” Dominic menegaskan setiap kata yang keluar dari mulutnya.Lagi-lagi pria itu menghinanya habis-habisan.Anna mengepalkan tangan, menahan emosi. “Apa mungkin Anda sedang sakit?” sindirnya.“Kau pikir lidahku tidak bisa merasakan hal-hal yang menurutku enak?” Dominic terlihat kesal dengan nada bicara Anna.“Bukan begitu maksudku—“ Anna menarik napasnya guna meredam kekesalan terhadap Dominic.“Lalu?”“Sebelumnya tidak pernah ada yang mengatakan hal itu, Sir. Pengunjung di sini menyukai apa yang kami masak.”Dominic mengangguk dengan angkuh. Pria itu menatap pai apel yang belum tersentuh. Setelah itu, dia memotong dan menyuapkannya ke dalam mulut.Sesaat, Dominic terdiam dengan tatapan yang berbeda. Pria itu mengunyah setiap potongan pai apel yang masuk ke dalamnya.Sial!Rasanya terlalu enak untuk Dominic tolak.“Bagaimana dengan pai apelnya?” tanya Anna dengan wajah penasaran.“Rasanya biasa saja.”Anna lagi-lagi mengepalkan tangannya sendiri. Sebenarnya apa mau pria tua itu?“Kau kesal denganku?” tanya Dominic dengan senyum licik.“Tidak, Sir.”“Kau berbohong!”“Maaf, Sir. Sebenarnya apa mau Anda?” Kali ini, Anna benar-benar tidak bisa lagi mengendalikan kekesalannya.“Aku ingin kau jadi koki pribadiku selama aku berada di Vermont," ucap Dominic datar.Mendengar itu, Anna menggelengkan kepala tak percaya. “Tapi, Anda memaki masakanku beberapa menit yang lalu, Sir. Lalu kenapa—““Apa kau mempertanyakan keputusanku?" potong Dominic cepat, "jika kau tak mau, tak masalah. Hanya saja, aku menunggu surat pengunduran dirimu segera.""Aku tak menyukai pegawai yang selalu membangkang di resort milikku ini,” ucapnya lagi.Deg!Jantung Anna mencelos mendengarnya.Terlebih kala melihat senyum penuh kemenangan di wajah pria itu!“Maaf, Tuan. Tapi, saya tidak bisa,” ucap Anna pada akhirnya.Dia tidak mungkin mengundurkan diri begitu saja. Sky Crystal sudah seperti rumah bagi Anna. “Kenapa?” Dominic melipatkan kedua tangannya di depan dada. “Kau tahu 'kan Sky Crystal milikku.” “Maaf, Sir. Aku butuh pekerjaan ini.” “Kalau begitu, kau bisa mulai bekerja besok di rumahku selama satu minggu.” Dominic tersenyum miring.Anna hanya bisa menggaruk kepalanya yang terasa tidak gatal. Baru sebentar saja, ia ingin mencekik pria tua ini. Apalagi, jika harus bekerja selama satu minggu dengannya? “Baiklah. Karena 7 hari sepertinya tak cukup, aku memerintahkanmu untuk menjadi koki pribadiku selama tiga puluh hari,” ucap Dominic mendadak.“Apa?!”Dominic menahan tawa melihat kepanikan di wajah perempuan itu. Entah mengapa, sejak melihat Anna tadi, dendamnya tiba-tiba membara lagi. Dan, tiba-tiba saja ide konyol itu muncul. Rasanya tak masalah menambah waktunya untuk tinggal di Vermont bila dirinya bisa membalaskan denda
"Itu jadwalmu!" Bersamaan dengan itu, Dominic mengirimkan dokumen p*f kepada Anna."Ya, Sir," balas Anna lalu membuka pesan yang dikirim Dominic dan mulai membacanya dengan saksama. Di sana tertulis jelas semua aturan-aturan yang harus dia patuhi. Mulai dari memasak tiga kali sehari, dengan berbagai macam menu yang berbeda-beda. Apa saja yang biasanya Dominic makan atau tidak, dan kebiasaan Dominic yang sudah tercatat rapi. “Kau sudah mengerti, ‘kan?” tanya Dominic setelah melihat bagaimana ekspresi wajah Anna. Anna menghela napas dengan sedikit kasar. “Ya, aku mengerti.” “Satu lagi. Jangan memanggilku dengan panggilan Sir. Aku tidak suka.” “Lalu?” “Terserah padamu!” Anna mencoba menenangkan dirinya sendiri. Belum apa-apa Dominic sudah mulai menguji kesabarannya. “Sekarang kau ikut aku!” Dominic langsung berdiri dan berjalan meninggalkan restoran. “Kita akan ke mana, Sir? Eh, maaf, maksudku, Tuan.” Anna menggaruk kepalanya yang terasa gatal. Dia terlihat bingung. Hal itu jel
"Apa?" pekik Anna menahan kesal."Kau lebih menakutkan dibandingkan serigala liar di luar sana!" Dominic menekankan setiap kata yang diucapkan. "Kau!" Anna menjatuhkan kantung belanja, dan menunjuk wajah Dominic dengan ekspresi kesal. "Kau menyamakan aku dengan serigala liar?""Aku tidak ada mengatakan hal seperti itu," ucap Dominic. "Kau sendiri yang mengatakannya," tambahnya lagi sembari melepas mantel dan menutup pintu kabin. "Arghh!" Anna menghentakkan kaki, kesal. Dominic benar-benar kurang ajar! "Kau sudah mulai berani, ya?" tegur pria itu mendadak."Hah?""Kau lupa isi surat perjanjian kita?" tanya Dominic dengan angkuh. "Kau harus patuh padaku. Di sini aku juga tetap menggajimu. Jadi, jangan berbuat seenaknya!" Pria itu lalu berjalan meninggalkan Anna begitu saja. "Dasar brengsek!""Anna, kau memakiku lagi!" peringatnya."Aku tidak peduli!" "Baiklah." Dominic memutar tubuhnya dan menatap Anna dengan tajam. "Silakan pergi dari tempat tinggalku! Dan jangan lupa bayar dend
Sayangnya, wajah Anna justru terlihat gembira. "Wah, kau memujiku?" Melihat itu, Dominic menggeleng cepat. Pria itu segera mengalihkan tatapannya dari senyum Anna. Berbahaya! Gadis itu benar-benar berbahaya untuk Dominic. "Sudah kubilang, bukan? Kau pasti akan suka dengan masakanku." "Diam! Kau terlalu berisik." Dominic kembali ke sifat semula. "Aku sama sekali tidak memujimu. Kenapa kau berlebihan sekali?" Anna mengulum senyum mendengar perkataan Dominic. Dia tahu jika pria itu gengsi. Malu untuk mengakui kemampuan Anna. "Jangan tersenyum seperti itu!" gertak Dominic lagi. Pria itu segera menghabiskan makanannya dengan lahap. "Sekarang kau boleh pulang.""Baiklah." Anna masih menahan senyumnya, dan berjalan meninggalkan Dominic. Melihat Anna yang sudah menjauh, Dominic menghela napas dengan kasar. "Sialan! Jika seperti ini, aku tidak punya alasan untuk memecatnya nanti."Anna berhenti ketika mendengar suara lirih Dominic. Jadi, Dominic benar-benar berniat ingin memecatnya. "Ah
Suasana seketika tegang. "Bercyanda!" Austin tiba-tiba tertawa membuat kedua perempuan itu mengulas senyum. Ketiganya lantas melanjutkan pembicaraan mereka. ***"Hah..." Anna menghela napas panjang mengingat kejadian kemarin.Meski malas, dia akhirnya tetap ke tempat Dominic pagi-pagi sekali. Anna sengaja datang lebih awal untuk membuatkan sarapan, lalu setelah itu dirinya akan kembali ke restoran.Dengan kode pintu yang sudah diberikan sebelumnya, Anna pun masuk. Untuk sarapan, dia hanya akan menyiapkan roti lapis dengan secangkir kopi tanpa gula, sesuai dengan apa yang Dominic pinta. Hanya saja, ketika Anna sudah selesai dengan pekerjaannya, Dominic muncul dari luar pintu. "Kau sudah datang?" tanyanya sesekali menyeka keringat. Anna terdiam. Pria itu sepertinya habis berolahraga. Setelan training yang dikenakan sudah menjelaskan semuanya. "Iya. Aku sudah membuat sarapan juga untukmu," ucap Anna segera mengambil mantel dan ingin bergegas keluar. "Tunggu!" Dominic mencekal ta
"Apa?" Dominic cukup terkejut dengan ajakan Anna. "Kau mengajakku keluar?" Apalagi dengan nada lembut dari suaranya. "Iya. Kurasa selain lidahmu yang tidak bisa berfungsi dengan baik, telingamu juga sama!" cibir Anna. Dia sedikit menyesal sudah berbicara dengan lembut tadi. "Oh, astaga!" Dominic menunjuk wajah Anna dengan kesal. Bahkan wajahnya juga sudah memerah karena menahan marah. "Jadi, kau mau ikut tidak?""Ya, ya, baiklah jika kau memaksa!" "Aku sama sekali tidak memaksamu, Dom," ujar Anna dengan suara rendah, tetapi tegas. "Ya, terserah padamu. Ayo, cepat!" Dominic segera menutup laptop dan berjalan menuju pintu untuk mengambil mantel. "Cih, dasar! Katanya tidak mau," gerutu Anna dengan berjalan menyusul Dominic. "Cepat, atau aku akan berubah pikiran. Kapan lagi kau bisa mengajak dan berjalan-jalan dengan orang sibuk sepertiku?"Anna tertawa dengan terpaksa mendengar kesombongan Dominic yang tiada habisnya. "Dasar besar kepala!"***Anna sama sekali tidak berhenti berbi
Setelah berbincang dengan Harry tadi, Anna lebih memilih fokus untuk memasak agar semua pekerjaannya cepat selesai dan dia bisa segera pulang untuk beristirahat.Hari ini dia benar-benar lelah. Sepertinya, menghadapi Dominic akan membutuhkan tenaga ekstra. Di sisi lain, Dominic dan Harry juga terlihat tidak peduli dengan apa yang Anna lakukan. Kedua pria itu hanya duduk dengan meminum anggur untuk menghangatkan tubuh. "Tadi, mamamu menelponku." Harry tiba-tiba saja berbicara setelah mereka cukup lama diam. "Kau mengatakan jika aku bersamamu di Vermont?""Tentu saja, tidak. Aku bilang jika kita sedang berlibur ke Spanyol." Harry tertawa pelan. Dia sudah terlatih untuk berbohong kepada orang tua Dominic. "Bagus jika seperti itu.""Jadi, kau benar-benar serius akan tinggal di Vermont selama satu bulan?" tanya Harry sekali lagi. Sebenarnya dia berdoa di dalam hati agar Dominic mengubah keputusannya. Dominic tidak langsung menjawab. Pria itu justru menatap Anna yang sedang memasak di
Anna berjalan menuju rumahnya dengan perasaan hampa. Ah, ternyata Austin sama saja! Semua pria pada dasarnya sama saja. Mereka tidak akan puas dengan satu wanita. "Kenapa aku kecewa?" tanya Anna pada dirinya sendiri. "Aku sudah sering mendengar hal seperti itu. Aku juga sudah tahu jika pria memang seperti itu, bukan?"Pria ada makhluk paling egois yang pernah Anna temukan. Sosok manusia yang pernah membuat Anna patah hati. Bahkan lebih dari itu. "Anna, kau harus kuat! Selama ini, kau sudah bertahan dengan hebat. Jangan pedulikan apa pun lagi, cukup dirimu sendiri saja," ucapnya pada diri sendiri, dengan helaan napas panjang. ***Salju pertama di tahun ini mulai turun. Anna menatap butiran putih halus yang turun, dari balik jendela kamar. Indah tetapi tidak dengan suasananya. Muram, dan Anna sama sekali tidak suka! Musim dingin ini, Anna memilih untuk tidak mengambil jatah liburnya. Dia akan bekerja bersama dengan Dominic sampai pria itu kembali ke New York. Ya, setidaknya itu l