"Tidak, aku tidak mau Ayah!"
Rosalia dengan tegas menolak. Mimpinya untuk lanjut kuliah dan meraih cita-cita tidak boleh kandas. Dan, jika ia menyetujui menjadi pengganti kakaknya, itu berarti ia harus mengatakan good bye pada kebebasan yang ia suka."Rosi!!"Kompak, ayah dan ibunya bereaksi atas penolakan Rosalia.Setelah permohonan ayahnya tidak mempan, kini gantian ibunya yang mengiba. "Rosi, Ibu mohon! Kamu harus memikirkan tentang kehormatan keluarga kita!"Rosalia mendesah panjang. Menerima pertunangan mungkin bisa membersihkan kembali nama Keluarga Heart. Tapi bagaimana jika calon suaminya pada akhirnya tahu kalau ia tidak lagi suci?Selain itu, Rosalia tahu kalau Keluarga Gail menjadikan keperawanan sebagai salah satu syarat untuk bisa bersanding dengan mereka.Di tengah desakan kedua orang tuanya, akhirnya Rosalia mengangguk, terpaksa menyetujui ide gila itu. Tapi tidak semudah itu, ia lalu mengajukan syarat kepada kedua orang tuanya bahwa ia ingin mengenal dan memilih sendiri calon suaminya.Sekarang, syarat yang ia ajukan justru membuatnya tertekan. Niat hati ingin mengulur waktu, syarat itu justru disetujui dengan begitu mudahnya."Bagaimana jika putra Paman Carlisle tidak bisa menerima keadaanku nanti?"Rosalia yang kini telah berada di dalam kamarnya dan tengah duduk di pinggir ranjang menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur empuknya. Netranya yang berwarna abu-abu cerah menatap nanar langit-langit kamar dengan tatapan kosong, tanpa menyadari kalau seseorang telah masuk ke dalam kamarnya secara diam-diam."Hei, Non. Menghilang ke mana kamu semalam?"Mendengar pertanyaan itu, Rosalia sontak kembali duduk di pinggir ranjang. Ia menatap pada gadis seusia dirinya yang kini sedang berdiri tepat di hadapannya."Luna? Berapa lama kamu berdiri di situ?" tanyanya bingung.Luna yang awalnya ingin menginterogasi Rosalia, segera menghampiri sahabatnya itu."Belum lama. Ibumu yang memberitahuku kalau kamu sudah kembali ke mansion." Sejenak, Luna menjeda kalimatnya sambil memperhatikan Rosalia, "Tahukah kamu betapa paniknya aku semalam?""Maaf." Rosalia tersenyum kaku. Ia tentu saja tahu kalau semalam Luna pasti panik karena ia tidak kembali ke tempat pesta. Tapi, semalam ia juga tidak bisa menghubungi sahabatnya ini, karena Ernest sama sekali tidak memberinya kesempatan untuk menyentuh ponselnya. "Apakah Ayah tahu kalau aku tidak bersamamu semalam?""Menurutmu?""Oh, sukurlah."Rosalia kembali tersenyum, ia sangat percaya pada Luna. Sahabatnya ini pasti tidak akan berani mengatakan pada Ayahnya bahwa ia menghilang dari pesta semalam.Apalagi, Ayah Luna merupakan asisten pribadi Ayahnya yang juga ikut hadir bersama Ayahnya di acara pesta pertunangan semalam. Jika sesuatu terjadi padanya, kemungkinan Luna dan Ayahnya juga akan turut disalahkan oleh kedua orang tuanya."Rosi?""Apa?""Kamu belum mengatakan padaku ke mana kamu pergi semalam!”"Ah, benar. Aku lupa." Rosalia menepuk jidat mulusnya sembari terkikik geli.Luna yang melihat tingkah Sahabatnya itu, merengut kesal."Hei, jangan katakan kalau kamu sudah pergi dengan seorang pria!""Tentang itu..." Rosalia menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya secara perlahan sebelum ia melanjutkan kalimatnya. "Aku...""Jadi tebakanku benar?""Ah, hahaha..." Rosalia menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal. "Luna, aku bisa menjelaskannya!""Oh? Kalau begitu jelaskan sekarang!" titah Luna tanpa basa-basi.Rosalia tidak langsung membuka mulutnya, ia mengambil waktu sejenak untuk menata kata-kata yang akan ia sampaikan kepada Luna."Aku... Aku menghabiskan malam bersama seorang pria yang bernama Ernest!""Apa?!!"Rosalia tersentak kaget, ia hampir reflek memukul kepala Luna setelah mendengar teriakan dari sahabatnya itu. "Hei, haruskah kamu berteriak sekeras itu?!" ia memukul lengan Luna.Luna memilih untuk mengabaikannya dan justru menatap Rosalia dengan wajah serius."Kamu bilang, kamu semalam suntuk bersama Ernest? Sang Casanova di Klub Malam yang kita datangi semalam?""Kamu mengenalnya?"Luna menggelengkan kepalanya, "Aku tidak tahu nama belakangnya. Tapi sepertinya dia cukup terkenal di Klub Malam itu. Dia terkenal sebagai pria yang suka melakukan hubungan satu malam dengan wanita yang berbeda. Aku juga mendengar kalau dia tidak akan pernah mau berhubungan lagi dengan wanita yang pernah ditidurinya.""Hanya itu?" Rosalia memutar bola matanya, sebal. "Kalau hanya itu, aku sudah tahu.""Hei, aku jarang pergi ke Klub, oke? Jadi wajar saja kalau informasi yang kudapatkan hanya sedikit," sungut Luna, "Dan juga, semua informasi ini baru kudengar tadi malam, sewaktu aku mencarimu. Saat itu, aku melihat seorang wanita dewasa sedang bertanya tentang seorang pria yang bernama Ernest pada bartender. Katanya, seharusnya Ernest ada di Klub semalam, karena dia sempat melihat Ernest memasuki Klub.""Luna, bukankah kamu terlalu kepo sampai rela menguping pembicaraan orang?" Rosalia berusaha keras menahan senyumnya ketika melihat Luna melotot padanya."Rosi?""Apa?""Apakah menurutmu Ernest tidak terlalu tua untukmu?"Rosalia menggedikkan bahunya, "Menurutku dia tidak setua itu." Yah, baginya Ernest masih cukup muda. Walau terlihat dewasa, tapi sebenarnya wajah Ernest belum memiliki kerutan sama sekali. "Mungkin saja dia tipe pria yang sangat mementingkan penampilannya," pikirnya. "Hei, dari mana kamu tahu kalau dia sangat dewasa padahal kamu belum pernah melihatnya?!"Sementara Rosalia dan Luna terlibat obrolan seru mengenai kejadian semalam bersama Ernest, di sebuah gedung pencakar langit yang memiliki 21 lantai, seorang pria berwajah dingin saat ini tengah duduk di kursi kerjanya sambil memperhatikan layar ponselnya. Sesekali ia tersenyum tipis, menampilkan dua cerukan dalam yang muncul di tengah-tengah kedua pipinya yang tegas.Alis pria ini tebal dan rapi, hidungnya ramping dan tinggi. Dan kedua rahangnya bak pahatan sempurna yang dipahat oleh pengrajin seni ternama."Tuan, ini informasi yang Tuan minta pagi ini."Seorang pria lain dengan dandanan rapi menyodorkan sebuah amplop ke hadapan Ernest yang masih belum melepaskan pandangannya dari layar ponselnya."Tuan Ernest?""Hmmm... Kamu sudah mendapatkan semua informasi tentang gadis yang bersamaku semalam?" Ernest langsung menyimpan ponselnya ke dalam saku jasnya, kemudian mengangkat wajahnya. Ia menatap pada Asistennya yang sedang menyodorkan sebuah amplop kepadanya."Sudah, Tuan. Semua informasi yang Tuan inginkan ada di dalam amplop ini!"Ernest mengambil amplop yang disodorkan padanya. Ia membuka amplop itu lalu mengeluarkan beberapa lembar kertas dari dalam amplop tersebut, dan membacanya saksama."Rosalia Heart?" ia mengerutkan keningnya ketika membaca nama belakang yang tertera setelah nama Rosalia. "Jadi gadis itu juga memiliki marga Heart?"Semalam, ia memang belum sempat berkenalan dengan benar dengan Rosalia. Tapi ia ingat Rosalia telah menyebutkan namanya sebelum ia menyentuh gadis kecil itu. Namun, yang membuatnya merasa gusar sekarang adalah karena nama belakang Rosalia!Heart, nama yang sama dengan nama gadis yang seharusnya bertunangan dengan anggota keluarga Gail semalam."Apakah dia orang yang sama?""Maksud, Tuan?""Apakah dia calon tunangan dari salah seorang putra Carlisle?""Bukan, Tuan Ernest. Dari informasi yang aku dapatkan, seharusnya yang bertunangan dengan putra Tuan Carlisle semalam adalah Kakak kembar dari Nona Rosalia, Rose Heart. Tapi yang aneh, ketika Tuan semalam bertemu dengan Nona Rosalia di Klub, ternyata Nona Rose melarikan diri dari pertunangannya.""Oh? Apakah kamu yakin kalau yang telah menghabiskan malam bersamaku semalam adalah Rosalia, dan bukan Rose?""Sebelumnya ketika Tuan mengatakan kalau namanya adalah Rosalia, aku sempat berpikir kalau Nona Rosalia adalah Nona Rose, Tuan. Tetapi tebakanku salah. Dan hal itu dibenarkan oleh kedua Bodyguard yang telah Tuan utus untuk mengantar Nona Rosalia pulang.” Pria pembawa informasi penting itu menjeda kalimat panjangnya. “Menurut mereka, yang mereka antar adalah Nona Rosalia. Sebab setiap kali mereka memanggil nama Nona Rosalia, gadis itu selalu meresponnya, Tuan."Ernest memegang dagunya dengan gestur tidak terbaca. "Hmmm... Jadi dia kembar? Lalu di mana Saudari kembarnya sekarang?"Ini sudah dua hari sejak terakhir Ernest datang menemui Rosalia di rumah peristirahatan milik Ayah mertuanya. Dan selama dua hari ini, suaminya itu sudah tidak pernah lagi mengganggu dirinya. Tidak menemuinya sama sekali. Membuat Rosalia menjadi bingung dan juga berpikir, apakah Ernest benar-benar telah menyerah padanya. "Ed, aku ingin kembali bekerja!" cetusnya di meja makan, saat ia sarapan pagi bersama Edward. Namun Edward hanya menatapnya dengan wajah seolah kurang yakin kalau ia sudah siap untuk bekerja. "Bagaimana tubuhmu, Rosi? Kau yakin ingin melakukan hal ini?"Rosalia mengangguk tegas, keseriusannya itu juga ia tunjukkan lewat tatapan matanya yang tertuju pada Edward. "Aku bosan, Ed," ungkapnya, mencoba menjelaskan alasan tentang mengapa ia memutuskan untuk pergi bekerja. Sesaat, ia sempat menangkap raut wajah Edward tiba-tiba tampak aneh. Seolah ada sesuatu yang sedang disembunyikan Edward darinya. Tapi apa? "Baik, tapi sebaiknya aku menghubungi Luis terlebih dahulu, b
Di dalam kamarnya, duduk bersandar di atas ranjang, Rosalia terus menunggu seandainya Ernest naik ke lantai dua rumah peristirahatan. Lalu menggedor pintu kamarnya sambil berteriak marah memanggil namanya. Tapi hal itu tidak terjadi sama sekali, terlalu hening, terlalu sepi, membuat ia ingin menangis. Tak lama, suara sedan terdengar di pekarangan rumah. Suara itu seolah bergerak menjauh, pergi menjauhi rumah peristirahatan. "Dia menyerah? Haha ... ternyata hanya begitu." Rosalia tertawa lirih, dan di penghujung tawanya, ia justru terisak pelan. Menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang, meringkuk, dan terus terisak di sana hingga ia tertidur. 1 jam kemudian, gagang pintu kamar Rosalia tiba-tiba bergerak turun. Berselang beberapa detik, pintu itu yang ternyata tidak terkunci bahkan didorong perlahan dari luar oleh sesosok tubuh tinggi besar. Sesaat, pria ini melemparkan pandangannya ke arah ranjang. Menatap cukup lama pada Rosalia yang telah tampak pulas, baru kemudian melangkah perlah
Malam hari, usai makan malam. Rosalia terus mengunci dirinya di dalam kamar, duduk termangu di atas ranjang sambil menyembunyikan wajahnya di antara kedua lututnya yang sengaja ia tekuk. Hari ini ia jengkel sekali, sangat jengkel atas semua yang telah Ernest lakukan padanya. Dan ... bagaimana bisa suaminya itu merayunya, menggodanya, menyentuhnya dengan tangan yang pernah menyentuh Barbara sebelumnya, tanpa merasa bersalah pada dirinya? Ernest anggap apa dirinya? 'Itu karena kau juga sengaja membiarkannya melakukan hal itu padamu, Rosi! Kau ... selalu takluk ketika Ernest menyentuhmu. Kau selalu menyerah di bawah kecupannya. Pria itu menyadarinya, Rosalia Heart! Dia mengetahui kelemahanmu!'Rosalia memiringkan kepalanya, mencoba mengacuhkan semua jeritan yang diteriakkan hatinya padanya. Meski ia tahu kalau semua itu memang benar adanya. Yah, ia memang selemah itu di hadapan Ernest. Itu benar, dan ia tidak menampiknya. Ia juga sadar kalau ia tidak bisa melihat sekelilingnya karena h
Perlahan-lahan, Edward membalikkan tubuhnya. Dan ia sontak membeku saat telah berhadapan sempurna dengan Pamannya. Sebab wajah Ernest kini tampak sangat menakutkan. Beberapa saat yang lalu, Ernest hampir berhasil melepaskan satu-satunya kain yang masih melekat di tubuh Rosalia, namun konsentrasinya tiba-tiba terganggu oleh suara bel. Selama beberapa saat ia mencoba untuk mengacuhkannya, tapi naasnya ... suara bel kedua justru membuat Rosalia seketika membuka matanya. Istrinya itu menatap lekat ke arahnya, ia bahkan melihat ada kebencian di wajah Rosalia saat itu. Dan lebih sialnya lagi, suara bel kembali terdengar. Semakin sering, hingga Rosalia yang semula telah terpengaruh oleh sentuhannya, langsung mendorong tubuhnya. Istrinya itu bahkan segera memunguti semua pakaiannya dan bergegas berlari ke kamar mandi. Keributan itu tentu saja membuat Ernest meradang. Karena gara-gara suara bel, gairahnya yang semula telah berada di puncak, akhirnya langsung terjun bebas akibat penolakan Ros
Pukul 11 siang, Edward, Ben, dan juga Elio tampak memasuki lobby hotel. Ketika ketiganya telah memasuki lift, Edward yang sudah menahan kesabarannya sejak turun dari mobil, langsung membuka mulutnya. "Ini terlalu siang!" protesnya pada Ben, "Kau dengar? Rosi pasti sangat kelaparan sekarang," sungutnya. Ben tidak menanggapi celotehan Edward itu, melainkan melirik arloji mewah yang melingkar di pergelangan tangannya. "Sekarang sudah pukul 11? Seharusnya saat ini Tuan sudah terbangun, 'kan? Dan juga sudah berbicara pada Nyonya, 'kan? Apa mereka baik-baik saja?" gumamnya pelan, ada keresahan di dalam nada suara Ben. Begitu pula kala ia melihat lampu lift yang menunjukkan pergantian lantai semakin mendekati lantai tempat di mana kamar Ernest berada. Tepat di saat lift tiba dan pintu lift telah terbuka, dengan wajah ragu ia keluar dari lift. Edward masih berkicau bak burung merpati yang belum diberi makan, namun Ben sengaja menulikan telinganya. Ia bahkan tidak mengerti sejak kapan Edwar
'Jangan!' erang hati Ernest, saat Rosalia tiba-tiba membuka piyama yang ia kenakan. Lalu mengusap tubuhnya yang memanas dengan menggunakan ... apapun itu, kini benda sialan itu sedang menari-nari di atas kulit tubuhnya. Membuat ia sontak menahan nafas ketika benda itu perlahan bergerak turun dan menyusuri perutnya. Menuju ke area ... "Bagaimana ini? Tubuh Ernest semakin panas, apa yang harus kulakukan sekarang? Dan di mana mereka?"Fiuh, Ernest menghela nafas lega. Karena bertepatan ia membuka matanya— di saat yang sama Rosalia tiba-tiba melemparkan pandangannya ke arah pintu kamar. Namun tangan istrinya itu masih mengusap perutnya, bahkan handuk yang Rosalia genggam di tangannya hampir menyentuh ... Ernest melirik benda lembut berwarna putih itu sambil kembali menahan nafas. Sebab, jika benda sialan itu sampai menyentuh miliknya, Rosalia pasti akan segera tahu kalau ia telah terjaga. 'Jangan ke sana! Ukh ....' Ia sontak merapatkan bibirnya kala jari kelingking Rosalia tiba-tiba me