Harusnya, Dara senang karena ia bisa jalan-jalan bareng Morgan. Setidaknya kapan lagi dia bisa melakukan hal seperti ini. Namun, bayangan kebahagiaan itu musnah tatkala Adam terus saja menghubungi dirinya. Adam terus menggangu acara dirinya dengan Morgan. Saking kesalnya Dara pun terpaksa mengangkat telepon dari Adam. Kebetulan kala itu Morgan izin ke toilet sekalian ingin bawa minuman."Hai! Kamu bisa tidak jangan menggangguku? Aku tengah dengan kekasihku. Aneh! Kenapa kamu tidak pernah mengizinkan aku hidup tenang, sih?" cerocos Dara pada Adam yang ada di balik telepon sana.Adam diam beberapa detik, lalu ia pun membalas teriakan Dara dari balik telepon sana dengan begitu tenang.["Pulang!"] Titah Adam dari balik telepon.."Apa? Pulang? Enggak!" Balas Dara dengan ketusnya.["Aku bilang pulang, pulang! Apa perlu Abang susul?"]"Kenapa sih, kamu selalu ikut campur urusanku. Padahal urusin aja urusanmu." Lagi Dara menjawabnya dengan sangat ketus["Mesti Abang ingatkan berapa kali, kam
Dara sampai di rumah sekitar pukul tujuh malam. Saat masuk rumah, ia berlaga tidak melihat Adam. Padahal Adam tengah duduk di kursi ruang depan. Tingkah Dara sudah diluar batas, ia sama sekali tidak menghargai dirinya sebagai seorang suami."Kenapa kamu tidak pernah mendengarkan perintahku? Sesulit itukah sampai kamu seperti ini?" Ucap Adam dengan sinis nya. Dara menghentikan langkahnya, tangannya terkepal erat. Ia benci jika harus di nasihati seperti ini. Meksipun kesal, Dara berusaha untuk menahan diri.Dengan wajah seperti tak punya salah, Dara membalikkan tubuhnya.."Aku cuma pergi sama pacarku, apa itu salah?""Jelas itu salah! Ingat posisimu, Dara. Kamu bukan lagi wanita lajang, tapi Kamu adalah wanita bersuami.""Bodo! Aku tidak peduli!" Seru Dara dengan lantangnya "Dara!" Adam meninggikan suaranya, Sebab Dara sudah sangat keterlaluan. Sepertinya niat untuk mendidik Dara dengan kelembutan akan sia-sia. Dara keras kepala. "Apakah kamu lupa tengah berhadapan dengan siapa? Ap
Dara sedih, ia merasa tidak ada yang peduli padanya termasuk kedua orangtuanya. Ia serasa menjadi anak terbuang . Lalu sekarang, ia harus dihadapkan dengan pria Kolot yang berstatus suaminya. "Kenapa semua orang seperti membenciku? Mama papa bahkan kamu pun terlihat tidak menyukaiku? Kenapa? Apa karena aku bukan wanita baik-baik? Tidak seperti adikku Rani. Apa iya Takaran wanita baik-baik itu seperti Rani? Sedangkan wanita seperti ku, yang selalu memakai pakaian terbuka bukanlah wanita baik? Apa seperti itu?" tanya Dara. Saking emosionalnya Dara hampir saja mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas. Beruntung ia mampu untuk mengontrol diri. "Baik buruknya seorang wanita memang tidak ditakar oleh pakaian tertutup atau tidaknya. Hanya saja menutup aurat itu kewajiban seorang muslimah seperti kamu. Dengan demikian, wanita terbaik sudah pasti akan menutup auratnya dan ia akan senantiasa menjaga sopan santunnya. Kita harus bisa membedakan mana kewajiban mana bukan. Mana perintah mana buk
Tangis Dara semakin terdengar memilukan. Tubuhnya saja bergetar di dalam pelukan Adam. Adam mengangkat kepalanya hingga menengadah, lalu tangannya sibuk menepuk-nepuk punggung Dara. Ia semakin menyesal karena sudah membentak Dara. Harusnya ia bisa kontrol diri bukannya hilang kendali."MaafkAn aku. Tadi, aku sama sekali tidak bermaksud membentak mu. Aku hanya ingin membuat kamu tahu dan sadar jika kita punya hubungan suci dan serius. Pernikahan. Jika masalah orang tuamu. Mereka sayang sama kamu. Aku sering bertelepon bersama mereka. Dan mereka punya alasan kenapa tidak pernah menghubungi kamu"Dara mengurai pelukannya, de wajah yang basah dengan air mata Dara menatap Adam dengan tajamnya. Bahkan Adam saja tak kuasa saat ditatap seperti itu."Kira-kira apA alasannya? Hingga mereka sampai segininya ke aku. Aku serasa jadi anak yang dijual ke pria tua. Hanya demi uang. Tapi, jika uang alasannya itu tidaklah masuk akal bukan? Orang tuaku kaya raya. Mereka punya segalanya, tidak seperti ka
Adam terkejut melihat Dara terjatuh. Ia pun buru-buru memangku Dara dan menidurkan dirinya di atas kasur. Berulang kali Adam berusaha untuk membangunkan Dara tapi sang istri terus saja diam memejamkan matanya.Adam pun memilih untuk mengobati terlebih dahulu luka di dahi Dara. Adam yakin suara keras yang ia dengar berasal dari Dara yang terjatuh dan kepalanya berbenturan dengan ranjang.Adam membawa kotak obat yang selalu ia simpan di atas lemari plastik miliknya. Dengan telaten Adam membersihkan lukanya, memang tidak terlalu besar dan dalam. Namun, tetap saja jika dibiarkan takutnya akan infeksi.Adam tidak hentinya memperhatikan wajah Dara saat ia membersihkan lukanya. Lalu kegiatan Adam terhenti saat Dara mengigau seraya menangis."Mama, Papa, Dara rindu,,," racau Dara dengan terisak.Adam hanya bisa menghela napas. Dia yakin Istri manjanya ini pasti merindukan kedua orang tuanya. lantas ia tidak bisa berbuat apa-apa. Adam menyudahi membersihkan lukanya setelah lukanya sudah ia ple
Dara mulai mengerjapkan kedua matanya, saat matanya terbuka iya merasakan sesuatu yang dingin menempel di keningnya. Lalu tangga Dara pun menyentuh keningnya hingga ia menyentuh sesuatu dan mengambilnya. Dara mengurutkan keningnya saat sesuatu yang ada di kening itu adalah handuk kecil yang basah, ia beranjak lalu ia terkejut saat mendapati Adam Tengah terduduk di lantai dengan posisi tubuh meringkuk dan kepala tertidur di atas ranjang samping tubuhnya.Dara hendak protes karena ia tidak terima jika Adam tidur di kamarnya, namun hal itu urung ia lakukan tatkala ia melihat ke samping, di atas Nakas ada sebuah wadah berisi air. pikiran Dara pun mengingat sesuatu, apa sebenarnya yang terjadi hingga Adam tidur di kamar miliknya? Kemudian ada wadah kecil berisi air dan handuk kecil. Kemudian, Dara teringat sesuatu semalam ia merasa demam. Dalam m otaknya berpikir apakah semalaman Adam menjaganya? Apakah semalaman Adam merawatnya? Tanya Dara dalam hatinya.Dara menggeleng, ia tidak terima
Adam tengah menyiapkan sarapan untuk Dara. Meksipun sederhana namun ia melakukannya dengan ikhlas. Ia berjanji pada dirinya sendiri. Jika ia akan mengambil hati Dara sebelum kesepakatan tiga puluh hari itu usai. Setelah selesai menyiapkan sarapan, Adam bersiap ke kampus. Namun, sebelumnya ia hendak membangunkan Dara terlebih dahulu. Adam masuk kamar, ia lalu menatap ke dalam wajah Dara. Tangannya hendak mengelus kepala Dara namun urung. Ia tidak mau tidur Dara terganggu. Meskipun sebenarnya, ia harus membangunkan Dara karena waktu semakin siang. "Untuk Saat ini Abang tidak Akan mengganggu tidur Adek. Semalaman adek demam dan lebih baik adek istirahat." Setelah bergumam sendiri, Adam tidak langsung pergi. Ia justru mengambil kertas dan pulpen lalu ia menulis sesuatu di sana. Setelah itu, kertas tersebut ia letakkan di atas nakas. Satu kertas lagi ia genggam. “Istirahatlah, semoga lekas membaik,” ucap Adam lalu ia memberanikan diri memberikan kecupan singkat di kening Dara. Adam
Tiba di kampus, Dara langsung keluar dari mobil. Ia langsung berlalu tanpa menunggu Morgan. Morgan yang melihat masih ada kemarahan di wajah Dara langsung saja berlari menyusul darah ia tidak mau jika sang kekasih marah padanya"Dara tunggu! Apa kamu masih marah padaku? Tolong maafkan aku jalanan Jakarta kan macet, aku yakin kamu pasti tahu,'' ucap Morgan sareya mencekam lengan Dara, hingga Dara pun berhenti berjalanDara yang awalnya membelakangi Morgan , kini berbalik badan "Iya aku tahu kota Jakarta memang macet, kalau tahu bakalan macet Kenapa kamu janjiin mau datang ke rumah fokus 07.30 Dan harusnya kamu antisipasi dong biar nggak kena macet. udah tahu cara ke rumahku yang sekarang ke kampus itu jauh l. Ngerti i nggak sih, mana hari ini aku ada jadwal Pak Rudi lagi. Apa iya aku harus dihukum lagi karena terlambat,'' sungut Dara tanpa hentinya."Beb, aku ngaku salah, lain kali aku janji kalau mau jemput kamu nggak pakai mobil lagi. aku akan bawa motor biar bisa nyempal sana sini