Sesuai kesepakatan, hari ini adalah hari di mana Dara akan bertemu dengan Adam—calon suaminya. Mereka berdua diberi kesempatan untuk mengobrol dari hati ke hati. Lebih tepatnya untuk memberikan waktu, agar mereka mempunyai waktu berdua untuk saling mengenal satu sama lain.
Meskipun calon suami pilihan orang tua Dara bukanlah pria idamannya. Tidak membuat Dara untuk lari dan membatalkan pertemuan ini.Setengah jam lamanya Dara menunggu. Namun, orang yang sedang ia tunggu belum juga datang. Ini membuat Dara kesal setengah mati, alasannya ia paling tidak suka menunggu seseorang.Wajar saja jika pria yang ingin ia temui begitu lama, sebab mereka janjian via WA sekitar pukul sepuluh pagi. Namun, Dara sudah datang sejak pukul sembilan pagi.“Assalamualaikum.”Dara menolehkan kepalanya, saat ada seseorang yang mengucapkan salam tepat di samping tubuhnya. Dara menatap orang tersebut, menelisik dari atas sampai bawah.Sosok pria jangkung dengan perwatakan tegap serta berkumis sedikit tebal. Sama persis seperti dalam foto yang diperlihatkan ibunya. Seketika itu sebuah senyuman mengejek tersungging di sana. Dan pria itu adalah Adam Nalendra Pratama.Dara lalu kembali meluruskan pandangannya setelah ia tahu sosok yang mengucapkan salam itu. Ia sama sekali tidak peduli, atau mungkin saja Dara memang menganggap pria tersebut tidak ada.“Assalamualaikum,” ucap salam Adam lagi. Sebab salam pertamanya tidak dijawab.“Tinggal duduk aja, sih, bisa kan?” Ketus Dara tanpa sedikitpun menatap ke arah Adam.“Jika ada orang yang mengucapkan salam, maka kita wajib untuk menjawabnya. Karena mengucapkan salam termasuk ke dalam 5 hak Muslim terhadap Muslim lainnya,” ucap Adam penuh dengan kelembutan.“Kalau kamu mau ceramah, jangan di sini! Kamu salah tempat, di masjid sana!” sinis Dara seraya melipat kedua tangannya saking kesalnya.Adam tetap mengucapkan salam. Ia tidak akan berhenti sebelum Dara membalas ucapan salamnya.“Assalamualaikum.”Dengan mata yang tertutup serta tangannya yang ia kepalkan, akhirnya Dara pun menjawab salam dari Ashraf meskipun setengah tak ikhlas.“Waalaikumsalam,” ketus Dara, pada akhirnya ia menjawab salam dari Adam.Adam tersenyum, lalu ia pun duduk berseberangan dengan Dara. Saat Adam baru saja duduk, ia harus rela mendengarkan ocehan Dara. Dia protes karena Adam datang terlambat.“Kamu di rumah punya jam gak sih? Aku nunggu kamu setengah jam lebih, loh! Tapi kenapa baru nongol sekarang?” protes Dara kepada Adam.“Di rumah ada jam, kok. Banyak malah. Maaf jika sudah membuat kamu menunggu. Karena perjanjiannya juga ketemu pukul 10.00 pagi makanya aku datang 15 menit sebelum pukul 10.00 pagi.” Terang Adam dan tetap Dara tidak mau peduli. Intinya dia kesal setengah mati karena menunggu sosok pria yang tidak penting menurutnya.Dara menepiskan tangannya di udara. “Terserah kamu deh! Jadi, sekarang maunya gimana?” tanya Dara kemudian.Adam yang tidak mengerti dengan maksud perkataan Dara pun, hanya bisa mengurutkan kening lalu bertanya kepada Dara mengenai maksud dari perkataan dirinya.“Apanya yang gimana?” tanya Adam kepada Dara.“Jangan pura-pura bego deh! Maksud aku itu gimana dengan perjodohan kita? Lagian kenapa kamu nerima perjodohan ini? Kamu tahu kan perbedaan usia kita itu jauh. Aku baru 20 tahun. Dan jika aku lihat usia kamu pasti sudah 40 tahun kan? Tua amat!” terka Dara tentunya dengan nada yang sinis dan jijik.Adam pun tersenyum simpul.” Apakah aku terlihat setua itu? Aku baru 32 tahun,” Terang Adam.“Alah tetap saja, perbedaan usia kita itu jauh. Sekarang aku tanya, kenapa kamu mau menerima perjodohan ini? Kamu bisa kan nolak, kita aja nggak saling kenal.”“Alasan saya menerima perjodohan ini, karena pilihan orang tua pasti tidak akan salah. Jika menurut kedua orang tua saya, kamu yang terbaik untuk saya, maka dengan senang hati saya menerima perjodohan ini.” Jelas Adam menceritakan alasan ia menerima perjodohan tersebut.“Tapi aku gak mau. Apa kamu gak malu nanti punya istri kaya aku? Sedangkan penampilanmu alim kaya gini. Kita itu teramat jauh bagai langit dan bumi.”“Untuk apa aku malu? Akhlak itu bisa diubah dan saya pasti bisa mengubah akhlak kamu jauh lebih baik.”“Mimpi! Asal kamu tahu aku paling anti diatur. Ada aturan artinya sesuatu yang harus dilanggar. Jadi selagi kamu ngatur hidup ku, selama itu pula aku akan melanggar. Aku tidak aka peduli dan aku akan bersikap masa bodoh.”Bukannya tersinggung atau marah, Adam justru tertawa. Kini giliran Adam yang tertawa. Tentunya membuat Dara semakin kesal.“Ternyata, apa yang dikatakan kedua orang tuamu itu benar ,ya, kamu itu memang belum dewasa meskipun usia kamu sudah 20 tahun, tapi tidak seperti sudah seusia itu. Padahal kebanyakan orang normal, di usia 20 tahun seorang wanita harus memiliki pemikiran dewasa.”Dara melotot saat dikatakan dirinya belum dewasa, dia tidak terima. Dara menggebrak meja seraya sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan. Lalu mengangkat telunjuknya dan menunjuk-nunjuk ke arah wajah Adam.“Hai! Hati-hati Kalau Anda bicara. Perkataan Anda itu sangat menyakiti hatiku tahu!” Protes Dara.“Kamu membahas mengenai hati kamu yang sakit. Lalu, apa kamu tidak pernah berpikir orang-orang yang sering kamu sakiti hatinya dengan ucapanmu itu? Bagaimana perasaanmu sekarang? Enak tidak? Dan begitu juga orang yang sering kamu sakiti dengan lisanmu yang tajam.”Dara kembali menjauhkan tubuhnya lalu melipat kedua tangannya di atas perutnya. Dia muak! Lagi-lagi Adam ceramah di hadapannya.“Bisa nggak sih nggak ceramah di sini? Aku sudah bilang, kalau mau ceramah nanti di masjid bukan di sini.’’ Adam menjawab reaksi Dara dengan tersenyum simpul. Adam sebenarnya terlihat tampan, hanya saja tertutup oleh kumis yang sedikit tebal itu.“Kenapa malah senyum-senyum gitu? Aku serius.”“Saya juga serius. Apa saya terlihat bercanda?”Tak mau ambil pusing, Dara lalu mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Ia meletakkan di atas meja dan mendorongnya tepat di hadapan Adam.Adam mengerutkan keningnya, ia bingung kertas apa yang diserahkan oleh Dara?Kertas itu terlihat kosong, hanya ada satu tanda tangan di bagian paling bawah, pojok kanan. Karena rencana pertama gagal untuk membujuk mengakhiri perjodohan ini. Maka Dara menggunakan cara kedua.“Ini apa dan untuk apa?” Tanya Adam kemudian.“Kita buat perjanjian, perjanjian pranikah.” Jawab Dara begitu datar.Adam membuang napas seraya mengucapkan kalimat istighfar. “Astaghfirullahaladzim. Apa maksudnya? Kenapa harus ada perjanjian pranikah segala?” Adam terkejut saat mendengar penuturan Dara.“Ingat ya aku nggak mau menghabiskan hidupku sama kamu. Aku masih punya cita-cita yang panjang yang belum aku gapai. Aku yakin setelah kita nikah kamu akan banyak menuntut dan melarang apa yang aku mau. Maka dari itu kita buat perjanjian.”“Aku tidak setuju, pernikahan itu bukan untuk main-main, Dara. Pernikahan itu sesuatu yang sakral yang suci.”Sudah Dara duga, jika Adam itu tipe pria yang sulit untuk diajak kerjasama. Lalu apa yang harus dia lakukan jika seandainya dia tidak melakukan perjanjian pranikah?Padahal Ia sudah merencanakan hal-hal apa saja yang akan diajukan di dalam perjanjian pernikahan itu.“Tapi ...”Adam langsung saja menyela perkataan Dara. “Ingat Dara! Saya tidak akan melakukan perjanjian apapun dengan kamu. Saya sangat menghargai sebuah hubungan. Maaf pertemuan kita sepertinya cukup sampai sini. Sampai bertemu di pelaminan, Dara. Assalamualaikum. “ ucap Adam lalu pergi setelah secara spontans Dara membalas ucapan salma Adam.Ucapan Adam itu sungguh sangat menggelikan dan menjijikan di telinga Dara. Apakah dia benar-benar akan menjadi seorang istri dari pria kolot semacam Adam? Batin Dara. Tidak! Dia tidak mau hal seperti ini terjadi.Dara berpikir keras apa yang harus ia rencanakan agar pernikahan mereka tidak terjadi? Kalau pun terjadi harus memikirkan rencana cadangan lain. Karena dia tidak ingin menghabiskan hidupnya dengan pria seperti Adam.Ekspresi Dara berubah jadi sumringah, sepertinya ia tahu rencana apa lagi yang bisa ia gunakan.“Iya aku tahu apa yang harus aku lakukan nanti,” gumam Dara seraya tersenyum penuh arti.Mobil Morgan berhenti tepat di depan rumah Dara. Sebelum mereka benar-benar berpisah, Dara meminta pada MOrgan agar tidak memikirkan hubungan pernikahan dirinya dengan Adam. Karena sudah dipastikan mereka akan bercerai."Beb, inget, ya, aku milikmu jangan berpikir yang tidak-tidak tentang ku. Aku bersumpah....""Iya, aku percaya. Masuk gih!" Morgan memotong perkataan Dara.Morgan berusaha untuk bersikap tidak peduli, karena dia memang tidak peduli meksipun Dara memiliki pria lain. Sebab ia hanya butuh tubuh Dara ini. Bukan hatinya apalagi cinta.Dara melambaikan tangan disertai tersenyum ke arah Morgan, lalu dibalas oleh MOrgan. Setelah itu, mereka benar-benar berpisah. Saat mobil Morgan semakin jauh hingga tidak nampak lagi. Dara pun membalikkan tubuhnya. Hingga ia menatap rumah yang ia dan Adam tempati. Dara menarik napas dalam sebelum akhirnya ia masuk. Sebenarnya, ia malas bertemu dengan Adam. Karena ia yakin saat dirinya masuk akan langsung diintrogasi. Sudahlah! Sepertinya ia h
"Kamu percaya kan jika pernikahan ini hanya sementara dan aku sama sekali tidak mencintai dia, karena orang yang aku cinta itu hanya kamu." Ucap Dara kepada Morgan saat mereka sudah berada di dalam mobil.MOrgan tidak bicara, ia memilih diam ia bingung apa yang harus ia jawab."Tolong percayalah , orang yang aku cinta itu hanya kamu. kalau seandainya bukan kamu yang aku cintai, dari awal aku menikah sama dia sudah pasti aku akan bilang, akan aku beritahu ke orang. tapi ini apa? aku memilih menyembunyikannya.''Morgan masih terdiam tatapannya terlihat kosong ke depan. Ia bingung kenapa dirinya begitu marah mengetahui Dara menikah? Padahal yang ia tahu dirinya pacaran pun bukan karena cinta tapi dia Hanya penasaran. karena Dara sosok wanita yang sangat susah untuk disentuh. jangankan disentuh tangan untuk mencium dan memeluk saja pun tidak bisa.Apa selama ini dia benar-benar mencintai dara? tidak dia tidak mencintai Dara , dia tidak percaya dengan cinta dia hanya menginginkan k
Belum juga Adam bilang mengizinkan Dara sudah pergi bersama Morgan. Morgan langsung menggandeng tangan Dara menjauh dari Adam. Namun, Baru beberapa langkah, langkah Morgan dan Dara terhenti tatkala baju bagian belakang Morgan ditarik oleh Adam.Melihat Morgan berhenti membuat dara pun menoleh ke Morgan yang mengisyaratkan dirinya bertanya-tanya kenapa Morgan malah berhenti?Lalu Dara pun menyadari, jika baju bagian belakang Morgan dipegang oleh Adam."Om, apa-apaan sih? lepasin baju Morgan!'' titah Dara kepada Adam. Jangan lupakan ia memasang wajah kesal."Aku nggak izinin kalian pergi, tapi kenapa kalian malah pergi?'' Ujar Adam dengan dinginnya. Seraya tatapannya mengarah pada Morgan. Tatkala Morgan menoleh membalikkan tubuhnya jadi berhadapan dengan Adam.Morgan bersikap santai, dia memang tidak pernah ada sopan-sopannya terhadap orang yang usianya di atas dirinya. "Lagian, kenapa om harus larang dara? Om kan hanya omnya nggak ada hak sepenuhnya pada Dara,'' ujar Morgan dengan perc
Mery langsung menoleh saat mendengar seseorang bertanya padanya. Tentunya ia mengenali pemilik suara tersebut. Ia terkejut dan langsung menyembunyikan handphone miliknya.Dara yang awalnya tersenyum berubah jadi terdiam saat melihat respons Merry yang terlihat ketakutan serta terkejut."Dara," seru Mery."Kenapa kamu begitu terkejut? Apa benar itu kekasih mu?" Tanya ulang Dara ia lalu mendekatkan posisi duduknya."Mmmm, bukan, ini ... Ini....""Jujur aja, mer. Tega ih gak kasih tahu. Kapan-kapan boleh dong kita double date.""Ini bukan pacar ku, Dar. Dia....""Ayolah! Jangan disembunyikan kaya gini. Kenalin ke aku dong. Apa mungkin aku kenal orangnya?" Tanya Dara seraya memotong perkataan Mery.Mery ke susahahan menelan Salivanya, bagaimana ia menjawabnya? Bagaimana ia mengatakan jika orang yang baru saja menelepon dirinya adalah Morgan? "Kenapa diam, sih!" Seru Dara seraya menepuk bahu Mery.Mery langsung terperanjat kaget. "Wajarlah aku diam, orang yang tadi telepon bukan pacarku.
Dara menarik lengan Adam. Ia membawa Adam menjauh dari keramaian kampus. Adam terus menatap ke arah lengannya yang dipegang Dara. Sungguh ia bahagia bisa dipegang Dara.Setelah mereka berada di tempat sepi, lebih tepatnya di samping gedung kampus. Dara langsung melepaskan pegangannya dan menghentikan langkahnya."Ubah penampilan, om. Jangan seperti ini." Ucap Dara seraya memalingkan wajahnya. Jangan lupa tangannya ia bersidekap tangan di atas perut."Ubah?" Tanya ulang Adam dengan kening yang berkerut.Adam mengerti dengan maksud Dara. Tapi kenapa harus? Bukannya Dara harusnya senang melihat dirinya berubah? Bukankah selama ini dia selalu mempermasalahkan penampilannya? Lalu kenapa setelah ia berubah malah meminta dirinya seperti dulu? Adam begitu banyak pertanyaan dalam hatinya. Hingga Adam bisa menarik kesimpulan saat kalimat selanjutnya Dara ucapkan.Hal ini justru membuat dirinya tersenyum tipis. "Om sengaja mau menggoda para wanita di sini? Apa Om tidak sadar setiap wanita di k
Di kampus, semua mata tertuju pada Adam. Mereka terkesima dengan penampilan baru Adam. Tatapan orang-orang itu tidak luput dari tatapan Dara. Entahlah! Dia kesal sendiri melihat mata memuja dari para wanita. Tak terkecuali Mery ia pun sama halnya terpesona.Dara tidak suka melihat tatapan para wanita itu. Tatapan yang membuat hatinya terasa terbakar. Ia pun berpikir jika Adam sengaja tebar pesona. "Dasar om-om ganjen!" Gerutu Dara dalam hati.Mery yang melihat wajah Dara di tekuk seperti itu meninggalkan sejuta tanda tanya. Ada apa gerangan yang membuat temennya itu seperti ini."Kamu kenapa? Muka ditekuk kaya gitu? Apa karena Morgan belum datang? Tenang saja, sebentar lagi dia pasti datang. Tadi dia baru bangun," Ucap Mery, namun tiba-tiba Mery menutup mulutnya. Ia sepertinya merasa salah bicara.Wajah di tekuk Dara seketika berubah keterkejutan. Saking terkejut keningnya sampai berkerut. "Tadi kamu bilang apa? Baru bangun? Tahu dari mana?" Tanya Dara penuh kecurigaan Mery langsung