Anara terkejut dengan yang diucapkan oleh Wahyu. Tidak biasanya sang atasan menyempatkan waktu untuk berkunjung ke toko kain. Anara menaruh rasa curiga kepada atasannya, dia masih mengarahkan tatapannya kepada Wahyu.
Namun tatapan Anara malah direspon biasa oleh Wahyu. Dia tidak menganggap serius apa yang ditunjukkan oleh sikap Anara. Wahyu yang lebih memilih untuk menghabiskan makanannya, membuat Anara geram.
“Memang urusan apa yang ingin Bapak selesaikan di sana? Tidak bisakah ditunda, atau mengambil waktu lain selain hari ini,” kata Anara.
“Aku tidak ingin menundanya. Aku ingin segera menuntaskan perkara ini. Semakin ditunda, juga tidak membuahkan hasil yang bagus,” kata Wahyu, dia memberikan jawaban kepada sekretaris pribadinya.
Anara tidak lagi memberikan jawaban untuk perkataan Wahyu. Sekarang Anara mengalihkan fokusnya kepada makanan di depannya. Sepiring nasi goreng nanas masih tersisa banyak, Anara belum menghabiskannya.
Saat Anara menyantap makanannya, Wahyu hanya asyik menikmati nasi goreng nanas yang ada di piring. Beberapa menit berlalu, kini nasi goreng nanas keduanya sudah habis. Anara mengambil segelas milkshake stroberi untuk diminum.
Begitupula dengan Wahyu. Satu gelas milkshake stroberi sudah cukup untuk menghilangkan rasa haus di kerongkongan Wahyu.
“Jika sudah selesai, bagaimana kalau kita segera balik ke kantor? Apa kamu masih ingin berada di sini, jika tidak, ada baiknya kamu ikut denganku sekarang,” kata Wahyu.
“Tidak, Pak. Lebih baik kita kembali ke kantor. Akan saya siapkan berkas yang bisa Bapak pelajari untuk pertemuan dengan mitra kita nanti,” kata Anara.
“Ya, aku sudah tidak sabar untuk mempelajarinya,” kata Wahyu, dia memberikan jawaban kepada sekretaris pribadinya.
Wahyu dan Anara lekas berdiri. Mereka berjalan menuju tempat di mana mobil diparkirkan. Ketika berada di depan mobil, Wahyu dan Anara cepat masuk ke dalam. Wahyu mengemudikan mobilnya ke jalanan, sedangkan Anara hanya duduk diam di samping sang atasannya.
Beberapa menit berlalu, mereka sampai di perusahaan. Wahyu menepikan mobilnya ke tempat teduh di samping perusahaan jahit. Setelahnya, Wahyu dan Anara memutuskan untuk turun.
Wahyu berjalan di depan Anara, sedangkan Anara mengikuti langkah atasannya menuju ke dalam kantor. Mereka melalui koridor panjang kantor, hingga tiba di ruang kerja Wahyu.
Ketika ada di dalam ruangan, Anara lekas menuju ke lemari kaca tempat menyimpan berkas-berkas perusahaan. Di sana Anara mengambil satu map tebal untuk diserahkan kepada Wahyu. Tetapi sebelum itu, Anara mengisi bagian-bagian yang masih kosong agar lengkap.
“Pak, saya sudah melengkapi bagian-bagian yang kurang. Saya sudah memeriksanya, tetapi saya perlu Bapak memeriksanya lagi. Agar tidak ada kekeliruan lagi di berkas yang akan Bapak gunakan,” kata Anara.
Anara menyodorkan map tebal kepada Wahyu. Di atas meja, Wahyu menerima map tebal dari Anara. Dia membukanya, dan membaca apa-apa saja yang tertulis di dalam map tebal itu.
“Akan aku pelajari nanti. Dari tulisannya aku sudah mengerti bahwa ini adalah tentang perjanjian kerjasama dan kontrak dengan mitra kita,” kata Wahyu.
“Baik, Pak. Tapi sepertinya Bapak sedang terburu-buru. Apa mau pergi sekarang?” tanya Anara.
“Iya, aku akan pergi sekarang. Waktu berkunjung ke toko kain tidak bisa ditunda. Semoga saja masih ada waktu tersisa untuk mempelajari berkas-berkas ini,” kata Wahyu, dia memberikan jawaban untuk pertanyaan Anara.
“Ya sudah, Pak. Hati-hati di jalan,” kata Anara.
Wahyu mengangguk. Dia berbalik, dan melangkah meninggalkan ruang kerjanya. Kakinya semakin cepat melalui koridor panjang kantor. Wahyu masuk ke dalam mobil, dan mengemudikannya ke jalanan. Sepuluh menit berkendara, akhirnya Wahyu sampai di deretan pertokoan yang terletak di Jalan Kura Nomor 40.
Setelah menepikan mobilnya, Wahyu turun. Dia menuju ke toko kain yang biasa dia tinjau. Sayangnya, si pemilik toko kain tidak ada. Justru yang datang menyambut kehadirannya adalah April, putri dari pemilik toko kain.
“Aku tidak melihat bapak tua itu di sini. Ke mana dia? Apa dia tidak tahu jika aku datang untuk mengunjungi toko kainnya,” kata Wahyu, dia membuka percakapan dengan wanita di depannya.
“Bapak sedang keluar untuk mencari bahan utama membuat kain. Ada keperluan apa hingga kamu datang kemari?” tanya April, dia mengernyit.
“Aku hanya ingin membicarakan tentang bagaimana jika aku memperpanjang lagi hubungan kontrak perusahaan dengan toko ini. Kurasa lebih baik jika hanya diakhiri bulan depan,” kata Wahyu.
“Oh, begitu. Masuklah ke dalam, akan aku buatkan minuman untukmu. Jika memang begitu penting, lebih baik kamu tunggu bapak pulang,” kata April.
“Baiklah, aku akan masuk. Tapi aku tidak bisa lama, karena aku masih ada keperluan di kantor,” kata Wahyu, dia memberikan respon untuk perkataan April.
Wahyu mengikuti di belakang April. Dia masuk ke dalam toko kain, kemudian duduk di salah satu sofa tamu. April masih mengambil minuman untuk Wahyu. Dua menit setelahnya, April kembali dengan minuman di tangannya.
April menuangkan jus jeruk yang sudah dingin ke dalam gelas. Satu untuknya, dan satu lagi untuk Wahyu. April meletakkan botol jus jeruk ke atas meja, kemudian duduk di sofa tamu.
“Jadi kamu kemari hanya untuk menemui bapak? Atau ada keperluan lain yang ingin kamu sampaikan,” kata April, dia memulai percakapan dengan Wahyu.
“Tidak, aku juga ingin bertemu denganmu. Apa kamu keberatan jika aku datang untuk bertemu denganmu?” tanya Wahyu, dia mengarahkan pandangannya kepada April.
“Aku tidak keberatan. Kamu bisa datang kapan saja ke sini jika kamu mau,” kata April, dia memberikan respon untuk ucapan Wahyu.
“Tapi mungkin tidak sesering yang kamu kira. Jadi, bolehkah aku mempertanyakan pendapat bapak kamu mengenai hubungan yang aku minta beberapa hari yang lalu?” tanya Wahyu.
April terdiam. April tidak menyangka jika Wahyu justru akan mengungkit pertanyaan mengenai hubungan yang lebih intim dari sekedar teman. Pandangan April masih tertuju kepada Wahyu, tetapi bibirnya masih tertutup.
Seolah menunjukkan bahwa April masih enggan untuk memberikan jawaban atas pertanyaan Wahyu. Jelas-jelas April tahu sendiri jika bapaknya masih ragu untuk membiarkan dia memiliki hubungan dengan pimpinan muda seperti Wahyu.
“Bapak tidak bilang apa-apa. Dia hanya memberikan nasihatnya mengenai hubungan yang mungkin akan kumiliki jika aku menerimamu,” kata April.
“Apa dia menolakku jika aku ingin menjalin hubungan lebih dari sekedar ini?” tanya Wahyu.
“Tidak. Bapak tidak pernah keberatan jika aku memiliki hubungan spesial dengan siapapun. Hanya saja, aku masih belum yakin jika aku harus menerima cintamu,” kata April, dia memberikan keputusan untuk pertanyaan Wahyu.
“Kamu masih meragukan kesungguhanku? Apa kamu menganggap permintaanku itu sebagai candaan bagimu, aku tidak pernah meminta seserius ini,” kata Wahyu, dia menunjukkan apa yang dirasakannya saat ini.
Wahyu hanya memberi anggukan kecil untuk ucapan April. Tanpa sadar jika keduanya sudah terlalu serius untuk percakapan yang sederhana. April menatap mata Wahyu untuk beberapa saat lamanya, sebelum akhirnya Wahyu menggapai tangan April.“Ya sudahlah kalau kamu tidak mau. Aku tidak akan memaksa lagi,” kata Wahyu.“Maafkan aku. Mungkin aku hanya tidak ingin jika terlalu buru-buru,” ujar April.Pelayan kedai sudah datang dan membawakan pesanan mereka. Sesaat kemudian, pelayan itupun pergi menyisakan April dan Wahyu saja. April masih mengarahkan pandangannya pada Wahyu.“Tidak masalah. Lanjutkan saja makananmu. Nikmati, jangan sampai ucapan kita yang tadi merusak suasana hatimu,” kata Wahyu.April mengangguk. Setelahnya, mereka berdua berpaling dan saling menghadapkan pandangan pada makanan yang terletak tidak jauh dari mereka. April terlihat sedang menyantap makanan yang sudah dipesan, begitupula dengan Wahyu.Baik April maupun Wahyu melahap makanan dengan nikmat. Tak ada satupun dari mer
Wahyu mengangguk-angguk sambil tersenyum dengan kepuasan. Dirinya tak pernah sangka jika tempat duduk pilihannya akan disukai oleh April. Bagi perempuan itu, posisi duduk di sini sangat membuatnya betah.Tatapan mata Wahyu masih tertuju kepada sang kekasih. Tidak sedikitpun berpindah dari wajah manis April. Tampaknya Wahyu ingin memandangi April saja sampai jenuh kali ini.“Oh, ya. Kamu ajak aku ke sini karena untuk menghilangkan rasa lelah. Tidak sia-sia kurasa, karena setelah berada di dalam kedai ini aku menjadi sedikit lebih baikan,” kata April.“Memang aku mengajakmu kemari karena berencana untuk menyenangkan hatimu. Barangkali saja di cuaca panas seperti ini es krim bisa meredakan hati kita,” kata Wahyu.“Es krim jenis apa yang akan kamu pesan?” tanya April.Wahyu lantas mengerutkan kening. Ucapan yang sengaja dibuat sebagai pertanyaan oleh April terlihat sedikit membuat Wahyu menjadi berpikir. Sampai membuat Wahyu harus mencari-cari buku menu di kedai ini.“Kamu mau pesan es kr
Wahyu hanya melengkungkan senyuman tipis di bibir setelah mendengar ucapan April. Belum lama, lelaki itu sudah menggenggam tangan April dan mengelus-elusnya dengan lembut. Lantas diciumnya tangan April dengan kecupan yang sangat halus.“Aku akan kembali bekerja lagi setelah ini. Kuharap kamu masih mau menunggu,” kata Wahyu.“Pasti aku akan menunggu kamu di sini. Biar aku dan kamu bisa pulang bersama-sama,” ujar April.Percakapan mereka berdua terhenti setelah mendengar suara pintu yang dibuka. Rupanya Anara yang telah masuk ke dalam ruangan. Wahyu lantas saja mengalihkan pandangannya kepada sekretaris pribadi yang sudah membawa beberapa lembar kertas untuknya.“Selamat siang, Pak. Ini saya bawakan beberapa lembar dokumen untuk kamu baca,” kata Anara.“Berikan kepadaku. Aku akan mempelajarinya setelah ini,” kata Wahyu, memberi balasan.Anara tidak menjawab melainkan hanya memberi anggukan. Setelahnya, Anara memberikan beberapa lembar dokumen ke tangan Wahyu. Tentu Wahyu menerima lembar
April tertegun setelah mendengar bisikan dan suara lirih dari Wahyu. Betapa tidak sebab ucapan dari pria yang menjadi kekasihnya itu sangat menyentuh hati. Bahkan sebelum ini, belum pernah April menerima ucapan kasih sayang dari seorang laki-laki.Dengan bibir yang masih terdiam, April bahkan hampir tidak menyangka akan membalas seperti apa ujaran Wahyu. Bagi wanita itu, ungkapan semacam ini hanya sanggup untuk dia dengar.“Jadi tolong jangan kecewakan aku. Aku tidak sanggup apabila dikecewakan oleh orang yang paling aku sayangi,” kata Wahyu.April menoleh hanya untuk sekedar memandang pada Wahyu. Pria yang saat ini sedang mengarahkan pandangannya kepada April itu menunjukkan binar mata yang jernih. Seakan-akan menandakan bahwa setiap kata yang dia keluarkan adalah hal yang paling berarti.“Aku tidak akan membuat kamu kecewa, sayang. Aku akan usahakan apapun yang terbaik bagi kita berdua,” ujar April.“Jika memang seperti itu, aku akan senang mendengarkannya. Aku tidak akan meragukan
Wahyu masih mengarahkan pandangannya kepada April. Tak dia sangka jika perempuan itu akan memandangi minuman yang dia berikan. Tanpa sadar pula Wahyu melengkungkan senyuman di bibir karena ulah April yang terlihat menggelikan.“Minum saja, jangan hanya melihat pada bungkusannya. Aku jamin rasanya pasti enak,” kata Wahyu.“Ya, tentu. Sebentar lagi aku akan meminumnya,” ujar April, membalas kata-kata Wahyu.“Selamat minum es jeruk passionnya, sayang,” kata Wahyu, melembutkan suaranya untuk April.Wahyu lantas berpaling wajah dari April. Setelah tak lama, April lekas mendekatkan bungkusan es ke dalam mulut. April menyedot minuman dari sedotan plastik hingga terasa bahwa rasa jeruk dan buah passion terasa menyegarkan.April seakan ingin mencobanya lagi dan lagi. Baru sekali menyedot saja kerongkongannya sudah terasa dilegakan, apalagi kalau berulang kali. Rasanya tidak sia-sia jika Wahyu telah membelikannya minuman dengan rasa seperti itu.“Apa kamu menyukai es yang aku belikan untuk kamu
April terlihat masih sabar dalam menghadapi Wahyu. Ucapan kekasihnya yang baru saja dia dengar tidak dia masukkan ke dalam hati. Karena bagaimanapun Wahyu memang masih membutuhkan Anara dalam hal pekerjaan.“Aku tidak masalah jika kamu masih berurusan dengan wanita itu. Mungkin saja dia memang perempuan terbaik untuk menjadi sekretaris pribadi kamu,” kata April.“Benar seperti itu. Aku senang jika kamu bisa memahami kondisiku,” ujar Wahyu.“Iya, tak mengapa. Bukan masalah besar agar aku bisa mengerti kamu,” kata April.Wahyu lantas menunjukkan senyuman lebar di depan April. Tak menyangka jika April tidak ingin marah, melainkan membalas senyumannya dengan wajah yang penuh ketulusan.“Baiklah, berhubung sekarang aku tidak ada pekerjaan lagi. Tidak ada yang harus kuselesaikan secepat ini,” kata Wahyu.“Benarkah demikian? Jika memang begini, lebih baik kita pergi keluar sebentar dari ruangan ini,” ujar April, mencoba memberikan usulnya.“Kamu ingin cari udara segar?” tanya Wahyu.Secepatn