Tristan menatap mereka semua dengan datar, "Kita masih bisa keluar. Jangan mengunci apa yang kalian bisa lakukan hanya karena imajinasi kalian semata!" seru nya berjalan melewati Alice, Xander dan Logan. Tangan Tristan terangkat untuk membuka, Klik, Tristan membuka kembali. Namun pintu yang tadi mereka masuki tidak bisa terbuka membuat Xander yang menatap gerakan Tristan mendekati pemuda itu.
"Kenapa?" seru Xander
"Pintu nya tidak bisa terbuka, apa ini kebetulan saja atau memang mimpi kalian itu adalah sebuah fakta?" ujar Tristan sambil membalikkan badanya. Ia meneguk saliva nya kasar, berharap bahwa ia tidak sedang berada di dalam imajinasi yang sedang diciptakan oleh ketiga orang yang sedang bersamanya.
Plakk-- "Ahhhh!" teriak Tristan mengaduh saat merasakan kepala nya di hantam sesuatu yang keras. Ia menatap sebuah batang kayu yang berada di tangan Alice yang sudah berada di sebelah nya, entah sejak kapan.
"Apa yang kau lakukan?
Awan hitam tiba-tiba mengepung, sebuah kaki mulai terlihat mendekat. Sosok itu terlihat sempurna saat awan hitam itu sudah hilang dibawa oleh angin yang berhembus dari arah yang berlawanan. Sossok itu menatap sekeliling, hutan pinus- tempat yang menyimpan segudang mistis-di sana lah sekarang ia berada. Tatapan nya lalu tertuju pada patung yang tepat berada di depan nya. Menatap patung itu lekat, "Bangunlah!" ujar-Nya.Patung malaikat yang tadi berdiri dengan kaku mulai bergerak, dengan perlahan patung itu mulai retak dan brukkk--terdengar bunyi hancur dari bebatuan yang menyusun patung itu. Sayap itu terbentang dengan lebar. Menandakan bahwa patung itu tidak lagi terperangkap dalam sesuatu yang mengikatnya selama ini. Sosok itu langsung menunduk di hadapan sosok lelaki paruh baya itu. Menunduk hormat tidak berani menatap sosok itu."My Lord" serunya.Menunjukkan rasa hormat yang mendalam."Apa mereka baik-baik saja?" seru Ken"Merek
Xander mengemudikan mobil nya, matahari sudah bangkit dari tidurnya dan menunjukkan diri pada mereka. Mereka semua masih terjaga, karena Tristan berkata bahwa tujuan mereka sudah dekat. Hutan Siren sedikit berbeda dari hutan-hutan yang mereka lalui dan terasa lebih mistis dari biasanya."Apa kau masih memakai kalung mu?". Alice menatap Tristan yang sepertinya sedang berbicara padanya."Ya, aku masih memakainya!" serunya menunjuk kalung hitam berwarna hitam itu yang masih melekat di leher nya."Bagaimana dengan mu?" seru Xander melirik Logan yang duduk di depan bersamanya."Aku masih memakai gelang nya!" tunjuk Logan sambil mengangkat pergelangan tangan nya"Baguslah, jangan melepaskan gelang itu. Terlebih kita akan memasuki hutan siren!"Tristan yang tadi memejamkan matanya sedikit melirik kalung Alice yang berada di sebelahnya, "Apa kau memberi mereka kalung itu dengan izin Sir.Erick?" guman nya sambil me
Tristan berjalan di depan, sementara Alice, Xander dan Logan berjalan di belakang. Jalanan datar dengan pohon-pohon besar yang membentang di jalan setapak membuat terik matahari tidak terlalu menyengat kulit mereka. Namun meski begitu, Xander tetap membiarkan Alice berlindung dengan jaket nya. Ia cukup tau bahwa gadis itu tidak terlalu suka dengan panas matahari."Berapa lama lagi kita akan berjalan?" ujar Logan yang kelihatan sudah mulai bosan dengan perjalanan panjang mereka. Mereka bahkan sudah berjalan sekitar setengah jam. Dan untuk Logan yang sangat jarang berjalan kaki, itu pasti sebuah penyiksaan yang menyakitkan untuknya."Tidak lama lagi, ayolah Logan. Alice saja tidak mengeluh seperti mu. Aku jadi penasaran siapa di antara kalian yang sebenarnya adalah lelaki tulen!" jawab Tristan yang membalikkan badannya. Menatap Logan dengan jengkel dan menelisik."Ck, apa kau pikir aku tidak tulen? Lagi Pula kan Alice sejak tadi dibantu oleh Xander. Holl, aku jadi
Mizuki turun di depan rumah besar dan megah, lelaki itu malah tetap membawanya dan tidak mau melepaskan nya. Membuat Mizuki meredam hasrat membunuh nya yang sudah sejak tadi ia pendam dalam-dalam. Rasa takut seseorang membuat aura mereka begitu terasa nikmat di indra penciumannya. Rasa takut yang akan membawa seseorang pada sebuah rasa yang menghentikan rasa takut itu. MATI—adalah ujung dari ketakutan itu. “Ada apa? Mengapa kau masih berdiri di sana seperti orang bodoh? Segera ikut dengan ku jika kau memang tau dimana gadis itu berada!” ujar Alan “Aku tidak pernah menerima bentakan dari manusia Alan, kau harus mencamkan itu baik-baik di dalam pikiran dan otak kecil mu!” Alan menaikkan alisnya, mengerutkan kening nya saat merasakan bahwa ucapan Mizuki seolah menyira
Yurippe menatap Karin dengan anggukan, sebenarnya ia tidak terlalu yakin dan sedikit takut. Terlebih saat mengingat ucapan dari Safa yang membuat ia takut gadis itu benar-benar akan melakukan tindakan bodoh itu. Ia memang sengaja membawa Karin ke apartemen Safa, agar jika terjadi sesuatu yang melenceng dari perkiraannya. Karin juga bisa menjadi saksi.“Bukan kah ini mobil kak Alan?” ujar Yurippe saat melewati parkiran“Aku rasa iya, tapi mengapa dia di sini?”“Cepat kak, semoga kekhawatiran ku ini tidak benar!”Karin dan Yurippe segera memasuki lift yang membawa mereka ke lantai 3, tempat apartemen Safa berada. Semakin dekat dengan pintu apartemen milik Safa, degup jantung Yurippe juga semakin tidak beraturan.“Kau tau password nya?” ujar Karin menatap gadis di depannya.Yuripper mengangguk, ia mendekati pintu di depan mereka. Mulai memasukkan kombinasi angka yang menjadi pass
Mereka bertiga duduk di depan sosok lelaki tua itu, sementara Tristan berdiri di belakang mereka karena tidak kebagian tempat duduk. Jadi Tristan memilih untuk mendahulukan para adik-adiknya."Lalu, apa yang membawa kalian kemari? Erick memang sudah memberikan ku sebuah surat. Namun, dia tidak memberitahu apa yang bisa aku lakukan pada kalian bertiga!" seru Sebastian mengamati ketiga pemuda yang duduk di depanNya."Kami datang, untuk mengembalikan ingatan yang kami tidak tahu jelasnya seperti apa. Sengaja dilupakan atau memang tidak kami ingat atau malah tidak kami ketahui sama-sekali!" seru Xander yang mengambil alih percakapan itu.Sebastian menganggukkan kepalanya, "Apa kalian sudah pergi menemui sosok itu?""Sudah, dan dia yang memberitahu kami agar datang pada mu. Dia tidak mampu mengembalikan ingatan Alice. Dia bilang ingatan Alice disegel oleh sesuatu yang begitu kuat, namun aku dan Logan belum mencoba ritual itu. Tapi kami yakin bahwa kami juga ti
Bagian 44 ||Korban ke-4||Mobil Logan sudah sampai di garasi rumah besar itu dengan selamat, perjalanan pulang terasa lebih cepat daripada perjalanan pergi. Tristan menatap semua penumpang Nya, masih tertidur dan bahkan belum sadar bahwa mereka sudah sampai. Namun Logan yang berada di sebelahnya mulai bergerak dan membuka matanya. Ia menatap sekeliling "Apa kita sudah sampai?" ujar Nya menatap Tristan yang masih memainkan ponselnya. Ia sekilas menatap sekeliling mereka dan aroma dingin yang menusuk kulit membuat rasa sadar Logan lebih cepat bekerja."Sudah, aku turun lebih dulu. Bangunkan mereka berdua, aku sudah sangat kelaparan dan pegal. Kau membiarkan ku menyetir sendirian. Sangat kejam dan mengesalkan!" seru Tristan masih sempat-sempatnya berceloteh. Logan hanya membalasnya dengan senyuman ringan. Ia lalu menatap Xander yang tidur bersandar di kursi dan Alice yang masih tidur dengan kepala di pangkuan Xander. Tangan Logan menggoyangkan bahu Xander.
Alice yang tadi masih sibuk dengan laptopnya tiba-tiba merasakan hatinya kembali sakit, rasa sakit nya tidak seperti biasanya. Sakit nya terasa dua kali lebih parah dari sebelum-sebelumnya. Logan yang baru saja datang dengan handuk yang melingkar di pinggangnya segera menghampiri Alice yang meringkuk di ranjang sambil mengeluarkan keringat dingin."Alice—Alice, ada apa? Apa hatimu sakit lagi?" seru Logan panik, saking paniknya ia hampir lupa bahwa ia hanya memakai handuk saat ini. Xander tidak di sini, shitt—umpat Logan dengan raut cemas mencari handphonenya."H-hati ku, s—sakit sekali Logan!" isak Alice sambil menahan rasa sakit yang menyerang hatinya.Keringat dingin masih membanjiri kening Alice, sementara Logan masih kelimpungan untuk mencari ponsel nya. Saat benda pipih itu sudah berada di tangannya, tangan Logan langsung mencari nomor Xander. Shitt—Umpat Logan lagi, karena kal ini ponsel nya benar-benar tidak bisa di ajak bekerja."Alice—apa yang kau butuh kan? Ak—aku sama sekal