Share

4. Sihir Hitam

Untuk kesekian kalinya, Amora mengutuk situasi sulit yang tengah ia alami. Ia menggigit bibirnya kuat-kuat dan berlari seperti orang gila. Amora beharap jika dirinya bisa menembus hutan lebat ini dan menemukan jalan pulang. Tentu saja, Amora tidak mau tinggal di tempat yang sangat berbahaya ini. Selain karena ini adalah sarang para siluman, pulau ini semakin berbahaya ditambah dengan keberadaan Amagl terkutuk yang ternyata selama ini tertidur panjang. Sejak awal, Amora tahu jika Amagl terkutuk dipaksa untuk tertidur oleh Amagl agung yang kini menjaga kekaisaran. Namun, Amora dan manusia lainnya sama sekali tidak mengetahui letak di mana Amagl berjiwa jahat itu dipaksa untuk tertidur. Ternyata, pulau Blaxland inilah yang menjadi tempat bersemayamnya sosok Xavier. Semua hal baru yang Amora alami hari ini benar-benar membuat gadis satu itu merasa berat bukan main.

Amora menghentikan kedua kakinya yang bekerja keras untuk berlari sekuat tenaga. Kini, kedua kaki rampingnya sudah benar-benar melemas. Amora bersandar pada sebuah pohon berdaun rindang berukuran besar di dekatnya. Ia berusaha untuk mengatur napasnya yang memburu, tetapi tidak menurunkan kewaspadaannya sedikit pun karena kapan saja dan dari mana saja, siluman bisa muncul untuk menyergapnya. Tentu saja masih lekat dalam ingatan Amora, saat dirinya diburu oleh puluhan siluman kelaparan yang ingin menyantapnya. Itu benar-benar mengerikan. Hingga Amora sendiri tidak mengerti, mengapa dirinya bisa dengan gila berlari kembali ke tengah hutan yang penuh dengan siluman ini. Apa mungkin ini adalah dorongan untuk bertahan hidup? Jelas, berhadapan dengan Xavier, sang Amagl terkutuk tidak jauh lebih baik daripada berhadapan dengan siluman kelaparan.

Namun, Amora bisa menghela napas lega karena tidak ada satu pun siluman yang muncul. Seakan-akan, semua siluman tidak berani muncul, setelah sosok Amagl terkutuk bangkit dari tidur panjangnya. Ya pasti mereka sendiri tidak mau mencari mati, saat tahu jika makhluk yang dipaksa untuk tertidur karena kekejamannya, kini sudah terbangun dan mungkin saja akan membawa bencana bagi mereka semua. Amora memukul kepalanya sendiri. “Seharusnya aku lebih berhati-hati,” ucap Amora menyayangkan tindakannya yang kemungkinan besar membangunkan sosok Amagl itu.

Tiba-tiba, hujan pun turun dengan derasnya, memaksa Amora pun duduk di bawah pohon rindang yang berada di dekatnya. Padahal, cuaca sebelumnya masih sangat cerah, tetapi kini berubah gelap disusul hujan deras yang menguarkan suhu dingin menggigit. Amora meringkuk di sela-sela akar besar pohon yang mencuat di permukaan tanah. Entah mengapa, kini Amora memiliki keyakinan, bahwa siluman atau bahkan Xavier sekalipun tidak akan mengejar atau menemukannya di tempat itu. “Sebenarnya apa salahku? Kenapa aku bisa berakhir di situasi seperti ini?” tanya Amora pada dirinya sendiri.

Amora pun mulai mengingat apa yang sudah terjasi. Semua nasib buruknya dimulai dari jatuh sakit tiba-tiba, lalu diketahui hamil. Amora bersumpah, jika ia sama sekali tidak pernah menghabiskan malam atau disentuh oleh pria mana pun. Kehamilannya jelas tidak masuk akal bagi Amora. Sama tidak masuk akalnya dengan Amora yang kini dibuang di pulau terkutuk ini. Padahal, ini belum genap satu hari, tetapi Amora sudah sangat merindukan ibu dan ayahnya. Meskipun keduanya melepaskan Amora untuk dibuang ke pulau ini, tetapi Amora yakin jika kedua orang tuanya sama sekali tidak melakukannya dengan senang hati. Mereka melakukan hal itu karena terpaksa untuk keadaan. Amora tahu, jika keduanya tetap membela Amora, bisa-bisa keluarga besar mereka termasuk para pelayan akan dihukum mati. Meskipun Amora tidak merasa bersalah, tetapi semua bukti menunjukkan bahwa ia bersalah dan mengandung anak haram hasil perzinahan.

“Ayah, Ibu, aku ingin pulang,” bisik Amora sembari memejamkan matanya yang terasa begitu berat. Amora tentu tahu, jika sangat berbahaya kehilangan kesadaran di situasi seperti ini. Namun, Amora berharap jika saat terbangun nantinya, semua ini hanyalah mimpi. Ketika terbangun nanti, Amora sudah kembali ke tengah-tengah keluarga yang ia sayangi.

Amora terlelap begitu saja, seolah-olah tempat itu adalah tempat nyaman untuk tidur. Udara dingin semakin menjadi karena hujan yang semakin deras saja. Wajah Amora terlihat pucat pasi seiring waktu berjalan. Entah karena suhu yang semakin menurun, atau memang karena kondisi tubuh Amora yang memang memburuk dari waktu ke waktu. Tubuh ringkih Amora menggigil pelan, dan ia pun bersandar sepenuhnya pada dahan pohon besar di mana dirinya berteduh. Secara perlahan, pohon besar itu terlihat semakin menunduk, menggunakan seluruh daun lebatnya untuk melindungi Amora dari air hujan yang turun.

Lalu sosok penuh karisma muncul dengan langkah pelan di bawah hujan. Namun, tubuhnya sama sekali tidak basah, karena ia terlindungi oleh sebuah payung yang terbentuk dari air hujan. Sosok berkarisma itu tak lain adalah Xavier. Ia berdiri tepat di hadapan Amora yang sudah benar-benar tertidur dengan lelap. Pohon yang menjadi sandaran Amora, terlihat memberikan hormat pada Xavier dengan membuat ranting dan dahannya semakin menunduk. Xavier yang melihat hal itu sedikit mengangguk dan berkata, “Terima kasih atas bantuanmu.”

Setelah mengatakan hal itu, Xavier kembali mengambil langkah untuk mendekat pada Amora. Ia berlutut dan menatap wajah pucat Amora dalam diam. Lalu siluman perwujudan dari pohon yang sebelumnya menemui Xavier, tiba-tiba muncul dan bertanya, “Tuan, apakah dia baik-baik saja?”

Xavier tidak segera menjawab. Ia mengamati Amora lebih lama sebelum menjawab, “Dia sekarat.”

***

Xavier duduk menghadap ranjang kayu di mana Amora berbaring dengan wajah pucatnya. Kini, Xavier dan Amora sudah kembali berada di rumah kayu milik Xavier. Pria berambut keperakan itu, terlihat berpikir dalam waktu yang lama. Sosok manusia pohon yang selalu mengikutinya dengan setia, terlihat gelisah. Ia bisa merasakan bahwa saat ini Amora tengah tersiksa oleh sakitnya, tetapi sang tuan masih terdiam dan tidak mengambil tindakan apa pun. “Tuan, sebenarnya apa yang terjadi? Apa Nona ini mengidap penyakit serius?” tanya manusia pohon bernama Vheer itu.

Seperti biasa, Xavier tidak terburu-buru dalam memberikan jawaban. Ia terdiam dalam beberapa saat sebelum menjawab, “Dia tengah mengandung.”

Manusia perwujudan pohon yang sudah hidup ribuan tahun itu tersentak karena terkejut. “Mengandung?” tanya Vheer tidak percaya. Padahal, Vheer sendiri percaya jika gadis yang sudah berhasil membangunkan sang tuan, adalah gadis yang berada dalam ramalan. Seharusnya, gadis ini masih suci dan tidak mengandung. Namun, kenapa situasinya malah seperti ini? Jelas Vheer sama sekali tidak mengerti.

“Ya, dia mengandung energi kegelapan,” jelas Xavier singkat membuat Vheer mengerti dengan apa yang terjadi.

Jika saat ini Amora tengah mengandung energi kegelapan, maka jelas mengapa saat ini Amora sekarat. Energi kegelapan yang berada dalam kandungan Amora muncul karena sihir hitam. Jelas, sihir ini dipergunakan dengan niatan buruk. Siapa pun yang membuat Amora mengandung energi kegelapan ini, pastinya memiliki niat buruk padanya. Bagi mereka yang tidak mengerti mengenai sihir hitam, contohnya dokter atau tabib, pasti hanya akan mendeteksi bahwa Amora tengah hamil janin pada umumnya. Mereka tidak akan tahu, jika sesuatu yang tumbuh dalam kandungan Amora, bukannya janin melainkan sebuah energi kegelapan yang menggerogoti nyawa Amora secara perlahan. Karena itulah, Xavier sebelumnya menyebut jika saat ini Amora tengah berada dalam kondisi sekarat.

Vheer pun dibuat lebih cemas. “La, Lalu apa yang harus kita lakukan, Tuan? Nona ti—”

“Dia tidak boleh mati,” ucap Xavier memotong ucapan Vheer.

Benar, Amora memang tidak boleh mati. Terlepas Amora memanglah gadis yang berada dalam ramalan atau bukan, Xavier tetap harus menyelamatkannya. Hanya saja, Xavier ragu. Jika dirinya menggunakan kekuatannya, itu akan menjadi awal dari kekacauan. Dia, pati akan menyadari jika Xavier sudah bangun dari tidur panjang, dan akan mengejarnya. Jika Xavier berada dalam kondisi terbaik, di mana kekuatannya sudah sempurna, Xavier tidak perlu mencemaskan apa pun. Karena dengan kekuatan sempurna, Xavier bisa menghadapi dia seorang diri. Sayangnya, situasi saat ini tentu saja sangat riskan bagi Xavier. Ia baru bangun setelah ribuan tahun lamanya, dan kekuatannya belum sempurna karena insiden di masa lalu. Butuh banyak waktu baginya untuk memulihkan diri.

Vheer yang menyadari kebimbangan Xavier pun terdiam. Ia sendiri bingung harus mengatakan apa. Vheer jelas ingin membantu Amora, tetapi saat ini hanya Xavier yang bisa membantunya. Vheer pun memilih untuk diam, dan menunggu keputusan apa yang diambil oleh Xavier. Sementara itu, setelah terdiam dalam waktu yang cukup lama, Xavier pun mengambil keputusan yang tidak mudah. Ia mengulurkan tangannya tepat pada perut datar Amora dan sinar emas keperakan berpendar lembut. Saat itulah, Vheer sadar jika Xavier memutuskan untuk membantu Amora. Benar, Xavier mengambil risiko untuk hidup dalam pelarian, tepat begitu dirinya bangun dari tidur panjangnya. Vheer menatap Xavier dengan penuh kekaguman. Ribuan tahun berlalu, tetapi sang tuan sama sekali tidak berubah. Xavier masihlah sama, tuan berhati mulia baginya.

Namun di sisi lain, tepatnya di sebuah istana yang penuh dengan kegelapan, seseorang yang mengenakan jubah panjang dengan tudung yang menyembunyikan wajahnya, berdiri di sudut ruangan mewah tetapi temaram. Seseorang yang memiliki postur tubuh tinggi dan tegap itu, terlihat menatap langit yang berubah menggelap dan guntur yang bersahutan. Ia memejamkan matanya, seakan-akan berusaha untuk merasakan sesuatu yang sebelumnya ia rasakan sekilas. Masih dalam keadaan temaram, pria itu pun mengernyitkan keningnya karena energi yang ia cari malah menghilang dan butuh waktu untuk mencarinya kembali. Ia berbalik dan melangkah menuju singgasana dan duduk di kursi mewah yang terlihat penuh dengan aura misterius. Pria itu menatap empat orang pengikutnya yang berlutut dan menundukkan kepalanya, menghindar untuk menatap wajah dan mata sang tuan yang memang terlarang dilihat jika dirinya masih mengenakan tudung.

“Tuan, apa yang harus kami lakukan?” tanya salah satu dari bawahan setianya.

Pria bertudung itu mengernyitkan keningnya. Terlihat tidak senang dengan pertanyaan yang diajukan oleh bawahannya itu. “Apa kalian masih pantas bertanya seperti itu padaku?” tanya balik sang tuan dengan nada tajam.

Lalu suasana hening terasa begitu mencekam. Semua orang terlihat menahan napas mereka, karena merasakan suasana hati sang tuan yang memburuk. Tentu saja, hal itu tidak terlepas dari sinyal kebangkitan Xavier, sosok musuh dari sang tuan yang mereka ikuti dengan setia. Sang tuan pun berkata, “Apa pun caranya, cari dan bawa orang itu ke hadapanku. Meskipun tidak bisa mencegah kebangkitan Xavier, tetapi kita masih memiliki kesempata untuk mencegah pertemuannya dengan orang itu. Lakukan tugas kali ini dengan benar, sebelum aku membuat kalian binasa.”

“Baik, Tuan!” seru semua orang kompak.

Sang tuan pun menyangga dagunya sebelum berbisik, “Akhirnya, kita akan bertemu, Xavier. Sebaiknya kau berlari, sebelum aku membuatmu binasa.”

.

.

.

wah gimana nih? pada penasaran buat kelanjutannya enggak?

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Kikiw
jadi sebenernya terbalik ya? Xavier yg baik, si tuan yg jahat. memutar balikan fakta
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status