Share

10. Kesehatan Jantung

“Yang Mulia, hampir setengah dari warga ibu kota sudah terjangkit wabah yang tidak ketahui berasal dari mana,” ucap salah seorang menteri melaporkan situasi terkini pada kaisar.

Saat ini, semua orang-orang berpengaruh mengikuti rapat tertutup yang diadakan secara mendadak oleh Gilbert—sang kaisar. Hal tersebut tidak terlepas dari situasi darurat yang saat ini tengah berlangsung. Seperti apa yang sudah dikatakan oleh seorang menteri, saat ini tengah ada wabah berbahaya yang menyebar dengan begitu cepat di kekaisaran Bonaro. Tentu saja, Gibert dan orang-orang berpengaruh harus segera menanggulangi masalah tersebut. Apalagi, wabah ini menyebar langsung ke pusat pemerintahan dan ekonomi kekaisaran yang tak lain adalah ibu kota di mana para bangsawan kelas atas tinggal. Gilbert pun menatap Pendeta Agung dan bertanya, “Apa masalah ini sebelumnya sudah pernah diramalkan?”

Kini, semua perhatian tertuju pada Pendeta Agung yang mendapatkan pertanyaan tersebut. Pendeta Agung terlihat tidak menampilkan ekspresi yang berarti, tetapi mereka semua yang melihat hal itu tahu, jika saat ini sang pendeta tengah memikirkan jawaban atas pertanyaan kaisar. Tak lama, Pendeta Agung pun menjawab, “Tidak ada lamaran spesifik mengenai bencana wabah seperti ini. Namun, ada sebuah ramalan kuno mengenai sosok Amagl Terkutuk.”

Semua yang mendengar Amagl Terkutuk disebutkan dalam perkataan Pendeta Agung, seketika menahan napas. Jika namanya sudah disebutkan, sudah dipastikan jika hal tersebut berkaitan dengan hal buruk. “Apa mungkin, hal itu berkaitan dengan penyebaran wabah?” tanya Gilbert lagi.

Pendeta Agung mengangguk. “Ramalan mengatakan ketika Amagl Terkutuk berjiwa jahat sudah hampir mencapai kesempurnaan kekuatan, maka dunia akan hancur. Wabah akan tersebar, dan para siluman mulai tidak terkendali. Mereka akan menyerang, menyandra, hingga memangsa manusia,” jawab sang pendeta.

“Tapi, bukankah Amagl Terkutuk masih dalam tidur panjangnya? Selain itu, kita berada dalam perlindungan Amagl Agung. Apakah benar masalah kali ini berkaitan dengan Amagl Terkutuk? Apa mungkin dia sudah bangkit?” tanya Leal yang juga ikut dalam rapat tersebut.

“Kita memang belum bisa memastikan jika Amagl Terkutuk saat ini sudah bangkit dari tidur panjangnya. Namun, kita tidak bisa menutup kemungkinan mengenai masalah itu,” ucap Gilbert sembari mengurut pelipisnya, merasa jika kepalanya benar-benar penuh.

Satu masalah belum selesai, dan kini masalah yang baru sudah datang. Sebelumnya, ia dipusingkan oleh kematian tidak wajah Thomas. Karena Thomas adalah seorang bangsawan bergelar tinggi, kematiannya yang tidak wajar menjadi sorotan banyak orang. Ia pun harus mengerahkan pikiran dan waktunya untuk mencari dari dalang kematiannya. Namun, tidak ada satu pun petunjuk yang ditemukan. Tidak ada satu pun titik terang yang ditemukan oleh para penyidik, dan tentu saja hal itu membuat orang-orang berpikir jika pihak istana tidak bisa bekerja dengan baik. Belum selesai masalah itu, kini Gilbert harus dipusingkan dengan wabah yang tiba-tiba menyebar. Wabah tersebut membuat orang yang terjangkit kejang-kejang dan muntah darah. Saat ini, pihak yang terkait sudah dikerahkan untuk menanggulangi penyebaran wabah ini, tetapi wabah masih menyebar karena belum ditemukan penyebab dan sumber penyebarannya.

“Setidaknya, kita sekarang hanya perlu fokus untuk menanggulangi wabah ini. Jangan sampai rakyat mendengar ramalan berkaitan dengan penyebaran wabah ini. Mereka bisa menjadi sangat cemas. Selain itu, Pendeta Agung, bantu dengan memberikan air suci dan doa di kuil Amagl Agung,” ucap Gilbert.

“Saya akan memimpin para pendeta, Yang Mulia,” ucap Pendeta Agung.

Baru saja Gilbert akan memberikan pengarahan lanjutan, seorang prajurit dengan lancangnya memasuki ruang rapat tertutup tersebut. Tentu saja, tingkah lancangnya itu diprotes dengan keras oleh orang-orang yang berada di sana. Namun, Gilbert memberikan isyarat pada mereka semua untuk tenang. Gilbert tahu, jika tidak ada masalah mendesak, tidak akan ada yang berani untuk menginterupsi pertemuan penting ini. “Ada apa?” tanya Gilbert dengan nada berwibawa, selayaknya seorang kaisar yang bijak.

“Mohon maaf, Yang Mulia. Saya ingin melaporkan, jika ada sekawanan siluman yang menyerang benteng timur. Satu desa sudah menjadi korbannya,” lapor prajurit itu membuat semua orang pucat pasi.

Gilbert sendiri segera menatap sang Pendeta Agung yang juga tengah menatapnya. “Tidak mungkin—”

“Sudah dipastikan, jika Amagl Terkutuk kemungkinan besar sudah bangkit,” ucap Pendeta Agung.

Leal yang mendengar hal itu pun segera mengingat putrinya. Meskipun Amora sudah dibuang ke pulau Blaxland karena kesalahannya, tetapi tidak pernah sekali pun Leal melukapannya. Hingga saat ini pun, Leal memikirkan cara untuk mengeluarkan Amora dari pulau tersebut. Leal yakin, jika Amora pasti berhasil bertahan hingga saat ini. Amora adalah gadis tangguh dan cerdas. Saat wabah menyebar di ibu kota, Leal bersyukur karena Amora tidak berada di ibu kota. Namun, menjadi berbeda jika benar Amagl Terkutuk telah bangkit. Leal mengepalkan kedua tangannya dengan erat. Dengan cara apa pun, Leal harus membawa Amora keluar dari pulau itu, dan mengungsikannya dengan Jade ke tempat aman yang belum terkontaminasi oleh wabah. Ini adalah perang melawan wabah yang sangat berbahaya. Karena itulah, Leal harus memastikan jika orang-orang yang ia sayangi terlindungi dan tetap aman.

***

“Kau tidak mau mandi?” tanya Xavier pada Amora yang menatap sungai beraliran pelan di hadapannya. Airnya terlihat sangat jernih, hingga kalian bisa melihat ikan dan bebatuan yang berada di dasar sungai. Amora yakin, jika mandi di sana akan terasa sangat segar. Namun, Amora jelas tidak segila itu. Selama ini, Amora mati-matian menahan diri untuk tidak membasuh tubuhnya dan hanya mencuci muka, karena tidak ada tempat yang pantas ia gunakan untuk mandi. Kali ini pun, sungai yang mereka lewati sangat terbuka. Amora tidak mendapatkan tempat yang bisa ia gunakan untuk membasuh diri.

Amora memang tidak mengatakan apa pun, tetapi Xavier mengerti jika Amora ingin mandi dan apa yang telah membuatnya ragu. Xavier pun mengibaskan tangannya dan air sungai tiba-tiba naik, membentuk sebuah dinding yang tentu saja tidak tembus pandang. Amora menoleh pada Xavier dan bertanya, “Itu untuk apa?”

“Kau bisa mandi di dalam dinding itu. Tidak akan ada orang yang bisa melihatmu, jadi kau bisa tenang,” jawab Xavier lalu melangkah menuju sebuah pohon diikuti oleh Hoia. Singa putih itu segera meringkuk di bawah rindang pohon, dan menjadikan tubuhnya sebagai sandaran yang nyaman untuk Xavier.

Amora sendiri terlihat ragu. Ia memang ingin mandi, tetapi ia tetap merasa takut dengan kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi. “Jika kau ingin mandi, cepatlah. Sihirku tidak akan bertahan lama. Dan ini adalah kesempatan terakhirmu untuk mandi,” ucap Xavier sembari memejamkan matanya. Mendengar apa yang dikatakan oleh Xavier, Amora pun tanpa pikir dua kali segera beranjak untuk mandi. Walaupun Amora secara berulang kali memperingatkan Xavier untuk tidak membuka matanya, selama Amora belum selesai mandi dan berpakaian.

Xavier tentu saja memejamkan matanya. Namun, semua indranya bekerja lebih keras. Terutama indra pendengaran, untuk memastikan tidak ada orang yang mendekat. Hoia juga melakukan hal yang sama. Meskipun terlihat bermalas-malasan dan hanya ingin dimanja oleh sang tuan, tetapi Hoia berada dalam kewaspadaan tingkat tingginya. Saat Amora sudah masuk ke dalam air dan mulai membasuh dirinya, Xavier dan Hoia tentu saja bisa mendengar gemericik air yang dihasilkan dari kegiatan tersebut. Lalu, keduanya pun menyadari kehadiran seseorang. Itu tak lain adalah Vheer yang muncul dari dalam tanah. Ia menggunakan wujud pohon kecil dan menyapa Xavier. Sedetik kemudian, Vheer berubah wujud menjadi seorang pemuda.

“Tuan, sa—”

“Tutup matamu,” ucap Xavier memotong salam Vheer.

Tentu saja secara spontan Vheer bertanya, “Ya?”

Xavier menghela napas dan berkata, “Tutup matamu, Vheer. Amora tengah mandi.”

Vheer mengernyitkan keningnya lalu menyadari jika ada dinding air yang dibuat oleh Xavier saat itulah Vheer segera menutup matanya rapat-rapat. Ia tahu jika ada Amora yang berada dalam lindungan dinding tengah membersihkan diri. Vheer pun berdeham dan melanjutkan perkataannya yang sempat terpotong. “Tuan, saya sudah menemukan keberadaan mereka,” ucap Vheer.

“Benarkah?” tanya Xavier.

“Benar, Tuan. Tapi, kita belum sepenuhnya bisa menghubungi semua orang. Hanya ada beberapa dari mereka yang memang tinggal di sekitar perbatasan dan berbaur dengan manusia,” jawab Vheer. Selama ini Vheer memang ditugaskan untuk mencari informasi dan menghubungi para pengikut setia Xavier yang mau tidak mau hidup dalam persembunyian. Sebagian besar dari mereka memang memilih untuk berbaur hidup dengan manusia biasa, bahkan ada beberapa dari mereka yang berhasil menjadi sosok berpengaruh sembari menutupi identitas mereka sebagai seorang siluman.

“Apa lokasinya masih jauh dari tempatku saat ini?” tanya Xavier lagi.

“Tuan bisa tiba sekitar dua atau tiga hari lagi. Anda tidak perlu terburu-buru, apalagi Anda harus Nona Amora juga tidak bisa dipaksakan untuk melakukan perjalanan terlalu lama. Selain itu, saya akan berupaya untuk mengumpulkan mereka di satu tempat, agar Tuan tidak perlu repot lagi.”

“Pastikan saja, jika pergerakan kita tidak menarik perhatian Xavion dan pengikutnya,” ucap Xavier mulai memberikan arahan.

Saat itulah, Vheer terlihat sangat gelisah. Meskipun masih dalam kondisi memejamkan mata, Xavier tentu saja bisa merasakan apa yang tengah dirasakan oleh Vheer. Ia pun berkata, “Katakan apa yang ingin kau pikirkan.”

Vheer terlihat ragu sebelum menjawab, “Ada sebuah desa di dekat benteng kekaisaran Bonaro yang diserang oleh sekawanan siluman. Seluruh warga meninggal karena serangan tersebut. Selain itu, saat ini tengah tersebar wabah di ibu kota kekaisaran. Untuk mencegah penyebaran, Kaisar sepertinya memberlakukan peraturan khusus yang membuat ibu kota menutup diri untuk sementara waktu.”

Tanpa bertanya atau melihat situasinya secara langsung pun, Xavier sudah tahu siapa dalang dalam kekacauan ini. Siapa lagi jika bukan Xavion. Dia pasti sengaja melakukan semua ini, setelah tahu bahwa Xavier sudah bangkir dari tidur panjangnya. Xavier pun membuka matanya dan menatap dinding air yang masih berdiri kokoh. Karena jarak yang cukup jauh, Xavier yakin jika Amora tidak mendengar pembicaraannya dengan Vheer ini. Xavier pun memberikan perintah, “Aku mengerti. Sekarang pergilah, dan buat para pengikut setiaku mendengar bahwa aku telah bangkit. Berikan peringatan pada mereka untuk tetap waspada dan jangan menarik perhatian sedikit pun. Karena aku yakin, Xavion dan bawahannya pasti menyebar perangkap bagi kita.”

Vheer mengangguk dan berkata, “Baik, Tuan. Saya akan melaksanakannya.”

“Pergilah,” ucap Xavier sembari kembali memejamkan mata. Tentu saja Vheer membungkuk dan segera undur diri. Kepergian Vheer bertepatan dengan Amora yang ternyata selesai dari kegiatan membersihkan dirinya. Amora susah payah berpakaian dan memastikan agar pakaian yang ia kenakan tidak basah. Setelah itu, Amora pun menatap Xavier dan Hoia yang masih di tempat mereka semula. Keduanya tampak tenang, seakan-akan tengah tertidur dengan lelapnya.

“Tu, Tuan,” panggil Amora ragu. Selama ini, Amora memang belum memanggil Xavier dengan benar. Atau lebih tepatnya, ia dan Xavier belum pernah berbicara dengan benar selama mereka melakukan perjalanan. Hal yang mereka lakukan hanyalah berargumen. Itu memang tidak terlepas dari sikap menyebalkan Xavier, yang rasanya selalu saja sengaja membuat Amora kesal.

Amora mendekat dan berjongkok di dekat Xavier yang masih memejamkan matanya tenang. Dari dekat, tampilan Xavier terlihat semakin menakjubkan dan menyilaukan. Saat ini saja, Amora takut jika dirinya akan buta karena penampilan Xavier yang terlalu menyilaukan. Amora menatap rambut pendek Xavier yang bergoyang tertiup angin. Rambut abu-abu keperakan itu terlihat sangat indah dan tentu saja langka. Hal yang tanpa sadar membuat Amora mengulurkan tangannya untuk menyentuh rambut perak tersebut. Namun tanpa disangka, Xavier membuka matanya dan menangkap tangan Amora. Ia menarik Amora hingga jatuh ke atas pangkuannya. Tentu saja Amora terkejut dan membulatkan matanya lebar-lebar.

“A, Apa yang kau lakukan?!” tanya Amora dengan nada tinggi.

“Bukankah ingin menyentuh rambutku? Aku hanya membuat situasi lebih mudah untukmu, Amora,” ucap Xavier lalu membawa telapak tangan mungil Amora untuk menyentuh helaian rambut peraknya yang berkilauan diterpa cahaya matahari. Seketika, wajah Amora memerah. Hal itu membuat Xavier menyeringai. Ia pun memilih untuk membawa telapak tangan Amora untuk mendekat pada bibirnya, dan menghadiahkan sebuah kecupan di sana. Amora tersentak saat merasakan gelenyar aneh dari bekas kecupan pada telapak tangannya yang merambat ke sekujur tubuhnya. Gelenyar yang membuat jantungnya bekerja tiga kali lipat dari biasanya. Sungguh, Xavier dan segala pesonannya sama sekali tidak baik untuk kesehatan jantung Amora.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Kikiw
dah mulai nackal ya Vier .........
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status