Share

6. Terbang ke Jerman

“Aku menemukan Nona Renata,” seru Marvin.

Perkataannya seketika menghentikan langkah kaki Langit. 

“K-kau menemukannya? Di mana? Di mana kau menemukannya? Katakan padaku, di mana kau menemukannya?” 

Marvin kini dicecar pertanyaan atasannya membuatnya tidak tahu harus menjawab apa pada pria di hadapannya itu. Langit begitu antusias dengan apa yang dikatakan oleh Marvin, dia ingin segera bertemu Renata.

“Di Jerman,” jawab Marvin singkat.

Mendengar kekasihnya ditemukan, membuat perasaan Langit sedikit lega, pria itu tidak tahu harus berbuat apa, langkah kakinya bingung harus melangkah ke mana.

Marvin yang melihat hal itu, jelas bisa menilai jika atasannya itu tengah bahagia dengan informasi yang dia sampaikan barusan.

“Batalkan segala jadwalku, aku tidak ingin ada yang membuatku batal pergi ke Jerman, dan siapkan penerbangan untukku, aku akan pergi sendiri menjemputnya,” ucap Langit

“T-tapi, bagaimana dengan Nyonya Danas, dan jika anda pergi—“

Mendengar nama Danas disebut, membuatnya seketika frustasi karena rasa bahagia langsung lenyap.

“Argh. Menyebalkan. Biarkan saja dia.”

Marvin menggaruk kepalanya, dia tidak mengerti dengan pikiran atasannya itu. Meninggalkan wanita berstatus istri, untuk gadis yang pergi meninggalkannya. Dia bahkan beranggapan jika atasannya telah terkena guna-guna membuat pria itu begitu mencintai wanita itu, dan menelantarkan istrinya.

“Baik, aku akan memesan tiket untuk anda, Tuan.”

Langit menganggukan kepalanya. “Bagus-bagus,” gumamnya pelan sambil mondar mandir.

Raut wajah bahagia terlihat di sana.

“Tidak … tidak, aku harus pergi dengan wanita itu. Aku takut, jika ada yang seseorang yang bertanya tentangku, aku harus mengawasinya, agar tidak membocorkan rahasia.”

Mendengar perkataan pria bermata hazel itu, membuat Marvin sedikit mengukir senyum.

“Apa anda ingin hone—”

“Tidak.” Langit seketika memotong perkataan asisten tampannya itu. “Untuk apa honeymoon, aku tidak akan melakukannya dengan wanita menjijikan itu. Aku pergi ke sana mencari Renata, bukan untuk tidur dengan gadis itu,” tegas Langit.

Langit menatap Marvin dengan serius, pria itu sedang berdecak pinggang. “Pergi jemput dia, aku akan menunggu di bandara.”

“Baik.”

Sepanjang jalan, Marvin mengerutui bahkan sesekali mengumpat.

“Jika dibenci kenapa harus dinikahi coba, apalagi diperlakukan tidak seperti layaknya seorang istri. Gadis cantik, wanita mandiri, banyak yang menyukai Nyonya Danas, tapi—“

Perkataannya tercekat.

“Ya, mungkin aku akan seperti tuan, jika aku berada di posisinya,” gumamnya pelan. “Tapi, aku kasihan pada Nyonya.”

Sejenak dia berhenti mengomel. “Tapi, kenapa aku ikut pusing dengan masalah keluarga tuan Langit. Itu urusan dia, aku hanya menjalankan perintahnya.”

Pria itu terlihat bodoh, berbicara dan mengomel-ngomel sendiri.

“Benar, aku tidak perlu memikirkan apa yang harusnya tidak aku pikirkan,” gumamnya sambil mematikan mesin mobil.

Kini langkah kakinya, mencari Danas di penjuru rumah, namun tidak menemukan gadis itu di dalam rumah.

“Apa Tuan Langit telah kembali?” Sebuah suara membuatnya terkejut.

“T-tidak,” jawabnya sedikit tergagap. “Nyonya Danas di mana?”

“Dia di kebun belakang.”

Mendengar hal membuatnya melangkahkan kakinya ke kebun belakang rumah milik Langit. Terlihat Danas yang tengah tersenyum, memberi makan ikan-ikan di kolam.

Ada sedikit getaran di hatinya, ketika melihat senyuman Danas yang begitu teduh, hingga membuatnya meraba jantungnya.

Plak!

Seketika pipinya, ditamparnya pelan.

“Sadar Marvin, jangan jatuh cinta atau kau akan digantung oleh tuan Langit menyukai wanitanya.”

Pria itu menghela nafas panjang.

“Nyonya …” panggilnya.

Danas yang tersenyum seketika memasang wajah ketakutan, ketika melihat Marvin.

“A-apa dia telah kembali?”

“Tidak, Aku sendiri,” jawab Marvin membuat wajah Danas sedikit ada perubahan.

“Jadi kenapa kau datang sendiri?” tanya Danas yang penasaran tentang kedatangan pria itu.

“Tuan akan berangkat ke Jerman, dia ingin aku menjemputmu.”

“J-jerman?”

Marvin menganggukan kepalanya. “Pesawat akan berangkat pukul 2 siang, Nyonya masih bisa berkemas lebih dulu. Tidak perlu membawa pakaian, anda bisa membeli pakaian ganti saat di Jerman nanti.”

Danas hanya tersenyum kecut. Kepulangan Langit, selalu membuat tubuhnya merespon ketakutan pada pria itu. Bahkan ketika mendengar nama itu dipanggil, membuat bulu kuduknya merinding.

“Anda hanya cukup berganti pakaian.”

Danas memutar tubuhnya, membuat Marvin berhenti tiba-tiba dan menabrak gadis itu.

“M-maaf,” ucapnya sambil mundur ke belakang beberapa langkah.

“Bisakah kau menungguku, sebentar?! Aku janji, tidak akan lama,”

Marvin mengangguk pelan. “Tuan, kuharap kau tidak mendengarkan detak jantungku ini,” mohonnya. “Sial, jangan jatuh cinta pada istri atasanmu, Marvin,” umpatnya pada diri sendiri sambil menampar pelan pipinya. “Marvin sadarlah,” tamparnya lagi.

“Apa yang kau lakukan?” tanya Danas.

“T-tidak, aku akan menunggu anda di mobil.”

Mobil kini mendekat ke arah sebuah jet pribadi.

Marvin lebih dulu turun, kemudian dia membuka pintu untuk Danas. “Silahkan Nyonya, tuan menunggumu,” kata Marvin sambil tersenyum.

Agak ragu, gadis itu melangkahkan kakinya untuk menaiki anak tangga.

“Silahkan Nyonya.”

Menghela nafas pelan, mempersiapkan dirinya dengan apa yang akan terjadi di dalam ketika bertemu Langit. Hanya ada ukiran senyum diberikan pada mereka yang bekerja untuk suaminya, setidaknya dia ingin memberikan kesan baik.

Ketika baru saja masuk, hal pertama dilihat olehnya mata hazel milik Langit yang tengah menatapnya dengan dingin. Melihat mimik wajah dingin itu, membuatnya hatinya sakit. Rasanya, tidak ada perasaan suka untuknya, hanya ada kebencian yang diberikan suaminya padanya.

Dia tidak meminta dicintai oleh pria itu, dia hanya ingin dihargai sebagai seorang istri. Istri mana yang akan tahan dengan raut wajah dingin yang diberikan oleh suaminya. Dia pun hanya seorang wanita yang memiliki perasaan ingin dihargai.

“Aku istrimu, bisakah kau tidak menatapku dengan tatapan seakan aku adalah musuhmu?” tanyanya dalam hati.

Gadis itu tidak berani mengatakan apa yang tengah dipikirkannya. Dia memilih untuk duduk berseberangan dengan Langit, menatap ke luar jendela, dilayani oleh seorang pramugari yang menawarkan minuman untuknya.

“Tidak, terima kasih,” ucapnya menolak.

Langit melirik ke arah seberang. Istrinya tengah menatap ke luar jendela, terlihat Danas yang tengah mengikat rambutnya, membuat leher jenjangnya terlihat. Dia bahkan tidak menyadari jika pria di seberangnya tengah menatapnya.

“Pasang sabuk pengamanmu, atau kau ingin mati di sini,” titah Langit melihat Danas yang tidak memakai sabuk pengaman.

Gadis itu menuruti perintah suaminya.

Ketika pesawat berada di atas ketinggian hanya ada kesunyian. Beberapa pramugari yang tengah bertugas, hanya melemparkan pandangannya ke arah pasangan suami istri itu.

“Apa mereka tengah bertengkar?” tanya salah seorang berbisik, membuat Marvin menatap ke arah mereka.

“Mendekatlah, kau tidak ingin mereka beranggapan jika kita sedang bertengkar bukan?”

Suara Langit membuat Danas meliriknya.

“Kau yang datang ke sini atau aku yang datang ke tempatmu?”

Danas hanya terdiam tidak menjawab. “Danas,” panggil Langit. Kali ini suaranya agak meninggi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status