Share

Bab 7

Tatapan mata dapat melesatkan panah asmara menyamai kecepatan cahaya atau bahkan lebih cepat lagi.

***

“Pastikan semua desainnya sempurna, Ae Ri! Tanpa cela sedikit pun.” Chin Hwa kembali mengingatkan Qeiza.

“Aku sudah mengeceknya berkali-kali,” sahut Qeiza.

Chin Hwa masih sibuk memeriksa dokumen yang akan dibawanya. Dia harus benar-benar yakin bahwa tidak ada satu pun yang terlupa.

By the way, apa orang yang akan kita temui termasuk seseorang yang sangat perfeksionis?”

Qeiza tak mampu menahan rasa penasarannya. Meskipun baru seminggu ia bersama Chin Hwa, minimal delapan jam sehari, dia melihat lelaki itu adalah sosok yang tenang dan sangat pandai mengontrol ritme kerjanya. Tidak pernah tergesa-gesa seperti ini.

Chin Hwa menjeda aktivitasnya. Dia berdiri dan menatap Ae Ri dengan mata sedikit menyipit.

“Apa aku belum memberitahumu mengenai orang yang akan kita temui?”

Qeiza menggeleng. “Kurasa belum,” jawabnya.

Sorry. Seharusnya aku memberitahumu lebih awal.” Chin Hwa merasa sedikit bersalah. “Dengar-dengar, direktur baru ini bukan hanya perfeksionis, tetapi juga sangat teliti.”

“Kedengarannya cukup menakutkan,” komentar Qeiza.

“Kau benar,” sahut Chin Hwa. “Dia juga sulit dihadapi.” Chin Hwa sudah melanjutkan lagi pekerjaannya yang sempat tertunda.

“Tapi, kau tidak perlu khawatir,” ujar Chin Hwa. “Aku tidak akan membiarkan dia menyulitkanmu.”

“Aku tidak selemah itu.”

Qeiza berbalik ke meja kerjanya, merapikan lagi desain yang akan dibawanya bersama Chin Hwa.

“Oke, ayo berangkat!” ajak Chin Hwa saat melewati meja kerja Qeiza.

***

Berbeda dengan Chin Hwa yang terlihat sangat tenang, Qeiza merasakan dirinya agak gugup saat menunggu kedatangan direktur perusahaan M yang akan mereka temui. Terlebih ketika ia teringat seperti apa karakter lelaki itu.

Sekilas informasi itu mengingatkannya pada sosok Ansel. Mantan suaminya itu juga seorang yang perfeksionis dan sangat sulit dihadapi. Buktinya, selama empat tahun menjadi istri Ansel, ia tidak pernah berhasil melunakkan hati lelaki itu, walaupun sekadar untuk mau berbicara atau menemuinya sekali saja.

Tanpa sadar Qeiza menggigit bibir bawahnya. Miris sekali! Dia menyandang status janda di usia muda. Parahnya lagi, dia masih perawan. Apa yang akan dikatakan orang-orang bila mereka mengetahui kebenaran itu?

Melarikan diri ke negara asing dengan identitas baru satu-satunya solusi terbaik yang terpikirkan oleh Qeiza. Tidak mungkin dia akan bertemu Ansel lagi, bukan?

Namun, sepertinya semesta masih ingin mengajaknya bercanda dengan permainan takdir. Qeiza ternganga tak percaya ketika melihat dua orang lelaki yang berjalan menghampiri meja mereka saat Chin Hwa mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi, memberitahu keberadaan mereka.

Muka Qeiza tiba-tiba memucat. Bahkan, keringatnya mulai menitik. Dia berdiri dengan menyembunyikan dirinya di belakang Chin Hwa. Kepalanya tertunduk. Tidak ingin lelaki itu melihat jelas wajah cemasnya.

'Bagaimana dunia bisa begitu sempit?' pikir Qeiza.

Dia tidak hanya bertemu Chin Hwa yang mengenali jati dirinya, tetapi juga harus berhadapan dengan Ansel. Sialnya, justru sebagai partner bisnis pula.

'Tunggu!' jerit hati Qeiza tiba-tiba. 'Ansel tidak mungkin mengenaliku, kan?'

Teringat Ansel tidak pernah menemuinya, hati Qeiza menjadi tenang. Saat sidang ikrar talak pun, lelaki itu tidak memandangnya sama sekali. Lagi pula, saat itu dia juga tampil dengan penyamaran.

Hati Qeiza semakin tenang. Tidak ada yang perlu dia takuti sekarang. Walaupun harus diakuinya bahwa masih ada getar halus yang dirasakannya saat menatap wajah Ansel, Qeiza harus bisa melupakan lelaki itu untuk seumur hidupnya.

Bunga cinta yang sempat bersemi ketika pertama kali dia melihat wajah Ansel yang tengah melakukan proses ijab kabul itu harus bisa ditumpasnya hingga ke akar-akarnya. Cukup empat tahun waktunya terbuang percuma dalam penantian yang sia-sia.

“Silakan duduk, Tuan Ansel!” ujar Chin Hwa ramah.

Ansel pun duduk dan memulai pembicaraan mengenai desain yang mereka inginkan tanpa banyak basa-basi. Tak sekali pun ia tertarik untuk mengamati suasana di dalam kafe itu.

'Ck! Sungguh pria yang kaku sekali!' ledek Qeiza dalam hati.

Sudut bibir Qeiza sedikit mencebik sinis. Namun, segera diubahnya menjadi senyuman ketika dilihatnya Ansel melayangkan tatapan tajam ke arahnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status