Share

Bab 6

Penulis: Lathifah Nur
last update Terakhir Diperbarui: 2021-03-18 11:38:37

Ingatan Qeiza segera melayang pada sebuah ajang bergengsi yang pernah ia ikuti. Kontes mendesain pakaian musim semi yang disponsori oleh salah satu perusahaan fesyen ternama negeri ginseng.

Dia memang tidak berhasil menjadi juara satu lantaran ia baru saja berada di tahun pertama, tetapi setidaknya dia patut bangga bisa menjadi pemenang ketiga. Sementara lelaki yang duduk di depannya ini keluar sebagai pemenang pertama.

“Maafkan aku!” kata Qeiza. “Aku tidak menyangka kita akan bertemu lagi.”

“Hahaha … ternyata dunia ini begitu sempit, bukan?”

“Iya. Senang bisa bertemu lagi.”

Semenjak menjuarai kompetisi itu, Qeiza memang sempat beberapa kali terlibat dalam proyek yang sama dengan Chin Hwa dan mereka cukup kompak.

“Aku langsung mengenalimu saat melihatmu di meja resepsionis tadi,” aku Chin Hwa. “Sangat menyedihkan, ternyata kau telah melupakan aku.”

Chin Hwa pun tertawa sumbang untuk menutupi perasaan canggungnya. Dia merasa sedikit malu dan tak berarti karena dilupakan begitu saja oleh seseorang yang pernah menjadi partner kerja samanya itu.

“Sekali lagi, maafkan aku!” ucap Qeiza sungguh-sungguh. “Sebenarnya aku sempat terkejut saat membaca papan nama itu.”

Qeiza menunjuk papan nama di atas meja Chin Hwa. “Aku merasa pernah mengenal nama itu, tapi wajah Anda tampak sangat jauh berbeda.”

“Hahaha ….” Kali ini Chin Hwa tertawa renyah.

Hatinya seperti baru saja disinari kerlip bintang saat mendengar pengakuan Qeiza. Ada rasa senang menyelinap ke bilik hatinya ketika mengetahui bahwa Qeiza ternyata tidak benar-benar melupakan dirinya sepenuhnya.

“Benar. Sekarang Anda terlihat lebih manly dan tidak lagi chubby.”

“Oh, Geez … apa dulu aku segendut itu?”

Senyuman canggung yang merekah dari bibir Qeiza sudah cukup menjadi jawaban untuk pertanyaannya itu.

“Sudahlah! Tidak usah diingat lagi. Aku jadi malu,” kata Chin Hwa. “Kau tahu? Terlalu sering menoleh ke belakang hanya akan membuatmu jatuh. Lebih baik nikmati saja hari ini dan tetap fokus menatap masa depan. Setuju?”

“Kau benar.” Qeiza sependapat dengan opini Chin Hwa.”Tapi, bisakah kita membuat kesepakatan sebelum aku mulai bekerja?”

Alis Chin Hwa bertaut. Dia merasa sedikit aneh dengan permintaan Qeiza. “Sure. Katakan saja! Apa yang kau inginkan?”

Wajah Qeiza seketika berbinar cerah. Membuat alis Chin Hwa makin mengerut.

“Tolong panggil aku Ae Ri saja!” pinta Qeiza. “Aku tidak ingin orang lain mengenali identitas asliku.”

Meskipun tak mengerti mengapa Qeiza membuat kesepakatan yang terkesan ganjil itu, Chin Hwa tahu pasti ada sesuatu yang melatarbelakanginya. Dia pun menghargai itu.

“Baiklah. Mulai sekarang, aku hanya akan memanggilmu Ae Ri.”

“Terima kasih.”

“Tapi, dengan satu syarat ….”

Chin Hwa menggantung kalimatnya. Dia mengamati ekspresi Qeiza selama beberapa detik.

“Aku mau kau memanggilku ‘Oppa’ saat hanya berdua atau di luar kantor,” lanjutnya. “Bagaimana?”

Qeiza tidak langsung menyetujui permintaan Chin Hwa. Dia berpikir sejenak. Setelah mempertimbangkan usia Chin Hwa yang memang tiga tahun lebih tua darinya, Qeiza akhirnya mengangguk.

Good! Deal, ya?” tanya Chin Hwa, mengonfirmasi.

Deal.”

“Senang bekerja sama denganmu, Ae Ri.” Chin Hwa langsung mempraktikkan hasil kesepakatan mereka.

“Sekarang, bantu aku memeriksa ulang dan mengoreksi tumpukan desain ini!”

Dalam waktu singkat, Qeiza sudah mulai berkutat dengan kertas-kertas desain. Dia memilah desain yang sudah bagus dan memisahkannya.

Selanjutnya, ia mulai menari dengan pensil dan penghapus, mengoreksi beberapa rancangan yang masih perlu sentuhan akhir atau sedikit perubahan sesuai tema.

Seminggu sudah Qeiza beradaptasi dengan pekerjaan barunya. Dia sangat menikmatinya.

“Ae Ri!” panggil Chin Hwa.

“Ya?” Qeiza menghentikan kegiatannya.

“Siapkan desain terbaik untuk musim dingin yang diminta perusahaan M!” titah Chin Hwa. “Kita akan segera menemui direkturnya.”

Qeiza pun bergerak cepat melaksanakan perintah sang bos. Dia tidak ingin membuat Chin Hwa menunggu lama. Sepertinya kerja sama dengan perusahaan ini sangat penting sampai-sampai Chin Hwa langsung turun tangan dan mengajaknya.

Biasanya lelaki itu hanya mengirimkan wakil yang ditunjuknya atau ia akan mengutus Aleta, salah satu desainer terbaiknya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • My Obsessive Ex   Bab 176

    Hati Qeiza berdebar-debar. Ini adalah malam pertamanya dengan Dae Hyun. Dia salah memilih waktu untuk mandi. Seharusnya dia membersihkan diri lebih awal, bukan selepas isya begini. Ah, kalau saja dia tidak ketiduran karena kelelahan. “Tapi, kita—” Sanggahan Qeiza terputus lantaran Dae Hyun telah membungkam mulutnya dengan lumatan lembut. Qeiza gelagapan. Detak jantungnya semakin berpacu. Dia baru saja kehilangan ciuman pertamanya. Terdengar konyol memang. Di saat teman-teman seusianya sudah kaya dengan pengalaman tentang hubungan lawan jenis, Qeiza malah belum tahu apa-apa. Dia buta akan segala hal tentang cinta. Fokusnya hanya mengejar mimpi untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Wajahnya memerah ketika Dae Hyun memberinya kesempatan untuk bernapas. Pipinya memanas karena malu, tetapi dia juga sangat menyukai sensasi rasa yang diperkenalkan Dae Hyun kepadanya. “Apa itu tadi ciuman pertamamu?” Dae Hyun kaget mendapati Qeiza masih sangat kaku. Wanita itu tak merespons perlaku

  • My Obsessive Ex   Bab 175

    “Kau cantik sekali, Sayang ….” Sorot mata Nyonya Kim memancarkan bias kekaguman dan rasa bangga akan status baru Qeiza sebagai menantunya. “Dae Hyun sangat beruntung mendapatkanmu sebagai istri.” “Eomma ….” Qeiza tersipu malu. Tamu undangan sudah membubarkan diri. Kini tinggallah keluarga Tuan Kim. Bersiap untuk meninggalkan aula pernikahan itu. Tuan Kim menepuk pundak kiri Dae Hyun. “Ae Ri sekarang sepenuhnya menjadi tanggung jawabmu.” “Tentu, Appa. Aku janji akan menjaga dan membahagiakannya.” Dae Hyun meyakinkan Tuan Kim disertai tangannya yang refleks merangkul pinggang Qeiza. Sebuah mobil pengantin bergerak pelan dan berhenti tepat di hadapan Dae Hyun dan keluarganya. “Pergilah!” ujar Nyonya Kim ketika Qeiza pamit dengan pandangan mata. Dae Hyun segera menggandeng tangan Qeiza, siap berjalan menuju mobil. Ansel menepuk pundak Xander. Memaksa lelaki itu berhenti saat dia melihat Qeiza dan Dae Hyun semakin dekat ke mobil mereka. Buru-buru Ansel turun dari mobil dan berlari

  • My Obsessive Ex   Bab 174

    Pupil mata Dae Hyun membesar melihat penampilan Qeiza. Memancarkan kehangatan cinta dari lubuk hati. Ribuan kupu-kupu seperti beterbangan di perut Dae Hyun ketika Qeiza tiba di dekatnya. Nyonya Kim mengarahkan gadis itu untuk langsung duduk tanpa menoleh kepada calon suaminya. Dae Hyun bergegas ikut duduk di sisi kanan Qeiza. Penghulu siap mengulurkan tangan kepada Dae Hyun untuk memulai prosesi ijab kabul. Dengan keringat bercucuran, Dae Hyun menyambut uluran tangan penghulu. Qeiza sengaja tak menghubungi pamannya dengan alasan jauh. “Saya terima nikah dan kawinnya Anindira Qeiza Pratista binti Pratista Bumantara dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.” “Saaah!” Helaan napas lega dan teriakan kata sah bergema memenuhi aula pernikahan tersebut setelah Dae Hyun berhasil melafalkan ucapan kabul tanpa hambatan. Tangan-tangan dari jiwa para perindu rida Allah segera menadah ke langit begitu penghulu memimpin doa. Dae Hyun dan Qeiza memutar tubuh agar saling berhadapan. Detak jantun

  • My Obsessive Ex   Bab 173

    “Kenapa kau terobsesi sekali sama aku?” “Aku tergila-gila padamu. Aku … tak bisa hidup tanpamu.” “Kau baik-baik saja selama empat tahun,” ujar Qeiza. “Kau pasti juga akan hidup dengan baik untuk selanjutnya.” “Qei, please … beri aku kesempatan!” “Aku tak bisa.” “Kenapa? Apa kau benar-benar sangat membenciku?” “Aku telah melarung pecahan hatiku di lautan air mata,” kata Qeiza. “Sia-sia bila kau bersikeras ingin menyatukannya lagi.” Ansel merasa hatinya seakan baru saja dikoyak oleh taring-taring tajam hewan buas. Sangat sakit dan perih. Langit mendadak mendung. Cuaca di musim gugur memang tak menentu. Hujan bisa turun kapan saja. Sama seperti hati Ansel yang juga tersaput awan kelabu kesedihan. “Maaf, Ansel!” ujar Qeiza. “Mulai sekarang, berhentilah mengejarku!” “Tapi … aku benar-benar tertarik padamu, Qei,” sahut Ansel. Masih berjuang meyakinkan Qeiza akan kesungguhan perasaannya terhadap wanita itu. “Terima kasih. Aku merasa tersanjung.” “Jadi, apa kau mau mempertimbangka

  • My Obsessive Ex   Bab 172

    “Sekarang sebaiknya nikmati sarapan kalian,” ujar Nyonya Kim, menghentikan obrolan Dae Hyun dan Qeiza. Dia menyodorkan piring yang sudah terisi penuh kepada suaminya. Di saat bersamaan, Dae Hyun juga melakukan hal yang sama untuk Qeiza. “Aigoo … aku senang sekali melihat kaliar akur begini.” Mata Nyonya Kim berbinar terang tatkala memandangi Dae Hyun dan Qeiza silih berganti. “Kita harus secepatnya menikahkan mereka,” timpal Tuan Kim. “Aku takut Dae Hyun akan selalu mencuri kesempatan untuk melewati batas.” Ucapan Tuan Kim sukses membuat pipi Dae Hyun memerah laksana kepiting rebus. Dia masih belum berhasil mengungkapkan perasaannya pada Qeiza, tetapi ayahnya sudah menyinggung soal pernikahan. Dae Hyun terbatuk gara-gara menelan makanannya dengan tergesa-gesa. Bergegas dia menyambar gelas yang disodorkan Qeiza. “Pelan-pelan makannya,” tegur Nyonya Kim. “Kau juga masih harus menunggu appa-mu, kan?” Hari itu, Tuan Kim berencana untuk memperkenalkan Dae Hyun sebagai calon penggant

  • My Obsessive Ex   Bab 171

    Mendengar gumaman Qeiza, Nyonya Kim menarik album foto tersebut dari tangan Qeiza. Dia juga ingin melihat foto yang menyebabkan air mata Qeiza semakin membanjiri wajahnya. “Jangan ambil, Eomma!” Qeiza berusaha merebut kembali album itu dari tangan Nyonya Kim. “Aku sangat merindukan mama sama papa.” Nyonya Kim memandangi wajah gadis kecil di foto tersebut, lalu beralih pada muka Qeiza. Membandingkan keduanya. Tiba-tiba, dia menghambur memeluk Qeiza. “Anakku ….” Cairan hangat membanjiri pipinya. “Maafkan aku! Ternyata kau sangat dekat selama ini, tapi … aku tak mengenalimu.” Setelah cukup lama berpelukan dalam tangis, Nyonya Kim mengangkat wajah Qeiza. Dia menyeka air mata gadis itu dengan jari. “Terima kasih kau kembali pada kami, Sayang!” Nyonya Kim mengecup kening Qeiza. Tuan Kim juga menyeka air matanya. Dae Hyun tertegun. Dia kehilangan kata-kata. Perasaannya campur aduk—antara senang dan haru. Entah berapa lama Qeiza terus memandangi wajah kedua orang tuanya dengan tatapan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status