Share

Bab 8

DEG! DEG!

Ansel merasakan jantungnya berdetak cepat. Mata hazel milik wanita yang duduk di sebelah kiri Chin Hwa itu terlihat sangat hidup dan bersinar. Belum pernah ia melihat bola mata sehangat dan seceria itu. Membuat hatinya ikut menghangat dan menjadi lebih bersemangat.

“Boleh aku lihat desainnya, Nona ….”

Ansel terdiam. Tiba-tiba ia menyesal karena tadi tidak terlalu menaruh perhatian pada perkataan Chin Hwa tatkala lelaki itu memperkenalkan asistennya itu.

“Kim Ae Ri,” kata Chin Hwa, mengingatkan Ansel.

“Ah, ya. Boleh kulihat desainnya, Nona Kim?”

Ansel mengulang permintaannya. Matanya yang nyaris hitam kelam dan terkesan misterius itu tak lepas dari wajah cantik Qeiza.

“Tentu saja, Tuan,” sahut Qeiza, menyerahkan tabung berisi desain yang masih dipegangnya.

Ansel menelan saliva-nya. Bibir mungil nan merah itu sungguh terlihat sangat menggoda saat bergerak mengucap kata. Bahkan, suara wanita itu terdengar amat seksi di telinganya.

Selama beberapa waktu Ansel memfokuskan perhatiannya pada rancangan busana yang dikembangnya demi mengusir khayalan-khayalan aneh yang merasuki pikirannya.

Seumur hidup, Ansel belum pernah membiarkan angannya merangkul fantasi liar tentang seorang wanita. Namun, gadis di depannya ini seperti memiliki kekuatan sihir yang meruntuhkan benteng pertahanannya.

“Aku menginginkan beberapa perubahan pada bagian-bagian tertentu,” kata Ansel.

Chin Hwa dan Qeiza serentak menarik napas panjang, terlihat sedang berusaha keras menyembunyikan kekecewaan mereka.

“Baiklah, Tuan Ansel,” sahut Chin Hwa. “Katakan saja apa yang Anda inginkan, kami akan segera memperbaikinya.”

Sesaat mata Ansel berkilat senang. Satu batu telah dilompatinya. Sebenarnya tidak ada yang cacat dari desain-desain itu. Semua terlihat sangat sempurna dan unik. Hanya saja, dia perlu memikirkan cara untuk mengikat gadis itu agar berada di dekatnya.

“Aku mau Nona Kim mengerjakan dan menyelesaikan semua itu di perusahaanku agar aku bisa mengawasi langsung cara kerjanya.”

Mendengar permintaan Ansel, Qeiza mengeritkan gigi. Bola matanya beralih warna. Sesaat terlihat hijau, detik selanjutnya berubah cokelat.

Perubahan warna iris mata Qeiza yang sangat cepat itu tak luput dari pengamatan Ansel dan dia semakin terpesona.

“Kalau Nona Kim keberatan, tidak masalah,” kata Ansel.

Melegakan, tetapi juga membingungkan Qeiza. Sejak kapan Ansel menjadi seseorang yang begitu pengalah? Apa informasi yang diberikan Xander kepadanya saat awal menikah dulu itu salah?

Seingatnya, Ansel adalah tipe orang yang tidak pernah menoleransi sebuah penolakan. Di samping itu, dia juga seperti seorang pemburu yang tidak akan pernah melepaskan hewan buruannya. Tak mengherankan kalau dia akhirnya bisa naik menuju puncak kesuksesan di usia muda.

“Tapi … aku tidak yakin untuk meneruskan kerja sama ini,” lanjutnya.

Ansel membaca perubahan rona muka Qeiza dengan tatapan mata elangnya. Sepasang hazel itu berkilat garang, seperti ingin melumat sekujur tubuhnya laksana lahar panas melelehkan sepotong besi.

'Sudah kuduga!' batin Qeiza. 'Dia tidak akan berubah dalam sekejap mata. Benar-benar trik yang licik.'

Qeiza menggerutu panjang lebar dalam hati. Mengumpat dan mengutuk betapa culasnya permainan Ansel dalam bisnis.

“Sepertinya permintaan Anda tidak murni perihal kerja sama semata,” sindir Chin Hwa. “Apa Anda juga mewarisi kebiasaan buruk pendahulu Anda, Tuan Ansel?”

Muka Ansel seketika menegang. Harga dirinya merasa terhina oleh pertanyaan yang dilontarkan Chin Hwa. Di sisi lain, tebakan Chin Hwa tidak sepenuhnya salah.

Dia pernah mendengar rumor tentang perseteruan Chin Hwa dengan direktur sebelumnya. Hal itu terjadi karena lelaki tersebut berusaha merayu serta memengaruhi asisten kepercayaannya sehingga wanita itu mengkhianatinya dan lebih memilih membelot ke perusahaan M.

“Haha ….” Ansel tertawa sumbang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status